Part 17

Wanita yang terlihat cantik dan anggun itu perlahan berjalan mendekati mereka. Tatapan matanya yang teduh dengan bola mata berwarna biru laut itu tampak indah. Wajah cantiknya yang tampak tersenyum kini berjalan mendekati sang suami yang masih menatapnya dengan takjub. "Maaf, jika kalian menunggu lama. Aku harus membujuk Chen Li dulu agar bisa bermain bersama Dayang Ling, kalau tidak anakku itu tidak akan mengizinkanku untuk keluar," ucap wanita itu yang tidak lain adalah Mei Yin.

"Tidak masalah, istriku. Aku akan tetap menunggu karena aku tahu kamu pasti tetap akan datang menemuiku," ucap Raja Zhao Li sambil merangkul mesra tubuh istrinya itu.

"Jangan seperti itu, aku malu jika kamu memelukku di depan mereka," bisik Mei Yin pelan, walau sebenarnya mereka bisa mendengar ucapannya itu.

"Hormat hamba, Permaisuri. Hamba, Putri Yuri dari Wilayah Dataran Timur, siap melayani Permaisuri," ucap Putri Yuri sambil menundukkan wajahnya seraya memberi hormat pada wanita yang kini berdiri di depannya.

"Sudahlah, jangan bersikap seperti itu. Kamu boleh melakukan hal semacam ini kalau diluar dari villa bunga, tapi jika masih berada di villa bunga, maka perlakukan aku seperti temanmu," ucap Mei Yin dengan senyum yang terpancar dari sudut bibirnya.

Putri Yuri mengangkat kepalanya dan tersenyum. Melihat Mei Yin yang kini duduk di samping Raja Zhao Li membuat Putri Yuri merasa terabaikan. Di dalam hati kecilnya, dia tidak bisa pungkiri kalau wanita yang telah membuat Raja Zhao Li tidak bisa berpaling pada wanita lain ternyata memiliki kecantikan bak seorang dewi. Wajah cantiknya tampak berbeda dengan wanita lain. Warna matanya yang sebiru lautan menjadi daya tarik tersendiri baginya. Belum lagi dengan tutur bahasanya yang terdengar lembut dan sopan.

Sementara Jenderal Wang Li sangat pandai menyembunyikan rasa kagumnya pada wanita yang sudah berhasil menggoyahkan hatinya itu. Walau wajahnya terlihat biasa saja, tapi jauh di dalam lubuk hatinya ada suatu getaran yang membuat dia begitu mengagumi wanita yang sudah bersuami itu. Dia begitu kagum dengan kecantikan Mei Yin yang sudah berhasil mengalihkan hati dan perasaannya yang selama ini dingin dan tak tersentuh oleh wanita manapun. "Sampai kapan aku bisa bertahan dengan perasaanku ini. Apakah aku pantas untuk mencintai adik iparku sendiri?" batin Jenderal Wang Li saat menatap ke arah Mei Yin yang tengah tersenyum.

Kecantikan dan keanggunan seorang Mei Yin telah membuat Putri Yuri menjadi iri. Dia merasa tidak sebanding dengan kecantikan wanita itu. Sedari tadi, tatapan mata Raja Zhao Li hanya tertuju untuknya sedangkan dirinya, tak sekalipun ditatap oleh Raja Zhao Li. "Pantas saja Raja Zhao Li tidak menerima tawaranku. Rupanya, wanita ini sangat cantik hingga membuat Raja Zhao Li tidak bisa berkutik," batin Putri Yuri saat melihat kemesraan yang ditujukan Raja Zhao Li untuk Mei Yin.

Raja Zhao Li dan Mei Yin sangat menikmati pertemuan itu, tapi tidak bagi Putri Yuri dan Jenderal Wang Li. Mereka kini tengah tersiksa dengan perasaan mereka sendiri yang coba mereka sembunyikan lewat tawa dan senyum palsu mereka.

"Sepertinya, aku harus kembali. Maaf, lain kali aku pasti akan berkunjung lagi," ucap Putri Yuri sambil bangkit dari tempat duduknya dan meminta undur diri.

"Baiklah, kami tidak bisa memaksa. Pintu gerbang Kerajaan Xia akan selalu terbuka untukmu. Jadi, jangan sungkan untuk datang ke sini," ucap Mei Yin lembut.

