Kak Nadiya juga Kak Kevin enggan berucap mengenai Naufal, padahal selama seminggu ini kami berlima terus terusan berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguknya. Akan tetapi tiap di dalam ruangan, keduanya hanya terpaku membisu menatap gerak gerik kami yang asik bersenda gurau.
" Afika... aku heran kok kamu bisa sih ngerti ngomongnya apa? " Seru kak Putri di sela candaan kami.
" Ohh.. itu.... jadi gini kak Put, dulu itu... Afika.... punya teman.... yang kayak gini... karna kita.... sama sama tidak punya teman.... jadi Afika sempat temenin dia di kelas.... awalnya Afika juga ngak ngerti... tapi lama kelamaan ..... eh malah paham.... sangat! paham!!.... " Sautku bertingkah polos.
" Truss.. kamu tau itu karna apa? " Lagi kak Putri bertanya dengan memandangku penuh arti.
" Tau kok... tau... " Sautku.
" Karna apa? " Seru Latifa menyelah.
" Itu.... karna... cacat dari lahir.... teruss... dia dari lahir... tuli... nah karna tuli... dia ngak bisa dengar cara ngomong yang bener... hanya tau bentuk mulut kita doang... makanya waktu ngomong pun.... temanku itu ngak jelas... hanya huruf fokal saja yang paling jelas.... dan dia bisa tau kita lagi ngomong sama dia karna.... dia pake yang kayak di telinganya Naufal itu tuh.... " Lagi ku menjelaskan seraya menunjuk benda yang menempel di telinga Naufal.
" Loh... ini apa emangnya? " Seru Latifa.
" Itu... " kalimatku terpotong.
" Hearing Aid , namanya Hearing Aid. " Saut kak Kevin.
Mendengar sautannya, kami bertiga seketika melihat ke arah tempat kak Kevin dan Kak Nadiya yang tengah terdiam membisu di atas sofa setiap menjenguk Naufal.
" Hehe.. Kak Kevin tau juga yah!! " Ucapku tertawa.
Singkat cerita.
Setelah hari itu, kami tidak perna lagi menjenguk Naufal, sebab ia telah di bawa ke luar kota untuk terapi. Aku perna mendengar rumor bahwa ia akan bisa mendengar kembali jika rutin mengikuti terapi di kota tersebut.
Tak terasa kini aku telah duduk di kelas 5. Kak kak Nadiya, Kak Putri, Kak Feby, juga Kak Kevin, saat ini pun telah duduk di bangku kelas 2. Senang rasanya bisa terus bermain bersama mereka, akan tetapi Latifa pindah sekolah karena urusan dinas ayahnya.
Koridor sekolah.
" Kamu sendirian lagi? " Seru dari arah belakangku secara tiba-tiba.
Aku menoleh,
" Eh Iyah, kak. Kakak juga seperti biasa yah! sendiri! Hehe " Ucapku melihatnya sambil tersenyum.
" Boleh aku ikut kamu makan di kantin? " Suaranya tidak berirama, namun tetap nyaman didengar olehku.
" Eh? " Aku kaget mendengar, lalu mendadak sedih dalam sekejab.
" !? Kamu ngak mau yah? tidak apa apa lain kali saja, Aku duluan. " Pungkasnya lalu berjalan lebih dahulu.
Tubuhnya menghilang dibalik gerombolan siswa/i yang dilewatinya, tak lama langkahku juga ikut melewati gerombolan itu untuk segera menemui temanku di kantin, tempat biasa kami duduk bila bell istirahat.
" Bukan begitu.... Afika hanya tidak mau dibuli terus oleh mereka hanya karena selalu bermain dengan teman laki-laki Afika... " Bisikku ketika melihat tubuhnya semakin menjauh.
" Afika?!!! " Suara Familiar itu berada di depanku sekarang.
" Sini!! sini!! " Lambaiannya mengarahkan ku untuk duduk disebelahnya.
Aku melihat sosok itu, tanpa merasa ragu dan canggung, langsung berlarian menuju meja yang panjang dan hampir memenuhi seluruh kursi yang berjejer rapi di sana.
Aku memang berlari dengan semangat, hingga tanpa sadar aku malah..
Bruak!!..
" Aduh!!! "
" Hei...!!! kau buta yah!!!!? " Bentaknya.
" Ma-maaf!! Afika tidak sengaja, ta-tadi ada yang... ada yang... anu.. " Aku terbata-bata.
" Yah sudah!! " Lagi bentaknya lalu mendorongku hingga tersungkur mencium tanah.
" A-! " Wajahku tersungkur pada sebuah benda.
Tubuh kecil ini telah di dorong oleh sosok wanita yang tidak ku kenali, bukan salahnya, yang salah adalah aku. Tanpa sengaja aku menabraknya hingga membuat minumannya terjatuh dan membasahi sebagian seragam putihnya. Dorongannya sangat kuat bagiku, dan lagi Wajahku terbentur pada sebuah benda yang tidak terlalu keras namun tetap menyakitkan bagian bibir juga hidungku.
" Kau tidak apa-apa. " Seru sosok yang tidak lagi asing bagiku jika mendengar nadanya berbicara.
" A-.. Aih... " Keluhku mencoba bangkit.
Aku pun mendongak ke atas dengan pelan-pelan, aku merasa suaranya tidak asing jadi sewaktu melihat wajahnya aku tau pemilik suara itu, dan aku tidak lagi terkejut.
