Part 2

Liang Yi menghentikan laju kudanya di depan sebuah padang bunga yang cukup luas. Semerbak harum serbuk sari tercium dari tempatnya berdiri. Ditatapnya padang bunga itu yang hampir tiga tahun ini tidak dikunjunginya. Semua masih sama, tak ada yang berubah. Bunga putih yang tak pernah berhenti berbunga itu tampak indah bak gumpalan awan putih yang mengambang di atas tanah. Bunga sakura berwarna merah muda tak luput memberi kesan yang sangat menyejukkan mata. Bunga berwarna merah muda itu tampak berterbangan mengikuti desiran angin yang berembus perlahan. "Tempat ini tak pernah berubah, semua masih tetap sama. Aku harap kamu juga di sana selalu bahagia," ucap Liang Yi yang kemudian berjalan perlahan menuju sebuah gundukan tanah yang hampir tertutup rumput ilalang yang mulai meninggi.

Di depan gundukan tanah itu, Liang Yi berdiri. Ditatapnya kembali suasana di tempat itu yang membuatnya kembali teringat akan seorang wanita yang pernah berdiri di sampingnya di saat lalu. Di depan gundukan tanah itu, Liang Yi pernah berjanji untuk membahagiakan wanita itu dan membangun sebuah rumah untuk keluarga mereka nantinya. Namun, semua itu hanya tinggal kenangan karena wanita itu telah bahagia bersama sahabatnya.

"Maafkan aku karena aku tidak bisa menepati janjiku untuk menjaga dan membahagiakan Mei Yin. Namun, kamu tak perlu khawatir, karena kini wanita yang sama-sama kita cintai itu telah bahagia dengan orang yang tepat. Apalagi saat ini mereka pasti sangat berbahagia karena kehadiran seorang putra yang tentu saja melengkapi kebahagiaan mereka."

Liang Yi duduk di depan gundukan tanah itu dan mencabuti rumput ilalang yang mulai meninggi. Semilir angin yang perlahan meniup, membuat Liang Yi kembali mengingat akan sosok Mei Yin yang menari di bawah pohon sakura dengan guguran bunga-bunga yang membuatnya terlihat bak seorang dewi.

Liang Yi tersenyum dengan air mata yang jatuh di sudut matanya. Sekuat apapun dia berusaha untuk melupakan Mei Yin, maka sekuat itu pula rasa cinta yang dia rasakan untuk wanita itu. Rasa yang sampai kini masih tersimpan hingga membuatnya tidak bisa menerima wanita manapun di dalam kehidupannya.

Sungguh, cinta yang dia rasakan untuk Mei Yin akan selamanya tersimpan dan tidak akan pernah terbagi untuk wanita manapun hingga semesta datang menjemputnya.

Sementara Liang Yi yang tengah larut dengan kenangan masa lalunya, di istana tampak ramai karena sedang diadakan pesta penyambutan dan pemberian nama untuk pangeran kecil yang terlihat sedang tertidur lelap dalam gendongan seorang wanita yang tampak cantik dengan balutan jubah seorang permaisuri.

Di sampingnya, berdiri seorang pria yang terlihat gagah dan tampan dengan mengenakan jubah Raja yang membuatnya terlihat sangat berwibawa. "Istriku, apa kamu sudah menemukan nama yang cocok untuk putra kita?" tanya Raja Zhao Li sambil membelai lembut pipi bayi mungil di dalam gendongan istrinya itu.

"Aku tidak ingin mendahuluimu, suamiku. Berilah nama untuk putra kita karena aku tahu kalau dirimu sudah menyiapkan nama untuknya," jawab Mei Yin yang membuat suaminya itu tersenyum.

"Aku pikir, kamu memang sangat mengenaliku hingga rahasia apapun tidak bisa aku sembunyikan darimu."

Sebagai seorang istri, Mei Yin sangat paham dengan sifat suaminya itu. Semalam, dia melihat suaminya tampak sibuk dengan sebuah buku yang selalu dibukanya seakan sedang membaca sesuatu hingga membuatnya tidak bisa tidur. Mei Yin hanya tersenyum ketika melihat tingkah suaminya itu.