"Terima kasih, Permaisuri. Aku sangat mengharagai itu. Maaf, aku pamit dulu," ucap Putri Yuri sambil menunduk memberi hormat dan kemudian pergi meninggalkan villa bunga.

"Kenapa? Apa Kakak Wang juga ingin pergi?" tanya Raja Zhao Li pada Jenderal Wang Li.

Jenderal Wang Li tersenyum. "Kenapa berpikiran seperti itu? Ayo, temani aku habiskan arak-arak ini," ucap Jenderal Wang Li sambil meneguk segelas arak.

"Kakak Wang, jangan terlalu banyak minum arak, itu tidak baik untuk kesehatan. Kalau seperti ini, lain kali aku tidak akan menyediakan arak lagi untuk kalian berdua," ucap Mei Yin yang membuat Jenderal Wang Li tersenyum.

"Baiklah, baiklah, aku tidak akan meminum arak lagi," jawab Jenderal Wang Li yang membuat Raja Zhao Li dan Mei Yin tersenyum.

Mereka bertiga tampak akrab. Tawa dan canda terdengar dari tempat itu. Rupanya, Raja Zhao Li semakin menyukai Jenderal Wang Li yang sudah berhasil membuat Raja Zhao Li bersimpati padanya.

"Istriku, aku ingin melihatmu menari. Kamu mau, kan?" tanya Raja Zhao Li yang membuat Mei Yin terkejut. Pasalnya, Mei Yin tidak pernah lagi menari di depan orang lain selain kepada suami dan putranya, tapi kini dia diminta untuk menari di depan Jenderal Wang Li.

"Tidak mengapa jika kamu menari di depan Kakak Wang, dia kan Kakakku. Ayo, menarilah," ucap Raja Zhao Li yang terus meminta Mei Yin untuk menari.

"Sudahlah, Adik Zhao. Adik Mei Yin, jangan dipikirkan permintaan suamimu itu, lain kali aku akan menghibur kalian dengan petikkan kecapi, jari-jariku ini sangat lihai memainkan kecapi," ucap Jenderal Wang.

"Apa benar ucapanmu itu? Kalau begitu, sekarang aku ingin mendengar permainan kecapi Kakak Wang." Raja Zhao Li kemudian meminta seorang dayang untuk membawakannya kecapi.

Dan benar saja, Jenderal Wang Li sangat lihai memainkan alat musik itu. Jari jemarinya begitu lihai memainkan setiap senar hingga menciptakan suatu melodi yang sangat indah. Mendengar suara petikkan kecapi membuat kaki Mei Yin bergoyang mengikuti irama petikan kecapi itu.

"Adik Mei Yin, menarilah," ucap Jenderal Wang Li saat melihat Mei Yin yang memejamkan mataya sambil menggerakan kakinya, seakan dia tahu kalau saat ini wanita itu sangat ingin menari.

"Menarilah, aku izinkan kamu menari, tapi hanya di depan kami," ucap Raja Zhao Li. Selama ini, Mei Yin hanya menari tanpa diiringi petikan kecapi. Dan, di saat dia melihat Jenderal Wang Li memainkan kecapi membuat dia teringat dengan Liang Yi yang selalu memainkan kecapi untuknya.

Mei Yin tanpa sadar kemudian bangkit dan mulai menari mengikuti petikkan kecapi yang lembut. Gerakan tariannya begitu indah hingga membuat Jenderal Wang Li terpukau. Selama ini, dia tidak pernah melihat tarian yang begitu indah dan begitu menarik perhatiannya. Gerakan gemulai tubuh Mei Yin seakan menambah rasa kagumnya hingga membuatnya terus memainkan kecapi itu.

Melihat Mei Yin yang terus menari membuat petikan kecapi yang awalnya lembut, perlahan mulai lebih cepat dan Mei Yin mampu menyeimbanginya dengan tarian yang juga semakin cepat. Sejurus, Jenderal Wang Li menatap wajah Mei Yin yang tampak tersenyum seakan ada suatu kepuasan hingga membuat wajah wanita itu terlihat semakin cantik.