" ... " Ia terdiam melihatku di bawahnya.
Aku mengalihkan mataku untuk melihat sekeliling, ternyata semuanya tengah melihatku saat ini. Aku sangat malu, sehingga aku berniat untuk menjauh dari tempat ini. Namun apalah dayaku, saat seperti ini pun kakiku malah terasa sakit akibat jatuh yang tidak bisa ku imbangi posisinya.
Belum lagi rasa perih di bibirku begitu menyengat, sampai tubuhku pun belum mampu ku angkat sendiri.
" A-Afika?! Kamu tidak apa apa?? " Cemas Putri membantuku berdiri.
" A-Ah.. Ka-kaki Afika sakit kak! " Keluhku mencoba meraih pergelangan kaki.
" Biar aku saja. " singkat Kak Kevin.
Ia menurunkan sedikit kaus kakiku, lalu melihatnya dengan tatapan serius.
" Ini bengkak. Bodoh, baru di dorong saja sudah begini, hah... " Lagi Kak Kevin lalu menghela nafas panjang.
" Nadiya! Bawa dia ke UKS. " Pintanya melihat Kak Nadiya.
" Afika? Biar aku bantu. " Kak Nadiya membopongku bersama Kak Putri.
Tiba di ruang UKS.
" Ibu akan taruh salep ini. Afika....sebaiknya jangan bersekolah dulu mulai besok, kakimu ini harus di kompres beberapa hari biar bengkaknya turun. Kau pun sudah lihat kan, ini membiru loh. Sebelum ini kenapa bisa terjadi? " Ucapannya Sangat lembut.
" Dia didorong kuat Bu sama salah satu siswa! " seru Kak Feby memprovokasikan.
" Kok bisa nak? " Lagi ibu itu.
" Hehe.. Afika nabrak kakanya, trus minumannya tumpah, trus kena seragamnya, trus dia marah, trus Afika di dorong, trus dia pergi deh. Heheh Afika nakal yah Bu!? " Jelasku lalu terkekeh kecil.
" Dasar bego kamu! " Kesal kak Putri dan mendorong kepalaku.
" Hmm.. " Ibunya tersenyum.
" Afika, trus bibirnya kenapa bisa bengkak? kebentur apa nak? " lagi ibu itu yang masih terus mengoles salep.
" Oh.. ini? " Jawabku lalu menunjuk bibirku yang kurasa perihnya.
" Ini tapi pas jatuh kena separuh Kak Kevin Bu! Iding Afika juga sakit nih.. " Lagiku menjelaskan lalu menggoyangkan hidungku.
Setelah menyentuh dan menggerakkan sedikit hidungku, tiba-tiba aku malah merasa bahwa aku mendadak kena Flu dan rasanya perih hingga di kepalaku. Sangat sakit, seakan ada air yang ku hirup lewat hidungku.
" Darah!!! " Kaget Feby lalu berseru kuat.
" Da-Darah??? " Aku pun ikut terkejut mendengar nya.
Aku memang merasa ada sesuatu yang mengalir keluar dari hidungku, sangat deras hingga terasa sedikit geli di tengah-tengah rasa sakit kepalaku.
" Nadiya! Ambil tisu di loker ibu! " Pinta Ibu UKS rada panik.
Aku mengangkat jari-jemari ku untuk menyentuh aliran yang di sebutkan Darah tersebut.
" Da-Darah!?.. " Aku melihatnya dengan perasaanya yang terguncang.
" Da-Darah!!?.. " Lagiku, namun dengan tangan dan sekujur tubuh yang bergemetar.
" A-Afika kamu kenapa?! " Panik kak Nadiya lalu menyumbangkan tisu di kedua hidungku.
Aku masih terpaku melihat ujung jariku yang terbalut oleh sebuah cairan merah kental. Melihat itu secara tidak langsung telah mengakibatkan mataku menjadi tidak fokus. Dikepaku hanya terpikirkan oleh satu Tragedi.
Lama kelamaan pandanganku semakin tidak fokus pada objek di depan mataku, kepalaku berangsur-angsur memberat, jantungku terasa sakit di tiap detaknya yang kencang, bahkan tubuhku seperti tidak memiliki tenaga sama Skali.
" A-Afika???.. Kamu kenapa??? " Seru demi seru terus menyebut nama panggilanku.
Ada banyak yang sosok yang berusaha menyadarkanku, tetapi penglihatan ku malah memudar dan berakhir kosong tanpa objek selain kegelapan tak berujung ini.
.
.
.
.
.
" Dada Afika..... " Suara itu tidak menampakkan wujud.
" Ciiiitt.....!!!!! Bruak!!! Wiu wiu wiu wiu.... " Suara mobil yang hilang kendali, suara yang menabrak, suara sirena ambulance.
" Sraacck!!! " Sesuatu memenuhi wajahku.
Hangat, berbau amis, terasa sedikit kental , dan cukup lengket. Aku mengalihkan pandangan ku ke bawah untuk melihat seragam putih.
Warna merahnya menyebar perlahan-lahan. Tubuhku gemetar, kericuhan di depanku sangat menggemparkan semua orang, suara suara kepanikan tidak jelas terdengar. mulutku bungkam.
.
.
.
.
Mimpi buruk.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments