"Kehilangan kekasih yang kita cintai, tentu saja akan membuat hati kita sakit. Tapi meskipun begitu, kita bisa saja mencari lagi seseorang untuk menggantikan orang tersebut. Tapi seorang ayah, nggak akan bisa tergatikan. Ayah hanya ada satu di dunia ini dan tak akan bisa tergantikan meskipun ada banyak lelaki yang bersedia menjadi ayah kita. Jadi, meskipun seandainya aku tidak bisa lagi bertemu Aksa karena lebih memilih ayahku, aku akan tetap melakukannya.
"Aku memang mencintai dia, sangat. Tapi jika hal yang kamu bilang itu terjadi dan membuat luka yang begitu sakit, Tuhan yang akan menyembuhkan. Karena bisa dipastikan, dia bukanlah lelaki yang akan menjadi jodohku di masa depan nanti." Kla terdiam mendengar jawaban kekasih kakaknya itu.
Aksa pun demikian. Dia menatap lekat Love yang duduk disampingnya dengan bibir yang masih tertutup rapat.
Kla tiba-tiba tersenyum sumringah. Dia bilang, "Aku juga akan mengatakan itu jika pertanyaan itu di lemparkan ke aku." Love tidak menanggapi. Kemudian Kla kembali melanjutkan. "Orang tua adalah segala-galanya. Kita bisa seperti sekarang ini memangnya karena siapa kalau bukan karena ayah. Bisa sekolah dengan tenang, hidup layak, kasih sayang yang beliau berikan, tak akan bisa diberikan oleh orang lain kalau tidak ayah kita yang memberikan."
Kla menatap Aksa. "Seandainya kak Love menjawab lebih memilih Abang dari pada ayahnya, detik ini juga aku akan paksa abang buat putus sama dia."
"Hei!" Love melotot kepada Kla yang hanya dibalas juluran lidah saja oleh gadis itu. "Cewek yang lebih memilih cowok yang bahkan belum jadi suaminya dibandingkan ayahnya, itu bukan kriteria kakak ipar yang akan aku pilih. Karena kalau dia suatu saat nanti tiba-tiba menyukai lelaki lain, dia akan abaikan yang lama begitu saja." lanjutnya.
"Lalu?" Aksa bersuara. "Apa Love adalah calon kakak ipar kriteria kamu?"
Kla menyeringai. "Tentu." jawabnya dengan tampang songong luar biasa. Membuat Love menatap gadis itu sebal tapi juga bahagia.
"Tapi maaf ya Kak Love." Love kembali was-was dengan 'tapi' yang Kla ucapkan. "Hari ini Kak Love pulang sendiri ya, soalnya abang harus ke kantor untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah biar bisa ajak Kak Love nonton di bisokop."
Astaga Kla, kenapa juga keturunan Daka yang terakhir ini benar-benar menyebalkan.
"Minta duit, aku mau beli cilok di depan itu." kata Kla lagi sambil menyodorkan tangannya agar Aksa memberinya uang. Memang tak mau rugi gadis itu.
Tanpa diminta dua kali, Aksa membuka dompetnya dan memberikan uang kepada adiknya yang diterima dengan suka cita oleh gadis itu.
"Aku tunggu sepuluh menit Bang. Kalau lebih dari itu, aku aduin ke ayah." begitu katanya sambil berlalu dari sana. Meninggalkan Aksa dan Love berdua saja. Tidak peduli jika Aksa sudah memelototinya.
Love menelungkupkan dahinya di atas meja karena merasa lelah tiba-tiba. Entah kenapa gen dari Genendra itu begitu menyebalkan sekali. Bukan hanya kakaknya, adiknya pun sama.
"Prince."
"Hemm."
"Dia emang nyebelin kaya gitu ya?"
"Iya." lihatkan betapa menyebalkannya mereka ini. Aksa bahkan cenderung irit sekali bicaranya.
°•°
Malam ini, Aksa sedang menekuni beberapa pekerjaan yang ayahnya berikan kepadanya. Pekerjaan yang dibawa sang ayah dari kantor.
Mereka berdua hanya sesekali berbicara saking fokusnya. Kenya juga beberapa kali masuk ke ruangan kerja Daka untuk 'mengirim' beberapa makanan dan minuman.
"Yah." Aksa sudah menyelesaikan pekerjaannya. Pun dengan sang ayah.
"Hem." jawab sang ayah sambil masih merapikan beberapa dokumen. Aksa menimbang ucapan yang akan disampaikan kepada sang ayah.
Ragu tiba-tiba mengusik hatinya. Tapi bagaimanapun juga dia harus menyampaikan sesuatu kepada beliau.
"Kenapa?" suara sang ayah menyadarkannya. Ah, ternyata dia baru saja melamun.
