Nikmat mana lagi yang bisa Love dustakan, jika hari ini dia bisa mendapatkan waktu Aksa selama seharian penuh. Itu yang Aksa bilang tadi.
Lelaki itu dengan gentle pergi ke rumahnya dan meminta izin kedua orang tua Love untuk mengajak anak mereka pergi bersamanya.
"Ada acara apa Aksa?" tanya Marvel tadi.
Dengan senyum tipis, Aksa mengatakan jika mereka akan jalan-jalan saja. Tak ada kebohongan yang lelaki itu katakan, misalnya dengan mengatakan tentang masalah kuliah atau sebagainya.
Aksa sudah terlalu dewasa untuk mengatakan kebohongan semacam itu kan. Dan Marvel memberi izin kepada Aksa dan mempercayai lelaki itu untuk mengajak anak gadisnya.
Tentu Marvel paham, mungkin saja mereka itu sedang melakukan pendekatan atau semacamnya. Urusan anak muda kan. Begitu pikirnya.
Dan saat ini, ketika motor Aksa sudah berjalan, dan Love berada di atas boncengan motor kekasihnya, dengan tangan yang memeluk pinggang Aksa erat, dagunya diletakkan di atas bahu lelaki itu, dan ketika lampu lalu lintas berwarna merah, Aksa dengan santainya menggenggam tangan kiri Love dan mengelusnya.
Astaga, Love bisa-bisa mati bahagia karena itu. Meskipun panas matahari menyerang tubuhnya tanpa ampun, Love tak peduli, yang terpenting adalah bersama siapa dia sekarang.
Aksa memarkirkan motornya di parkiran salah satu mall di Jakarta. Rencananya, mereka akan berkencan seperti orang-orang yang berpacaran pada umumnya.
Nonton di bioskop, makan, dan mungkin belanja. Membayangkan belanja di temani oleh Aksa, membuat Love menyunggingkan senyumnya.
Aksa melihat itu dan mengernyitkan keningnya. "Jangan diterusin." kata Aksa sambil menjawil pundak Love.
"Apa?" tanya Love tak mengerti.
"Senyum sendiri. Entar disangkanya kamu kurang waras." tentu saja Love langsung melayangkan tangannya untuk 'menyiksa' Aksa. Menggebuknya, mencubitnya, bahkan hampir menggigitnya. Sadis sekali gadis itu.
"Prince mah jahat banget. Masa pacar sendiri dibilang nggak waras."
"Habisnya kamu nakutin, senyum-senyum sendiri." tangan Aksa menggandeng tangan Love untuk mengajaknya berjalan. Meskipun bibirnya mengerucut karena sebal, Love tetap mengikuti langkah Aksa.
Sampai di dalam mall, Love melepaskan pegangan tangan kekasihnya untuk bisa memeluk lengan lelaki itu. Bukan apapa, tapi Love tahu jika beberapa gadis terang-terangan menatap Aksa dengan wajah tertarik.
Padahal Aksa datang tak sendiri, ada Love di sampingnya dan bergandengan tangan pula.
Ah, Love jadi sebal kan sekarang.
"Nonton atau makan dulu?" Love melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya, dan waktunya masih agak lama untuk pemutaran filmnya.
"Kalau belanja dulu gimana?" usul Love. Perutnya masih kenyang karena dia sudah sarapan di rumah tadi.
"Kamu mau beli apa?"
"Nggak tahu. Lihat-lihat aja dulu prince, kalau suka ya di beli."
"Memang kamu butuh apa?" langkah Love berhenti dan langsung menghadap Aksa. Melihat wajah tampan kekasihnya yang terlihat 'waw' sekali di matanya.
Jeans hitam, kaos lengan panjang, dan sneaker, adalah pelengkap ketampanan Aksa. Entah kapan pacarnya itu tak mempesonanya, batin Love.
Aksa melambaikan tangannya di depan wajah Love untuk menyadarkan gadis itu. "Kalau mau nglamun, nggak usah jauh-jauh ke mall deh Princess. Di rumah juga bisa." Love sadar dan kembali memberengut.
"Aku tuh lagi mikir sesuatu yang aku butuhkan prince. Eh, malah terpesona sama kamu." ucap Love dengan wajah polos.
Aksa menarik nafas panjang medengar itu. "Terus kamu butuh apa?" mereka kembali berjalan. Love melayangkan tatapannya kearah kirinya untuk melihat barang-barang yang berjejer di toko dengan rapi.
Jiwa perempuannya keluar melihat beberapa pakaian yang memanjakan matanya. "Prince itu bagus deh." bukannya menjawab, Love malah menunjuk pakaian yang di pajang di mannequin.
Menarik tangan Aksa untuk masuk ke dalam toko tersebut dan melihat dari dekat bagaimana baju itu seolah menariknya. Merasa cocok, Love meminta penjaga toko untuk mengambilkannya untuknya.
"Bagus kan?" Love menempelkan baju tersebut di tubuhnya dan menunjukkan di depan Aksa.
Aksa tak langsung menjawab, dia memperhatikan dari atas sampai bawah bentuk baju yang dipegang oleh Love. Meneliti apakah ada 'jebakan' atau tidak. Bisa saja terlihat normal, siapa tahu saat dipakai ada belahan yang bisa menunjukkan bagian tubuh Love kan.
"Ok." katanya saat tak ada hal yang aneh. Memberikan kembali baju tersebut kepada penjaga toko untuk dibungkus, keduanya berjalan menuju kasir.
Aksa mengeluarkan kartu debitnya dan akan memberikannya kepada kasir ketika tangannya di cekal oleh Love.
