Episode. 16

" Uh? "

Mataku berat, kepalaku masih saja sakit, tubuhku seperti mati rasa, tanganku kesemutan.

" Eh kak Kevin dan Kak Nadiya disini? " Batinku ketika melihat mereka berdua tertidur tepat di samping ranjang.

Kak Nadiya meniduri tanganku, yang juga disebelahnya ada kak Kevin yang ikut tidur. Ada sedikit perasan lega mengetuk kekhawatiranku, bibirku tersenyum berat dengan sisa tenaga yang ku miliki.

" E?. Afika kamu sudah sadar.. " Guman Kak Nadiya yang terbangun dari tidurnya seiring menggosok kedua matanya.

" Eh? Afika kagetin yah?! " Ucapku seraya menahan rasa sakit akibat kesemutan.

" Hm? " Kevin ikut terbangun.

" Selamat bangun tidur kak... " Sautku pelan dengan memaksakan senyum.

" Sudah sadar yah. " Sautnya lalu beranjak pergi tanpa berkata apapun lagi.

" Eh? kok malah langsung pergi. " Tanyaku dengan suara yang pelan.

" Oh, biarin dia deh. gimana perasaan kamu? " Seru kak Nadiya yang mulai sadar sepenuhnya.

" Oh, lumayan kecuali... " Aku melihat tanganku yang masih di genggam kak Nadiya.

Ia ikut melihat arah pandanganku yang tetap pada genggamannya.

" Eh?! maaf!.. Apa kesemutan yah?! " Kejut Kak Nadiya lalu melepas genggamannya.

" Hehe... Iyah... untung Kaka jadiin bantal, kalo ngak! Afika ngak bakalan bangun karena kesemutan. " Sautku berusaha tersenyum.

" Ah... maaf yah dek! soalnya kamu pingsannya lama banget... " Wajah itu terlihat begitu cemas.

" Loh baguskan.. coba kalo ngak kesemutan. pasti Afika udah koma! Heheh " Candaku.

" Huhsss.. Hahah " Kak Nadiya Terkekeh.

Selang beberapa menit setelah kepergian kak Kevin, Akhirnya sosok berjas putih pun datang bersamanya dari ambang pintu yang telah terbuka.

" Eh dok!? " ucap Kak Nadiya lalu beranjak berdiri.

Sosok itu mendekatiku, lalu melakukan beberapa pengecekan pada bangian area tertentu.

" Loh? kok ada om dokter? emang sekolah punya dokter yah? " Tanyaku linglung.

" Kamu di rumah sakit... " Guman kak Nadiya dengan gerakan mulutnya.

" Eh? rumah sakit? kok separah itu sih? kok malah kayak jadi lebay sih Afika? " Batinku.

Setelah dokter melakukan beberapa pekerjaan kecilnya.

" Nona. Afika? bagaimana perasaanmu sekarang? " Tanya dokter.

" Senang dok!! " Singkatku lalu tersenyum.

Mendengar jawabanku, Sosok dokter tersebut tertawa kecil dan kak Nadiya malah menepuk jidatnya dengan wajah rada kesal. Mendapati moment ini, aku mendadak bingung dan menurunkan reaksi senangku.

" Hahaha... kamu ini, maksud saya bukan itu, tapi bagaiman perasaan yang kamu rasakan dengan kondisiku sekarang? apakah ada keluhan sakit atau lainnya? " Jelas Dokter setelah menertawakan ku.

" Oh, Afika ndk tau dok, tadi Afika sempat mimpi sesuatu cuman Afika tidak bisa ingat lagi mimpi apa itu, bahkan Afika tidak tahu loh kenapa Afika bisa di rumah sakit?! Afika ingatnya Afika di bawa ke UKS. Terus Afika juga terus rasain sakit kepala selama bermimpi, sampai bangun pun masih sakit, sekarang pun juga.. Udah gitu aja dok! Hehe... " Keluhku panjang lebar sambil bertingkah.

" Oh, Baiklah. Eh dek? dimana walinya? " Kini pertanyaan itu dilempar pada kedua orang di samping ranjang ku.

" Lagi keluar bentar dok! Ada apa? " Jawab kak Nadiya.

" Tidak ada apa apa, hanya mau menyampaikan beberapa hal saja pada wali Afika. Baiklah kalau tidak ada hal lain, saya pamit dulu, kalau walinya sudah datang, bisa temui saya di ruangan sebelah. " Jelas Dokter lalu meninggalkan kami bertiga.

" Oh iyah!! Afika lupa!!! " Seruku keras karena baru menyadari akan hal penting.

" Kenapa dek?? " Tanya Kak Nadiya menanggapi serius.

" Afika lupa tanya, kenapa Afika bisa di sini. kan Afika tadi di UKS? " Ceplosku membelalakkan mataku.

" Astaghfirullah... Afikaaaaaa.... kamu ini bikin orang kaget saja! " Wajahnya sangat kesal.

" Hehehe.. kan Afika juga kaget tau ... " Tawaku.

" Tadi kamu tiba-tiba pingsan karena... " Kalimat Kak Nadiya tertahan akibat tatapan Kak Kevin yang menakutkan.

" Kenapa kak?! " Tanyaku penasaran.

" Karena...itu.. eh kamu tadi pingsan karena tadi kamu ... " kalimatnya berputar-putar seiring bola matanya yang tak tenang.

" Karena kondisimu lemah. Tekanan darahmu sangat rendah, Ibu Jessica cemas jadi dia mengantarmu ke rumah sakit untuk si opname. " Jelas kak Kevin sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

" Oh? Afika kurang tidur yah? kalo tensi Afika rendah pasti kurang tidur.. tapi Afika kan tidur tepat waktu?? " Ucapku sambil mengingat jam tidurku.

