Aksa, memang selalu fokus dalam melakukan apapun yang dikerjakannya. Bahkan ketika saat menjadi kasir di 'Akeda's Palace'. Tapi sayangnya meskipun dia sekarang sedang berhadapan dengan banyak orang, tapi senyumnya tak selalu diperlihatkan.
Tapi siapa yang peduli, toh mereka tetap datang dan selalu mencuri pandang ke arahnya.
"Kembalinya dua puluh tujuh ribu ya Mbak. Terima kasih." Aksa memberikan uang tersebut kepada pengunjung yang akan meninggalkan kafe tersebut.
Pria itu merasa jika kakinya terasa kaku karena berdiri berjam-jam melayani tamu yang datang. Bahkan perutnya juga sudah terasa lapar untuk meminta isi. Maka dengan memanggil salah satu temannya, dia meminta agar lelaki itu bisa mengganti tugasnya.
"Gue laper sumpah." katanya kepada lelaki bernama Leon itu.
"Paham gue. Makan sana, gue gantiin tugas lo." setelah mengatakan 'terima kasih' Aksa pergi dari sana untuk pergi ke dapur dan meminta agar chef di sana membuatkannya makan.
Baru dua langkah kakinya berjalan, dua orang gadis datang ke kasir. "Biya." suara Leon mengalun. Aksa membalikkan tubuh dan matanya langsung terpusat pada gadis yang ada di samping Biya. Siapa lagi kalau bukan Love.
Dan Aksa tak tahu kenapa kekasihnya itu hanya diam saja sambil menatapnya. "Nggak nyangka pacarku keren pakai baju ala tentara." suara godaan itu tentu saja bukan milik Love.
Suara tawa mengalun dari bibir lelaki yang disebut pacar oleh Biya itu. Leon. "Jelas dong. Pacarnya siapa dulu." Love sontak menatap kesamping kirinya di mana Biya berada. Matanya memicing dengan kening mengernyit.
"Kakak nggak pernah cerita kalau punya pacar." tembak Love langsung kepada Biya.
Biya menyeringai. "Kamu nggak pernah tanya."
"Backstreet?"
"Iya." jawab Biya santai.
"Iya?" Love tak terima Biya sesantai itu menanggapi tentang hubungan yang disembunyikannya. Dengan ekspresi tak biasa, Love masih menatap Biya sengit. Sedangkan Biya ******** senyum karena kekagetan adik sepupunya itu.
Aksa yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Apa Love tak menyadari jika dia juga sedang melakukan pacaran diam-diam? Begitu batin Aksa. Lelaki itu akan menginterupsi ketika Leon lebih dulu bersuara.
"Jadi sayang, dia Love?" Aksa bisa melihat Biya tersenyum sambil mengangguk.
"Iya. Dia yang yang bernama Love."
"Hai. Love." Leon masih tersenyum untuk menyapa gadis itu. Belum juga Love menjawab, Aksa lebih dulu bersuara.
"Biasa aja panggil Love nya, nggak usah dilembut-lembutin." ketiga orang itu menoleh kepada Aksa. Dan Leon heran dengan ucapan Aksa. Memangnya kenapa kalau dilembut-lembutkan, begitu batin Leon.
Mengabaikan kekagetan orang-orang itu, Aksa mengedikkan kepalanya memberi tanda agar Love mengukutinya. Tanpa disuruh dua kali, Love berjalan mengikuti Aksa yang lebih dulu berjalan dan menyisakan keheran luar biasa bagi Biya dan Leon.
Bukan apapa, sepengetahuan Leon, Aksa tak pernah bersikap seperti itu kepada perempuan.
Aksa membukakan pintu sebuah ruangan dan menyuruh Love masuk ke sana. Love masuk ke dalam ruangan tersebut yang bisa dipastikan adalah ruang kerja. Karena ada laptop, beberapa map, dan beberapa perlengkapan yang biasa di dapati di sebuah kantor.
"Duduk!" perintah itu tak diindahkan oleh Love karena gadis itu justru tengah melihat foto besar yang tertempel di dinding.
Aksa duduk di sofa ruangan tersebut dan menatap di mana Love berada. Dia merekam pergerakan gadis itu dan tak beniat mengalihkan tatapannya dari sana.