"Prince mau apa?" tanyanya.
"Bayar. Emangnya apa lagi?" Love menggeleng.
"Aku sendiri yang akan bayar."
"Nggak bisa. Kamu pergi sama aku, dan aku yang akan bayar belanjaan kamu." sorot Aksa tegas sekali seperti tak mau dibantah.
"Dan aku nggak akan nerima. Bunda dan papa akan marah." seorang kasir toko tersebut bersama penjaga toko lainnya menatap heran.
Biasanya, seorang gadis akan menerima dengan senang hati jika belanjaannya dibayar oleh kekasihnya. Tapi kenapa gadis itu tidak. Begitulah pikir mereka.
Love tak mempedulikan tatapan Aksa yang seolah bisa mencekiknya itu. Dia langsung menyodorkan kartu debit miliknya sediri kepada mbak kasir dan menyelesaikan pembayaran bajunya.
Setelah selesai, Love kembali menarik Aksa keluar toko dan melanjutkan rencana mereka untuk menonton di bioskop.
Aksa tak mengatakan apapun sedari mereka keluar toko tadi. Dan Love tentu saja menyadari akan hal itu. Dia akan menjelaskan kenapa dia bersikap seperti tadi setelah mendapatkan tiket nonton. Tentu saja untuk nonton ini, Aksa yang bayar.
"Maaf kalau aku buat Prince tersinggung." awalnya ketika sudah duduk untuk menunggu studio bioskop di buka. "Bunda dan papa selalu ngelarang aku menerima jika ada orang yang akan membayari belanjaanku."
"Aku pacar kamu Princess, wajar kalau aku belikan sesuatu buat kamu."
"Paham," kata Love lembut. "Tapi aku yang nggak bisa." Love menggenggam tangan Aksa yang berada diatas lutut. Kemudian melanjutkan. "Bunda bilang, pacar itu bukan suami yang harus membayari belanjaan kita saat pergi bersama. Karena tugas dari pacar adalah untuk menjaga kita, bukan memberikan uangnya kepada kita. Kalau nonton atau makan, itu bukan masalah, tapi untuk belanja, aku nggak bisa."
Aksa ingat jika ibunya pun pernah mengatakan hal seperti itu kepada adiknya, tapi beliau juga pernah bilang kepadanya jika jangan pelit kepada perempuan.
"Aku akan pakai uang Prince kalau aku udah sah menjadi istri dan nyonya Aksa Arion Ganendra. Karena itu, prince harus simpan uang Prince baik-baik agar kalau nanti kita udah berkeluarga, aku bisa memakainya."
Aksa hanya bisa menerima saja apa yang Love katakan. "Emang bunda princess udah tahu kalau Princess udah punya pacar?"
Love tersenyum. "Belum. Tapi itu pesan bunda kalau semisal aku punya pacar." Aksa memang belum mengatakan kepada Love jika dia sudah berbicara tentang hubungan mereka kepada sang ayah.
Mereka tak lagi membahas apa yang menjadi problem siang ini karena film akan segera dimulai.
Nonton film, selesai.
Belanja pun, selesai.
Sekarang mereka melanjutkan dengan makan di restoran di mall tersebut. Memesan beberapa makanan dan minuman untuk mengisi perut mereka.
Mereka makan dengan lahap sambil mengobrol ringan. Tak jarang, Love mengeluarkan rayuan kepada Aksa yang hanya dibalas dengan jitakan di kepalannya. Iya, Aksa memang sesadis itu. Meskipun jitakan itu tak terasa di kepala Love.
"Aku akan mengatakan sesuatu yang penting ke kamu." mereka sudah keluar dari mall. Sekarang ini mereka sedang berada di taman dan duduk di bawah pohon.
"Apa?" anginnya sepoi-sepoi sekali, membuat Love memejamkan matanya.
"Kita akan kembali berbisah nanti." Love membuka matanya dan menatap fokus kepada Aksa.
"Maksudnya?"
Aksa menarik nafasnya dan menegakkan tubuhnya. "Aku akan melanjutkan S2 di Singapura setelah lulus kuliah."
Love berkedip pelan, otaknya belum terkoneksi dengan baik mendengar apa yang Aksa ucapkan.
"Prince mah bercandanya bikin orang ketar-ketir." Love sejujurnya tahu jika Aksa tak main-main. Terlihat dari ketegasan wajah lelaki itu.
Tapi dia mengatakan itu agar Aksa merevisi ucapannya.
"Aku nggak sedang bercanda Princess." Love tak bisa lagi menahan detakan jatungnya yang bergemuruh di dalam sana. Dia bahkan harus meneguk ludahnya berkali-kali untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba mengering.
Air matanya tiba-tiba menetes tanpa dikomando. Kedua tangannya saling meremas dan sedikit bergetar.
Kenapa Aksa memberi informasi ini ketika mereka sedang berkencan?
Kenapa tidak di lain waktu saja ketik dia siap dengan informasi ini?
Lalu, apakah Love akan benar-benar siap jika apa yang dikatakan Aksa hari ini, lelaki itu katakan di lain hari?
Jawabannya pasti tidak. Baik hari ini, besok, sampai bulan depan pun, Love tak akan pernah siap. Tak akan pernah.
•°•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Dilla Ardetta
ldr dong😭
2020-01-06
0
Violet Agfa
kok gituu c thoorr.... knapa hrusss brpisah lg
2019-10-28
0
Kaum pecinta Novel
Aah Melow deehhhhq
2019-09-29
0