Jenderal Wang Li terus memperhatikan Mei Yin hingga tanpa sadar petikan kecapinya terhenti karena tali senarnya tiba-tiba terputus. Gerakan tarian Mei Yin pun ikut terhenti dan tatapan matanya terlihat kepuasan dengan sebuah senyum yang terpancar dari sudut bibirnya. Nafasnya turun naik dengan peluh yang membasahi wajahnya.

Jenderal Wang Li tampak begitu kagum dan takjub, dan tanpa dia sadari jarinya telah mengeluarkan darah karena tajamnya tali senar yang menghantam jarinya itu.

"Kakak Wang, jarimu berdarah," ucap Mei Yin yang kemudian mengambil pita rambut miliknya dan mengikatnya pada jari lelaki itu.

Jenderal Wang Li tidak berusaha untuk menghindar, bahkan dia membiarkan tangan lembut Mei Yin menyentuh jari-jarinya yang berdarah. Tanpa rasa jijik, Mei Yin membalut jari yang terluka itu. Di depannya, wajah Mei Yin terasa begitu dekat. Jantungnya berdetak lebih cepat. Peluh yang membasahi wajah Mei Yin membuat hasratnya untuk menghapus peluh itu dengan tangannya, tapi dia mencoba menahan hasrat itu hingga membuanya menarik tangannya dari tangan lembut Mei Yin yang belum selesai membalut lukanya itu.

"Sebaiknya aku harus kembali. Luka di jariku ini sudah membuat kalian khawatir padaku. Ah, kenapa juga jariku harus berdarah seperti ini? Adik Mei Yin, tarianmu sungguh luar biasa. Aku tidak tahu kalau ternyata kamu sangat pandai menari. Kalau jariku sudah sembuh, apa boleh aku mengiringi tarianmu dengan petikan kecapiku yang biasa saja ini?"

Suami istri itu tersenyum dan mengangguk. "Aku akan menari hanya di villa bunga, jadi kalau ingin melihatku menari, datang dan temani suamiku ini, maka aku akan menari untuk kalian berdua," ucap Mei Yin sambil menggenggam tangan suaminya itu.

"Baiklah, aku sangat beruntung karena bisa menikmati tarian seindah ini, kalau begitu aku pasti akan sering-sering datang ke sini. Ah, sebaiknya aku harus pergi, aku tidak ingin mengganggu kalian," ucapnya dengan senyum dan kemudian pergi meninggalkan villa bunga.

Wajahnya yang tersenyum perlahan berubah. Dia tatap kembali tangannya yang tadi berdarah. Sama sekali dia tidak merasakan sakit walau luka itu berdarah, tapi luka di hatinya yang tidak berdarah cukup membuat hatinya merasakan sakit luar biasa. Sakit karena menahan cinta terlarang. Cinta yang tumbuh tanpa di duga. Cinta yang hadir tanpa dipaksa.

Di atas tempat tidurnya, Jenderal Wang Li membuka pita rambut yang melilit di jarinya yang terluka. Tangannya tak lagi berdarah. Pita rambut berwarna biru laut itu kemudian ditatapnya.

Tubuh kekarnya direbahkan di atas tempat tidur dan masih menatap pita rambut itu. "Ah, apa aku benar-benar jatuh cinta padanya? Kenapa bayangan wajahnya tidak bisa aku lupakan?" ucapnya sambil mencium pita rambut itu dan memejamkan matanya. Tercium bau harum dari aroma rambut Mei Yin dengan aroma anyir darahnya yang tercampur. Wajah tampannya tampak tersenyum saat mengingat kembali senyuman dan kecantikan wajah Mei Yin yang sudah membuatnya jatuh cinta.

"Apa aku harus memilikimu? Apa aku harus merebutmu agar kamu selalu ada di sisiku?" batin Jenderal Wang Li yang perlahan membuka matanya. Tampak, sebuah tatapan yang sangat berbeda. Tatapan yang terlihat egois dan penuh ambisi. Tatapan yang tak pernah diperlihatkan pada orang lain karena itulah tatapan matanya yang sebenarnya.

Sementara Putri Yuri masih memikirkan kejadian tadi siang. Dia begitu takjub dengan kecantikan Mei Yin hingga membuatnya tidak berkutik. Bagaimana mungkin dia bisa meraih hati Raja Zhao Li kalau di samping lelaki itu ada seorang wanita yang sangat sempurna?