Sedangkan Love begitu khusuk melihat potret sebuah keluarga bahagia di sana, keluarga Ganendra. Puas dengan itu, Love berbalik dan ikut duduk di samping kekasihnya.
Memeluk lengan kekasihnya itu dan menyenderkan kepalanya di bahu Aksa. "Ah, nyaman banget." senyum tipis Aksa terbit mendengar ucapan gadis di sampingnya tanpa katahuan.
Keduanya saling diam. Aksa ikut menyenderkan kepala diatas kepala Love sambil memejamkan mata. Entah kemana perginya rasa lapar yang dirasakannya tadi.
"Prince." Love memecah keheningan.
"Hem."
Love belum kembali membuka suaranya. Entah apa yang dipikirkan gadis itu. Pelukannya semakin erat di lengan Aksa, hidungnya menempel di lengan lelaki itu dan menyesap wangi yang menguar dari sana. "Kok wangi sih." Aksa menghela nafas karena kekasihnya itu. Dia pikir ada yang penting yang akan gadis itu bicarakan padanya, tapi ternyata hanya pembicaraan basa-basi saja.
"Akeda's Palace. Istana Akeda. Kenapa kafe ini di kasih nama itu? Siapa Akeda itu? Pahlawan dari Jepang kah?" Love ingin mendengar kisah dari tempat ini. Jadi dia harus menanyakan langsung kepada sang pemilik.
"Akeda adalah gabungan dari nama kami. Aksa, Kenya, dan Daka." Aksa memulai.
"Bukannya prince punya adik ya? Terus namanya dia kok nggak digabungin?" Sela Love penasaran.
Aksa mencubit hidup gadis itu pelan. "Makanya dengerin dulu sampai selesai. Ceritanya nggak akan sepanjang kisah cinta Daka dan Kenya kok." kini giliran Love yang mencubit perut Aksa pelan.
"Sembarangan ngomong. Beliau itu orang tua Prince loh."
Mengedikkan bahunya tak acuh, Aksa melanjutkan. "Gabungan nama kami, udah dipakai di nama adek." jelasnya. "Dan waktu bunda mau buat usaha kafe ini, kami berempat meeting untuk membuat sebuah nama. Ternyata buat nama itu nggak semudah yang dibayangkan."
"Iya. Nama bandnya aja Semrawut, kurang keren apa tuh." Aksa mengangguk menyetujui. Sepertinya, dia nanti akan menyerahkan urusan nama anak-anak mereka kepada Love. Biar gadis itu nanti yang urus.
Ah, kenapa melantur sekali pikiran lelaki itu. Menghela nafas kembali, dia melanjutkan ceritanya. "Adek yang kasih nama itu. Meskipun nama dia nggak tergabung di sana, itu bukan masalah. Toh pemilik asli nama tersebut adalah dia. Gitu dia bilang."
"Emangnya siapa nama panjang adeknya prince?" Love bertanya.
"Klaribel Akeda Ganendra."
"Namaku juga gabungan dari nama bunda sama papa." pamernya pada Aksa sambil tersenyum.
"Aku tahu." tanggapan Aksa biasa sekali. Love pikir kekasihnya akan bereaksi agak berlebihan mendengar itu. Sontak saja senyum Love langsung hilang karena aksi pamernya tak mempan untuk Aksa.
"Diterusin nggak nih?" tanya Aksa.
Hanya anggukan yang Love berikan sebagai jawaban.
"Kafe ini berdiri baru dua tahun belakangan ini, untuk kesibukan bunda. Dan setelah aku belajar mengelola sebuah usaha, tempat ini sebagai tempat magangku." dia awalanya hanya belajar teori saja dari sang ayah. Ditengah kesibukan kuliah dan bekerja di perusahaan Ganendra, dia juga ikut serta dalam mengelola kafe tersebut.
"Dua tahun? Berarti tepat prince lulus sekolah dong?"
Aksa mengangguk. "Iya. Karena itu, aku sibuk sekali. Kuliah harus tetap berjalan, belajar tentang perusahan dengan ayah di rumah, bekerja di kantor, dan sesekali ikut mengurus di kafe ini."
Ada yang belum Love pahami. Karena itu, dia kembali menyuarakan isi kepalanya. "Bekerja perusahaan di rumah? Bukannya udah kerja di kantor ya? Itu sama aja kan?"
Aksa menggeleng. "Aku pertama kerja di perusahaan itu berada di posisi yang keren banget." Aksa tak langsung meneruskan ucapannya. Membiarkan Love diliputi rasa penasaran terlebih dahulu. "Apa?" tanya Love kemudian.
"Tukang foto kopi."
"Apa?" senyum Aksa tersungging karena mata Love melebar tak tanggung-tanggung. "Tukang foto kopi?"
"Iya."
"Nggak masuk akal." Love menolak percaya. Tapi melihat kekasihnya tak kunjung merevisi ucapannya, Love menelan ludahnya.
"Prince kan putra pemilik perusahaan? Bisa aja kan langsung minta posisi yang bagus." begitu kata Love dengan suara pelan. Gadis itu merasa kasihan dengan Aksa. Kekasihnya kan otaknya pintar, sayang kalau hanya menjadi penjaga mesin 'kloningan' itu. Batin Love.
"Posisi apa? Direktur? Kamu pikir ini di novel romance yang menceritakan cowok berumur delapan belas tahun udah jadi CEO?" decakan Aksa terdengar sambil menggeleng. "Baru lulus SMA, kamu pikir aku punya berapa banyak ilmu dan pengalaman sampai bisa duduk di jabatan itu?"
"Bukan itu maksudku. Tapi kan nggak harus di bagian foto kopi prince."
"Aku hanya menurut apa yang Ayah perintahkan. Ayah bilang aku harus di bagian itu, jadi aku jalani." tak ada beban yang terlihat di wajah tampan Aksa ketika menceritakan itu. "Karena dari sanalah aku belajar beberapa pekerjaan dari beberapa departememt di perusahaan."
"Nggak ngerti." Love menggeleng.
"Aku di sana diminta untuk memfoto kopi berbindel-bindel kertas. Bahkan terkadang diminta dari banyak kertas itu untuk diurutkan. Tak jarang mereka meminta aku untuk memberikan kertas tersebut dari departemen satu ke departemen lain. Jadi, aku dengan secara tak langsung, harus membaca dan memahami isi dari tulisan di kertas tersebut. Dan dari sanalah aku belajar. Dan malamnya Ayah akan tanya, apa yang aku dapat hari ini dari pekerjaanku.
"Baru setelah itu, Ayah akan menjelaskan." Love mengangguk mengerti.
"Prince di bayar?"
Aksa menggeleng. "Dibayar. Tapi sedikit banget. Bisa dibilang, itu adalah uang makan."
"Sekarang?"
"Kalau sekarang, sesekali aku bantu pekerjaab ayah di ruangannya." Love akan kembali bertanya ketika perut Aksa berbunyi tanda laparnya muncul kembali.
Aksa tesenyum kecil mendengar ulah perutnya. "Udah ya Princess tanyanya. Kayaknya perutku udah nggak bisa nunggu lagi buat minta isi." dengan gerakan cepat, Love menarik tangan Aksa untuk berdiri dan keluar ruangan. Meminta salah satu pelayan untuk membawakan makanan untuk mereka.
Karena Love juga memang belum sempat makan tadi karena Biya sudah memintanya menemui seseorang katanya. Ah, Biya. Kemana gadis itu tadi, urusan Love dengannya belum selesai kan.
•°•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Uya Memang Surya
iya ga Kya di novel2 18th udh jd CEO..tp ini kan novel jg😌😂
2020-12-02
0
Suho Nuna
aahh Thor,,aku suka bgt sm cerita ini,,sampai2 rela ke sini donlot buat baca cerita ini lagi,,klo diitung2 udah 4x ngulang baca ini dr mulai di WP smpai kesini,,ceritanya ringan tp sweet bgt itu yang bikin aku ga bosan baca ini berulang-ulang,,pokonya love bgt deh sm authornya yang bisa bikin cerita kaya gini,,semangat ya Thor,,ditunggu cerita2 yang kaya gini lagi ,,fighting 🙆
2020-05-30
0
ayu
thor pinter banget asli saya sangat suka Dan kagum 😊
2019-12-11
0