"Aku tahu, semalam kamu sibuk mencari nama untuk putra kita, hingga aku sendiripun tidak kamu pedulikan. Jadi, apa kamu sudah mendapatkan nama yang cocok untuk putra kita?" tanya Mei Yin.

Raja Zhao Li tersenyum mendengar keluhan istrinya itu. Dia tidak menyangka kalau semalam istrinya itu memperhatikannya. "Apa kamu marah padaku? Ayolah istriku, jangan marah karena aku tak akan sanggup jika kamu marah padaku," ucap Raja Zhao Li yang tampak manja pada istrinya itu.

Mei Yin tersenyum dan menatap wajah suaminya itu yang selalu membuatmya merasa damai. "Apa aku terlihat marah? Suamiku, aku tidak akan pernah bisa marah padamu karena aku tahu kamu sangat mencintaiku," jawab Mei Yin hingga membuat Raja Zhao Li merangkulnya dengan mesra.

Melihat kemesraan Raja dan Permaisuri membuat semua orang yang ada di tempat itu ikut tersenyum. Itu bukanlah pemandangan yang baru bagi mereka, karena setiap Raja sedang bersama dengan Permaisuri, maka mereka bisa melihat sosok suami yang begitu mencintai dan menyayangi istrinya. Mereka begitu mengagumi kesetiaan dan rasa cinta Raja mereka pada istrinya itu.

"Aku ingin memberikannya sebuah nama yang kelak menjadikannya sosok yang kuat dan bersahaja. Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin memberikannya nama Chen Li yang berarti kekuatan dan kehebatan. Aku ingin saat dia dewasa nanti, dia bisa menjadi seorang raja yang hebat dan mempunyai kekuatan yang bisa melindungi negeri ini," jelas Raja Zhao Li dengan wajah yang penuh antusias.

"Kalau kamu suka, aku juga pasti akan suka. Semoga kelak, putra kita ini menjadi raja yang tangguh dan bijaksana sama sepertimu," ucap Mei Yin sambil memandangi wajah mungil putranya dengan senyum yang mengembang dari sudut bibirnya.

Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka. Apalagi saat beberapa orang penari mulai menari di depan mereka, sebuah tarian penyambutan yang penuh dengan kegembiraan.

"Kak Hua Feng, aku berterima kasih karena Kakak sudah datang mengunjungiku," ucap Mei Yin pada seorang wanita yang masih terlihat muda dan cantik.

"Permaisuri, maafkan aku karena baru datang mengunjungimu. Aku sangat bahagia saat mendengar kalau aku telah mempunyai seorang keponakan yang sangat lucu. Karena itu, aku memutuskan untuk datang dan melihat keponakanku itu dan juga dirimu," ucap Hua Feng yang membuat Mei Yin tersenyum.

Hua Feng, wanita cantik dan anggun pemilik wisma tari yang sudah sangat terkenal di negeri itu. Dari wisma tarinya, lahir penari-penari dengan bakat yang luar biasa. Penari-penari yang tak hanya cantik, tapi juga memiliki ikatan persaudaraan yang terjalin di antara mereka. Mereka tidak pernah merasa iri atau cemburu jika salah satu dari mereka mendapat pujian atau bahkan dipinang untuk dijadikan istri oleh orang-orang kaya atau bangsawan. Walau mereka sudah menikah, tapi mereka tetap menjalin hubungan baik dengan Hua Feng, bahkan tak jarang mereka datang dan memberikan bantuan kepada wisma tari untuk membantu adik-adik mereka yang masih ada di tempat itu.

"Kak Hua Feng, apakah Jiao Yi pernah datang mengunjungi Kakak?" tanya Mei Yin.

"Sejak hari itu, saat Liang Yi datang menjemputnya, Jiao Yi tidak pernah lagi mengunjungiku. Hingga kinipun, aku tidak mengetahui keberadaan mereka," jawab Hua Feng yang terlihat sedih.

Mendengar jawaban Hua Feng membuat Mei Yin menjadi sedih. Sudah tiga tahun dia tidak bertemu dengan adik angkatnya itu. Begitupun dengan Liang Yi yang tidak pernah lagi terdengar kabar beritanya.

Mei Yin sangat merindukan kedua saudara angkatnya itu, karena dia sudah berjanji pada orang tua angkatnya untuk menjaga Jiao Yi, tapi kini di saat dia telah bahagia dan menjadi seorang Permaisuri di negeri itu, mereka tidak ada bersamanya. Mereka bagai hilang ditelan bumi.