" Sudah! itu bukan satu satunya penyebab, makanan yang kau konsumsi juga bisa jadi salah satunya. " Nada bicaranya benar benar tidak Manarik, terlalu datar.

" Huh!.. kok malah jadi galak sih kak Kevin! " Kesalku lalu membuang muka ke arah lain.

" Hah.... terserah kau Lah! aku lelah, mau pulang! cepatlah sehat! ulangan tidak lama lagi! " Serunya sambil mengambil Tasnya di atas ranjang lain di ruangan ini.

Ia seperti tidak memperdulikan aku yang tengah terbaring disini, sungguh teman yang buruk. Aku pikir dia tidak akan sediam itu kalau aku berteman dengannya, ternyata sama saja. Dia bahkan tidak tau cara tersenyum pada topik lawak manapun.

" Eh Kevin tungguu!!! " Seru Kak Nadiya yang juga ikut meraih tasnya di tempat yang sama.

" Afika.. Kakak pamit yah! soalnya mau ada urusan OSIS di sekolah... kamu tunggu mamamu yah!! jangan kemana kemana lagi!!! dadahh!! Assalammualaikum... " Pesannya dengan terburu-buru dari balik pintu yang ingin ia tutup.

"Waalaikumsalam... Hati-hati kak...... " Batinku dengan sedikit perasaan sedih.

Kepulangan mereka berdua, membuat rungan yang besar ini sangat sepi untuk seorang anak sepertiku. Dalam ruangan ini ada satu kamar mandi, satu sofa panjang dan 3 loker untuk tiap 3 ranjang yang berjejer.

" Sepi sekali... " Lirihku sambil menatap jendela dengan rasa sedih.

Ruangan ini sangat mati akan suasananya, kesunyian ini terlalu menusuk batinku.

" Lagi-lagi ditinggal sendirian dengan waktu lama. " Lagiku lirih.

Aku mengubah posisiku dari baring menjadi duduk, lalu tiba-tiba seseorang telah membuka daun pintu yang sedari tadi tertutup tenang-tenang.

" Assalammualaikum... Afika? " Seru seorang wanita paruh baya di balik pintu yang kini telah ia tutup.

" Waalaikumsalam.. mamah!!? " Senagku.

" Alhamdulillah... udah siuman, gimana nak, perasaanmu? " saut mama menghampiriku.

" Sepi... Afika sedih, teman teman pulang. " Wajah cemberut kini telah hadir.

" Jangan gitu dong, mereka kan sudah bangu jagain kamau dari pagi... sampe skarang tadi mama ketemu udah jam 4 sore... mama senang kamu dapet teman yang baik di sekolah itu nak?! " Jelas wajahnya terlihat bahagia dengan suasan ini.

" Eh? Iyah mah!!.. Alhamdulillah.. berkat guru juga.. oh yah mama di suruh dokter ke ruangannya di sebelah tuh!.. " Ucapku yang tengah melihat tangan mama sedang bergerak membuka bawaannya.

Seketika pergerakan tangannya berhenti mendadak, ia melihat kearah putri kecilnya yang tengah melemah, yaitu aku. Sorotan matanya bergetar, ada sesuatu yang ia takutkan sejak dahulu, kini apakah ketakutan itu akan segera menemuinya? Aku tahu akan satu rahasia kecil, dimana terletak sebuah selembar gambar yang berisikan 4 sosok dewasa dan juga dua gadis kecil yang lugu serta satu anak lelaki.

" Kalau gitu kamu makan sendiri dulu yah sayang? Mamah ingin menemui dokter dulu. " Ucapnya sambil membelai lembut hijab yang membalut kepalaku.

Ucapannya tidak ku iyakan sama sekali, namun tubuh serta langkahnya seakan bertolak belakang ketika dipinta untuk menemuinya.

" Temani aku untuk mendengar pembicaraannya. " Perintahku.

Ruang dokter XXXX.

" Ia mengalami sebuah trauma yang sangat dalam, hal ini menyebabkan ia akan lupa ingatan setiap kali berhubungan dengan Darah. Kondisi ini tidak boleh terus berlanjut, ada hal dimana sistem saraf otaknya akan memicu perintah secara asal-asalan. Bisakah ibu beri tahu? sejak kapan ia mengalami trauma seperti ini? " Seru dokter pada seorang ibu paruh baya.

" Sejak sekitar usia 6/7 tahun dok. Dokter? lalu tidak adakah metode yang bisa membantu penyembuhan trauma anak saya ini yah? " Timbal seru seorang wanita.

" Ada, Ibu bisa melakukan terapi pada Dokter spikologis kami. Ia bisa membantu anak ibu dengan menghipnotisnya agar menutup traumanya di tempat yang tidak bisa ia jangkau. " Lagi timbal dokter.

Selama sesi permbicaraan itu, ada sosok anak kecil yang tengah membawa tiang beserta botol opnamenya untuk mencuri informasi mengenai dirinya, dan sosok itu ialah diriku.

Aku tahu, satu Rahasia yang tidak akan sanggup ia ungkapkan sendiri padaku sampai kapanpun.

" Hantar aku pulang ke ruanganku. " Lagi perintahku pada seorang anak gadis di sampingku.

Aurah gelapnya memancarkan perintah dendam yang dalam, serta menyalurkan penderitaan pada setiap orang yang berhubungan denganya. Ia mengukir senyuman mengerika di sepanjang bibir yang penuh bekas jahitan kasar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!