Part 7

Sudah dua pekan lebih sejak pertemuan Perdana Menteri Qing Ruo dengan Ketua Yuen, tapi sama sekali belum ada jawaban dari Ketua Yuen tentang solusi yang ditawarkan itu.

"Ketua, apa Ketua sudah memikirkan jawaban dari solusi yang ditawarkan oleh Raja Zhao Li?" tanya seorang pemuda yang selalu setia menemaninya. Pemuda itu tampak gagah. Wajahnya cukup tampan walau wajahnya itu terlihat datar tanpa sekalipun tersenyum.

"Yuan, apa menurutmu aku harus menerima tawaran itu?" tanya Ketua Yuen sekadar meminta pendapat dari anak buahnya itu.

Pemuda itu terlihat berpikir. Dia tidak ingin memberikan jawaban yang akhirnya akan membuat tuannya itu menyesal. "Apapun keputusan Ketua, kami semua akan menerimanya. Dan, kalaupun kita menerima tawaran itu, setidaknya kita tidak harus berperang dengan Kerajaan Wu dan jika perang terjadipun, prajurit yang dikirimkan Raja Zhao Li pasti akan membantu kita," jelas Yuan yang menyetujui dengan solusi yang ditawarkan Raja Zhao Li.

Ketua Yuen cukup paham dengan apa yang disampaikan anak buahnya itu. Sebagai pemimpin, dia akan menerima tawaran itu, tapi dia juga masih menginginkan putrinya menikah dengan Raja Zhao Li karena dia ingin sepeninggalnya kelak, putrinya sudah mempunyai seseorang yang bisa menjaganya dan membantunya menjaga semua penduduk di Wilayah Dataran Timur dan menurutnya Raja Zhao Li adalah lelaki yang pantas untuk putrinya walau dia sendiri tahu kalau Raja Zhao Li bukan lelaki yang mudah ditaklukan oleh wanita.

"Baiklah, kalau begitu dalam waktu dekat ini kamu segera membawa suratku untuk Raja Zhao Li. Untuk saat ini, aku akan menerima tawarannya itu, tapi bagaimanapun caranya Putri Yuri harus bisa masuk ke dalam istana dan menjadi istri raja itu. Kita harus bisa masuk ke dalam istana agar kita bisa leluasa menjaga Wilayah Dataran Timur tetap aman. Dan jalan satu-satunya hanyalah menawarkan Putri Yuri untuk  dijadikan istri oleh raja itu," ucap Ketua Yuen yang begitu yakin dengan semua rencananya itu.

Di istana, Raja Zhao Li terlihat gelisah. Sudah dua pekan lebih dia menunggu keputusan Ketua Yuen, karena dia begitu khawatir tawarannya itu akan ditolak. Bagaimanapun juga, dia tidak ingin terjadi peperangan dan tentu saja yang paling dia khawatirkan adalah pernikahan dengan putri Ketua Yuen. Dia tidak ingin membuat Mei Yin bersedih dan dia tidak memerlukan wanita lain dalam kehidupannya karena baginya kehadiran Mei Yin sudah lebih membuat dia bahagia.

"Yang Mulia, ada utusan dari pemimpin Wilayah Dataran Timur yang ingin bertemu dengan Yang Mulia," ucap seorang kasim yang membuat Raja Zhao Li segera bangkit dari tempat duduknya.

"Baiklah, aku akan menemuinya sekarang," jawab Raja Zhao Li yang langsung bergegas menemui utusan itu.

Yuan yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di istana terlihat begitu takjub. Suasana istana yang nyaman dengan aneka bunga yang bermekaran di setiap sisi jalan membuat wajah pemuda itu tersenyum. Senyum karena membayangkan seseorang yang sudah membuat hatinya terpikat dalam diam. "Istana ini sangat indah. Putri Yuri pasti akan menyukai tempat ini." Wajah pemuda yang tidak pernah tersenyum, tampak melayangkan senyumnya walau hanya sesaat. Senyum yang terlihat menawan dari seorang pemuda yang berhati dingin dengan jiwa sekeras baja.

Kini, di depannya telah duduk Raja Zhao Li yang terlihat tampan dan berwibawa. Sesaat, dia kagum dengan wajah tampan yang dimiliki lelaki itu.