"Istriku, aku akan berusaha mencari tahu keberadaan mereka. Aku juga sangat merindukan Liang Yi. Aku sangat ingin kita bertiga bisa bersama seperti dulu lagi," ucap Raja Zhao Li sambil memeluk istrinya itu.

Dalam pelukan suaminya, Mei Yin menangis mengingat keluarga angkatnya. Dia merasa bersalah karena dia tidak bisa bersama dengan mereka. Dia ingin agar kedua saudara angkatnya itu tinggal di istana bersamanya agar dia bisa memenuhi janjinya pada kedua orang tua angkatnya.

Di desa, tampak suasana begitu ramai. Anak-anak kecil berlarian dan tertawa bersama. Suasana terlihat berbeda karena hari itu adalah hari yang istimewa bagi Jiao Yi.

Di dalam kamarnya, dia terlihat cantik dengan balutan gaun pengantin berwarna merah. Hari ini adalah hari di mana Jiao Yi akan melangsungkan pernikahannya.

"Jiao Yi, Kakak sangat bahagia karena hari ini Kakak bisa melihatmu menikah. Walau tanpa kehadiran ayah dan ibu, aku yakin di atas sana mereka pasti sedang tersenyum karena melihatmu akan menikah," ucap Liang Yi saat menemui adiknya itu.

Jiao Yi lantas memeluk Liang Yi dan menangis dalam pelukan kakaknya itu. Dia menangis karena kedua orang tuanya tidak lagi bersama mereka di saat hari bahagianya. Dia menangis karena kakak yang paling dia sayang harus melewati hidup dalam kesendirian. "Kak Liang Yi, setelah menikah aku akan meminta kepada suamiku untuk tetap tinggal di desa ini. Aku tidak ingin meninggalkan Kakak," ucap Jiao Yi sambil menangis.

"Jangan lakukan itu, karena seorang wanita yang sudah menikah harus tinggal dan ikut dengan suaminya. Jangan mengkhawatirkanku, aku akan baik-baik saja karena masih ada warga desa yang membutuhkanku," jawab Liang Yi.

Jiao Yi menatap kakaknya itu. Walau terlihat tegar, tapi dia tahu kalau kakaknya kini tengah bersedih. Dia sangat paham dengan sikap Liang Yi yang terlihat tegar, tapi sebenarnya rapuh.

"Kak Liang Yi, aku tahu Kakak sangat mencintai Kak Mei Yin, tapi Kakak tidak bisa terus seperti ini. Bagaimanapun juga, Kakak harus menikah agar ada seseorang yang bisa menjaga Kakak karena aku tidak bisa meninggalkan Kakak seperti ini. Bagaimana bisa aku meninggalkan Kakak, siapa yang akan menjaga Kakak?" Jiao Yi menangis sambil memeluk Liang Yi seakan tidak ingin pergi meninggalkannya.

"Jiao Yi, aku harap kamu bisa mengerti perasaanku. Tidak mudah bagiku untuk bisa menerima wanita lain karena hatiku sudah tertutup untuk itu. Apa kamu pikir, selama ini aku tidak berusaha untuk melupakannya? Kamu salah, sekuat apapun aku mencoba untuk melupakannya, tapi aku tidak bisa seakan hatiku telah terpaut untuknya walau aku tahu, aku tidak akan mungkin bisa bersamanya." Liang Yi menghapus air matanya. Sungguh, rasa yang selama ini ingin dia simpan, akhirnya harus dia ungkapakan kepada adiknya itu.

Jiao Yi menatap wajah Liang Yi yang memaksa untuk tersenyum di antara derai air mata. Sekeras apapun dia memohon, Liang Yi tetap kukuh dengan rasa yang sudah dia simpan di dasar hatinya. Rasa yang tak mungkin bisa digantikan oleh siapapun.

Jiao Yi lantas naik ke atas kereta yang akan membawanya ke rumah calon suaminya itu. Dari atas kereta, Jiao Yi menatap Liang Yi dengan air mata yang tak hentinya mengalir. Betapa dia tidak tega meninggalkan Liang Yi yang akan kesepian selepas kepergiannya kelak. Betapa dia akan merindukan kasih sayang kakaknya yang akan jarang untuk ditemuinya.