"Wanita itu memang sangat cantik. Pantas saja Raja Zhao Li tidak bisa berpaling. Kalau seperti ini, aku tidak akan bisa punya kesempatan untuk menjadi permaisuri. Jangankan menjadi permaisuri, untuk menjadi selir saja itu rasanya sudah tidak mungkin." Putri Yuri tampak gelisah. Dia terus berusaha memutar otak agar bisa mendapat cara untuk memuluskan tujuannya, tapi kembali lagi dia harus kecewa karena tidak ada lagi jalan untuknya.

*****

Di desa, Liang Yi tampak duduk di depan rumahnya dengan sebuah kecapi yang ada di tangannya. Cuaca di malam itu cukup tenang. Bintang bertaburan di hamparan langit hitam. Bulan purnama tampak terang dengan cahayanya yang menyinari tempat itu.

Liang Yi mendongakkan kepalanya dan menatap keindahan langit di malam itu. Bibirnya tampak tersenyum karena ingatan masa lalu kembali mengusiknya. Ingatan masa lalu yang tak mungkin bisa dia lupakan dan selalu akan tersimpan untuk selamanya.

Jari-jarinya perlahan memainkan tali senar, hingga menciptakan suara alunan yang begitu merdu. Suara petikkan kecapi terdengar begitu syahdu di kesunyian malam. Matanya terpejam dan membayangkan seorang wanita sedang menari di depannya. Tubuh wanita itu begitu gemulai dengan tarian yang begitu indah. Senyum dan tawa terpancar dari sudut bibir ranum wanita itu hingga membuatnya ikut tersenyum.

Liang Yi begitu menikmati alam imajinasinya yang membuat wajah wanita itu tidak pernah bisa hilang dari ingatannya. Wajah cantik yang sudah membuatnya tidak bisa menerima wanita manapun di dalam hidupnya. Dan kini, wajah itu masih mengganggu alam bawah sadarnya hingga membuatnya lupa kalau wajah cantik itu takkan pernah bisa dimilikinya.

Tiba-tiba, suara petikan kecapi itu terhenti. Matanya yang terpejam perlahan terbuka dan mendapati salah satu jarinya telah berdarah. Ah, sungguh pesona seorang wanita bisa membuat seorang lelaki tidak berdaya. Kegagahan mereka akan runtuh di depan wanita yang sudah membuat mereka takluk hingga rela terluka dan berdarah.

Liang Yi menatap jarinya itu dan menyunggingkan sebuah senyuman. "Aku tidak keberatan jika jari-jariku berdarah, asalkan wajahmu masih tersimpan baik dalam ingatanku. Walau aku tidak mungkin bisa memilikimu, tapi izinkan aku untuk memiliki bayangan wajahmu itu."

Sementara dua orang lelaki sedang membayangkan dirinya, Mei Yin dan Raja Zhao Li sedang asyik memandangi langit hitam yang bertaburan bintang dengan cahaya bulan purnama yang menerangi taman di villa bunga.

Tubuh Mei Yin yang kini hangat dalam pelukan Raja Zhao Li, sedang menatap langit yang sama dengan langit yang kini ditatap oleh Liang Yi.

Matanya tak berhenti memandangi keindahan langit di malam itu. Langit yang sama yang dulu pernah ditatapnya dengan seseorang yang pernah dicintainya. "Bagaimana kabarmu, Lian. Aku harap kamu bahagia di sana karena aku kini sangat bahagia," batinnya.

Mei Yin kemudian membalikkan tubuhnya dan menenggelamkan tubuhnya itu dalam pelukan Raja Zhao Li yang semakin mengeratkan pelukannya. "Aku mencintaimu," ucap Mei Yin lembut.

Raja Zhao Li tersenyum dan mengecup mesra kening istrinya itu. "Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu," jawab Raja Zhao Li sambil menatap ke langit hitam yang kini sedang ditatap Liang Yi, jauh di sana.

Terpopuler

Comments

Sisilia Jho

Sisilia Jho

ck.cinta Liang Yi udah bikin nyesek di tambah jendral Wang Li yg sepertinya berambisi bikin mumet kepala ini..

2020-05-04

2

Anisa Sifa

Anisa Sifa

lanjut

2020-02-10

2

Adithya Gaming

Adithya Gaming

kasihan liang yi...

2020-02-08

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!