"Apa kamu utusan dari Ketua Yuen?" tanya Raja Zhao Li.

Pemuda itu mengangguk kemudian menundukkan kepalanya seraya memberi hormat. "Maaf, Yang Mulia. Hamba datang kemari untuk memberikan jawaban atas solusi yang ditawarkan Raja untuk kami. Sebelumnya, Ketua Yuen ingin meminta maaf, karena baru sekarang memberikan jawabannya." Pemuda itu kemudian melangkah maju dan memberikan gulungan yang sedari tadi dibawanya.

Raja Zhao Li menerima gulungan itu dan mulai membacanya. Walau terlihat tenang, tapi Raja Zhao Li sangatlah gelisah karena dia takut jawaban Ketua Yuen tidak sesuai dengan apa yang selama ini diharapkannya.

Sekilas, raut wajahnya tampak mulai tenang. Rasa kekhawatiran yang selama dua pekan ini mengganggunya perlahan mulai sirna. "Jadi, Ketua Yuen menerima tawaranku. Baiklah, secepatnya aku akan mengirimkan prajurit-prajuritku ke perbatasan Wilayah Dataran Timur dan Kerajaan Wu. Mereka akan membantu kalian jika Kerajaan Wu nekat memerangi kalian. Sampaikan rasa terima kasihku untuk Ketua Yuen dan semoga kerja sama kita akan tetap berjalan baik," ucap Raja Zhao Li dengan senyum yang mengembang di sudut bibirnya.

"Raja Zhao Li ternyata sangat tampan. Aku jadi penasaran dengan permaisuri yang sudah membuat Raja bertekuk lutut hingga tidak ingin mempunyai wanita lain. Sehebat itukah permaisuri?" batin Yuan yang begitu penasaran dengan sosok permaisuri.

Setelah selesai menyampaikan pesan kepada Raja Zhao Li, Yuan akhirnya meminta undur diri. Dengan diantar seorang kasim, Yuan melewati sebuah jalan utama, tapi tiba-tiba pandangannya tertuju pada seorang wanita yang sedang berjalan di depannya. Wanita itu terlihat cantik dan anggun dengan tatapan matanya yang sebiru lautan. Wajah cantik itu sedang tersenyum sambil melihat sang buah hati dalam pelukan seorang dayang yang berjalan di sampingnya.

Ketika wanita itu berjalan di depan mereka, kasim itu menundukkan rasa hormatnya. Begitupun dengan Yuan yang langsung melakukan hal yang sama. Wanita itu tampak tersenyum saat kasim dan Yuan menunduk memberi hormat padanya. Tak hanya itu, tanpa sungkan wanita cantik itu membalas dan menundukkan kepalanya kepada mereka. Sejenak, Yuan merasa kagum dengan kecantikan wanita itu yang hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Tak hanya itu, Yuan juga kagum dengan sikap wanita itu yang menunduk di depan mereka walau dilihat dari penampilannya dia bukanlah wanita sembarangan. "Tuan, apakah wanita itu adalah permaisuri?" tanya Yuan pada kasim itu.

"Benar, dia adalah Permaisuri Mei Yin dan Pangeran Chen Li," jawab kasim itu.

"Apa permaisuri selalu bersikap seperti itu pada setiap orang?" tanya Yuan kembali.

"Permaisuri adalah wanita yang paling dihormati di istana ini. Walaupun begitu, permaisuri selalu bersikap rendah diri. Statusnya sebagai permaisuri tidak menjadikanya wanita yang sombong dan angkuh, karena itulah kami sangat menghormatinya." Kasim itu tersenyum saat menjelaskan tentang permaisurinya yang baginya seperti seorang dewi.

Di dalam hatinya, Yuan mengakui kebenaran dari ucapan kasim itu. Ternyata, wanita yang dicintai Raja Zhao Li adalah wanita yang berbudi luhur. Tak hanya rupa wajahnya yang cantik, tapi sikapnya yang lemah lembut dan baik kepada siapa saja sudah cukup untuk membuat siapapun mengaguminya. "Jadi, inilah wanita yang sudah membuat Raja Zhao Li tidak bisa berpaling? Pantas saja, rupanya tak hanya cantik, tapi dia juga memiliki hati yang sangat baik," batin Yuan memuji.