Dengan menahan air mata, Liang Yi melepas kepergian Jiao Yi dan melayangkan senyum untuknya. Melihat Liang Yi yang makin menjauh membuat Jiao Yi segera menghentikan laju kereta itu dan berlari memeluk Liang Yi dengan tangisan yang membuat semua orang menjadi terharu.

"Jiao Yi, aku akan selalu berdoa agar hidupmu selalu bahagia. Jangan khawatirkan aku karena aku tidak ingin kamu menderita hanya karena terlalu memikirkanku. Sekarang, sudah waktunya untuk kamu bahagia dan aku akan bahagia jika adikku ini juga bahagia. Kini, kamu sudah harus bertanggung jawab terhadap keluarga barumu dan patuhilah perintah suamimu dan jagalah nama baik keluarga kita," nasehat Liang Yi.

Jiao Yi mengangguk dalam pelukan kakaknya itu. Rasanya, kakinya begitu berat untuk pergi meninggalkan Liang Yi hingga membuat pemuda itu segera menggendong adiknya itu di atas punggungnya yang membuat mereka kembali mengingat masa kecil mereka.

Di saat Jiao Yi kecil menangis, maka Liang Yi akan menggendongnya dan membuatnya kembali tertawa. Masa-masa indah yang tidak mungkin lagi bisa mereka rasakan. Jiao Yi melingkarkan kedua tangannya di leher kakaknya itu dan menangis sesenggukkan.

"Naiklah dan jangan menangis lagi, wajahmu akan terlihat jelek kalau terus menangis," ucap Liang Yi sambil menaikkan adiknya itu ke atas kereta.

Mendengar ucapan Liang Yi membuat Jiao Yi tersenyum di antara air matanya. "Kakak, jaga dirimu. Aku janji akan datang mengunjungimu. Kakak harus menjaga kesehatan Kakak. Kalau aku mendengar Kakak sakit, jangan salahkan aku kalau aku akan datang dan menginap di sini," ucap Jiao Yi yang berusaha untuk tetap tegar.

"Kak Zu Min, tolong jaga Kakakku. Bantulah dia mengurusi desa ini, aku mohon," ucap Jiao Yi kepada Zu Min, pelayan setia Liang Yi.

"Jangan khawatir, Nona. Aku akan menjaga Tuan dengan baik," jawab Zu Min.

Kereta yang membawa rombongan pengantin mulai meninggalkan desa menuju rumah pengantin pria. Liang Yi menatap kepergian kereta itu dengan air mata yang tak bisa lagi dia tahan. Adik yang sangat disayanginya, kini tak lagi bersamanya. Adik yang tak pernah ditinggalkannya, kini meninggalkannya dan menempuh hidup baru dengan pujaan hatinya.

Sementara Jiao Yi masih menangis di dalam kereta. Dia tidak sanggup melihat Liang Yi yang menangis karena kepergiannya. Dia tidak sanggup melihat kakaknya itu meneteskan air mata untuknya. "Kakak, aku janji aku akan bahagia. Semoga kakak juga akan menemukan kebahagiaan agar hatiku bisa tenang meninggalkan kakak," ucap Jiao Yi yang perlahan menghapus air matanya.

Liang Yi menatap kepergian Jiao Yi yang perlahan menghilang.

"Tuan, Tuan tidak apa-apa?" tanya Zu Min yang mencoba memegang tubuh Liang Yi yang hampir saja terjatuh.

"Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin beristirahat sebentar," jawab Liang Yi yang perlahan menghapus air matanya.

Terpopuler

Comments

Nayla

Nayla

ketemu lagi sama si tampan Liang Yi...moga bahagia ya tampan...

2020-05-29

1

Mega Kartalinka

Mega Kartalinka

menarik

2020-05-10

1

Sisilia Jho

Sisilia Jho

makin berat ini..padahal tadi nya aku tuh ngebayangin Liang Yi yg akhirnya menemukan cinta baru hidup bersama dan punya anak..anak Liang Yi dan anak Zhao Li Mei Yin yg akhirnya bertrmu kala mereka dewasa..

2020-05-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!