Di dalam villa bunga, Raja Zhao Li sedang duduk di depan kolam. Wajahnya tampak bahagia dengan senyum di bibirnya. Rasanya, dia tidak sabar untuk bertemu dengan istrinya, hingga dia segera bangkit dari tempat duduknya setelah melihat Mei Yin datang dan berjalan mendekatinya.

Tanpa berkata apapun, Raja Zhao Li lantas meraih tubuh istrinya dan membopongnya masuk ke dalam villa. Wajah Raja Zhao Li yang terlihat bahagia, tidak membuat Mei Yin buru-buru untuk bertanya karena dia tidak ingin mengganggu suasana hati suaminya yang saat ini tampak sedang berbahagia.

Di dalam villa, Raja Zhao Li mendudukkan istrinya di atas tempat tidur. Dengan senyum manja, Raja Zhao Li kemudian berbaring di sisi istrinya dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan sang istri.

"Suamiku, ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu sebahagia ini?" tanya Mei Yin sambil meraih tangan suaminya dan menggenggamnya mesra.

Raja Zhao Li tersenyum dan mengecup tangan istrinya itu. "Akhirnya, apa yang aku khawatirkan selama ini tidak akan menjadi kenyataan. Apa yang aku tawarkan untuk Ketua Yuen, ternyata diterima olehnya dan  itu berarti tidak akan ada pernikahan ataupun peperangan," jelas Raja Zhao Li yang terlihat begitu antusias.

"Apa itu benar? Ah, syukurlah," ucap Mei Yin yang merasa bahagia saat mendengar berita itu hingga wajahnya terlihat menawan dengan senyum yang terpancar dari sudut bibirnya. Melihat senyum indah istrinya itu, membuat Raja Zhao Li memandanginya.

"Apa kamu senang? Apa itu berarti kamu juga tidak menginginkan suamimu ini menikahi wanita lain?" tanya Raja Zhao Li yang kemudian bangkit dan duduk di depan istrinya itu.

Mendengar pertanyaan suaminya, Mei Yin menjadi salah tingkah, karena bagaimanapun juga seorang istri tidak akan mungkin merelakan suaminya untuk memiliki wanita lain.

Melihat Mei Yin yang terdiam, Raja Zhao Li tersenyum karena dia tahu istrinya tidak akan mungkin merelakannya untuk mempunyai selir dan itu artinya istrinya sangat mencintainya dan tidak ingin dirinya membagi cinta dengan wanita manapun.

Dengan lembut, Raja Zhao Li meraih tubuh sang istri dan dipeluknya. "Aku tahu, kamu tidak ingin aku memiliki wanita lain selain dirimu. Istriku, sampai kapanpun kamu tetaplah satu-satunya wanita di dalam hidupku dan tidak akan ada wanita lain selain dirimu. Aku akan lakukan apa saja agar kita tidak akan pernah berpisah walau aku harus mati, aku akan mati di sampingmu. Aku janji padamu," ucapan Raja Zhao Li membuat Mei Yin menitikkan air mata bahagia. Dipeluknya suaminya itu dan menangis dalam pelukannya. Dia bahagia karena dia begitu dicintai oleh suaminya itu.

"Terima kasih karena kamu begitu mencintaiku. Sampai kapanpun, aku akan selalu ada di sampingmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu," ucap Mei Yin yang membuat Raja Zhao Li mengangkat dagu istrinya itu dan menatap wajah cantik yang kini menitikkan air mata untuknya. Dengan lembut, Raja Zhao Li menghapus air mata di pipi sang istri dan mengecup keningnya dengan mesra dan merangkulnya dengan sepenuh cinta.

*****

Sudah hampir dua bulan, Jiao Yi tinggal di desa dan selama itu pula dia tidak lagi merasa tertekan. Bahkan, selama tinggal di desa dia merasa bahagia karena bisa merasakan kembali kebersamaan bersama sang kakak dan juga warga desa yang selalu membantunya. Perlahan, tapi pasti dia sudah mulai melupakan semua kenangan buruk yang sudah membuat hidupnya menderita. Dia ingin melanjutkan hidupnya dan bahagia bersama sang kakak.

"Nona, istirahatlah. Nanti kami yang akan menyelesaikannya," ucap seorang wanita yang mencoba membantu Jiao Yi saat mengangkat peralatan makan yang baru selesai dicucinya.

"Tidak apa-apa, aku bisa melakukannya sendiri. Kalian jangan terlalu mengkhawatirkanku, aku baik-baik saja," ucap Jiao Yi sambil meletakkan barang-barang itu di atas meja.

Jiao Yi lantas mengerjakan pekerjaan yang lainnya, walau sudah dilarang, tapi Jiao Yi masih saja bersikeras untuk tetap membantu, hingga tiba-tiba piring di tangannya terjatuh dan tubuhnya yang tiba-tiba merasakan pusing hingga membuatnya hampir terjatuh.

"Nona, Nona kenapa?" tanya mereka hampir bersamaan sambil memegang tubuhnya yang sudah sempoyongan.

"Aku tidak apa-apa, aku hanya sedikit pusing," jawabnya dengan wajah yang terlihat pucat.

Mereka lantas mendudukannya dan memberikannya segelas air. "Nona, minumlah. Aku akan panggil Tuan Liang Yi," ucap salah satu wanita, tapi Jiao Yi segera menahannya.

"Tidak usah, jangan membuat kakakku kembali mengkhawatirkanku. Tenanglah, aku baik-baik saja." Jiao Yi meminta mereka untuk tidak memberitahukan kakaknya. Dia tidak ingin Liang Yi khawatir padanya. Jiao Yi kemudian menyandarkan punggungnnya dan memejamkan matanya sekadar untuk menghilangkan rasa pusing yang terasa mengganggunya.

Baru saja dia memejamkan matanya, tiba-tiba dia dikagetkan dengan kedatangan seorang gadis muda yang panik hingga memaksanya untuk kembali membuka matanya. "Nona, Nona Jiao Yi," panggilnya panik.

"Ada apa? Kenapa kamu panik seperti itu?" tanya wanita yang lain.

"Laki-laki itu, maksudku suami Nona datang dan memaksa untuk bertemu dengan Nona. Sekarang, Tuan Liang Yi sedang ... "

Mendengar tentang mantan suaminya yang datang membuat Jiao Yi langsung bangkit dan peegi menemui mantan suaminya itu.

"Kakak, tolong pertemukan aku dengan istriku, aku ingin bertemu dengannya," pinta lelaki itu memohon sambil berlutut di depan Liang Yi.

"Aku mohon, Kak. Aku berjanji akan mencintainya dan menjaganya," lanjut lelaki itu mengiba.

Melihat mantan suaminya itu, Jiao Yi menjadi emosi dan langsung mendekatinya dan menampar wajahnya. "Pergi kamu dari sini. Untuk apa kamu datang kesini? Setelah dua bulan aku di sini, sekarang kamu datang dan bilang kamu mencintaiku? Kenapa? Apa perempuan itu sudah meninggalkanmu? Pergi kamu dari sini, pergi!!??" Jiao Yi terlihat marah hingga membuat Liang Yi segera memeluknya.

"Adikku, sudahlah," bujuk Liang Yi sambil memeluknya.

"Kakak, usir dia. Jangan biarkan dia datang ke sini lagi, aku sangat membencinya!!??" ucap Jiao Yi dengan air mata dan rasa marah yang sudah memuncak, hingga akhirnya Jiao Yi tiba-tiba jatuh pingsan dan terkulai lemas dalam pelukan sang kakak.

Terpopuler

Comments

Sisilia Jho

Sisilia Jho

Jiao Yi hamil..dan gimana sih karakter suami nya Jiao Yi..kan tadi nya Jiao Yi tiba² menikah dan di boyong kerumah suaminya..lalu tiba² rumahtangganya yg brantakan dan di jemput kembali oleh Liang Yi..jadi nya aku gak kenal suami Jiao Yi ini dan gak bisa ngebayanginnya..

2020-05-04

1

Ayumi Mimi

Ayumi Mimi

Jgn2 jiao yi hamil,trakhir kn suaminya maksa jiao yi muasin nafsu nya..

2020-04-08

2

Aghie Sun

Aghie Sun

sepertinya ada akan prahara lagi...

2020-01-18

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!