"Menurut Ayah, gimana kalau aku menjalin hubungan dengan seorang gadis?" Aksa tak pernah merasa takut berbicara dengan Daka seperti sekarang ini. Daka bukan tipe ayah yang galak, otoriter, atau bahkan menakutkan. Jadi baik Aksa maupun Kla, tak pernah perlu menjaga jarak dengan ayahnya. Ayahnya memiliki pemikiran terbuka, dan dia bisa mengatakan apapun kepada beliau tanpa takut ayahnya marah. Tapi masalahnya, kali ini dia menyembunyikan sesuatu.
"Hubungan seperti apa?" tanya Daka balik. Daka sudah paham apa yang terjadi dengan putranya itu.
"Pacaran?" jawabnya agak ragu.
"Kamu sedang menyukai seseorang?" tanya Daka lagi. Dengan ragu, Aksa mengangguk.
"Siapa dia?" Daka masih bertanya ingin tahu.
"Love yah."
"Love?"
"Putrinya Om Marvel." dengan cepat Daka langsung menatap putranya lekat. Kemudian mengangguk mengerti.
"Berapa lama?" tanyanya lagi.
"Maksud ayah?"
"Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" Aksa menelan ludahnya pelan. Pertanyaan ayahnya ini seolah beliau tahu apa yang putranya itu lakukan di luar sana.
"Abang nggak berpikir kalau ayah nggak tahu apa-apa kan?" Aksa diam tak menjawab. Jadi selama ini ayahnya tahu jika dia berpacaran dengan Love? Batinnya dalam hati.
"Jadi, ayah udah tahu?" Daka kembali mengangguk. Mata lelaki itu di mana-mana, hanya untuk mengawasi putra-putrinya di luar sana tak sulit baginya.
"Bang." Daka memanggil putranya dengan wajah serius. "Ayah tahu abang sudah dewasa. Abang sudah mulai tertarik dengan lawan jenis dan ingin mencoba menjalin hubungan denganya. Ayah nggak melarang." senyum Aksa terbit mendengar itu. Artinya ayahnya tidak marah karena dia berpacaran kan? Duga Aksa lagi.
"Ayah selalu mengontrol anak-anak ayah di luar sana. Maaf kalau ayah melakukan itu." Aksa menggeleng. Baginya, tidak masalah jika ayahnya melakukan itu. "Tapi hanya sebatas itu. Ayah selalu percaya dengan anak-anak ayah jika kalian tidak akan pernah melanggar aturan yang sudah ayah buat."
"Sejak kapan ayah tahu tentang ini?" Aksa penasaran.
"Beberapa bulan lalu." Daka melepas kaca matanya dan memijat hidung mancungnya pelan. Aksa semakin merasa bersalah karena tak jujur dengan ayahnya.
"Maaf karena abang nggak terus terang sama ayah dan bunda." Aksa menyesal akan itu. Biasanya, dia selalu menceritakan apapun kepada keluarganya.
Daka menggeleng. "Bukam masalah. Ayah ngerti." bersyukurlah Aksa tak memiliki ayah yang suka menang sendiri dan menganggap dirinya selalu benar.
"Tapi abang harus mengerti jika hubungan pacaran itu bukan hubungan main-main Bang." Daka menatap putranya dalam. "Abang harus belajar bertanggung jawab menjaga putri mereka. Jangan melakukan hal yang Tuhan nggak suka. Bukan ayah yang harus abang takuti, tapi Tuhan. Ayah mungkin tak akan melihat, tapi Tuhan bisa.
"Ayah ijinkan abang berpacaran. Begitupun dengan adik seandainya dia nanti menyukai seseorang. Tapi tolong jaga pacar abang. Jangan pernah bertindak kasar kepadanya, dan juga jangan kontak fisik berlebihan. Gandengan tangan bisa ditolelir, tapi mencium, itu sudah diluar batas. Abang bisa melakukan itu kan?" Aksa mendengar dengan baik pesan sang ayah.
"Abang ngerti Yah." katanya sambil mengangguk.
"Bagus." kata Daka sambil tersenyum. "Jangan mentang-mentang hanya pacaran, kemudian mudah bilang putus saat ada masalah. Karena merasa bisa mencari yang lain. Bukan seperti itu. Bicarakan betul-betul jika ada yang mengganggu pikiran abang."
"Iya Yah." jawab Aksa lagi.
"Dan abang nggak lupa rencana abang tentu saja kan?" Aksa menggeleng. Kemudian mereka kembali mengobrol banyak hal layaknya seorang teman. Bertukar pikiran tentang segala hal dan terkadang bahkan harus tertawa karena cerita lucu ayahnya di masa lalu.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam saat Aksa masuk ke dalam kamarnya. Rasa lega begitu terasa di dalam dadanya.
Membaringkam tubuhnya di kasur, Aksa mengecek ponselnya yang tergeletak di atas kasur.
Menyalakan ponsel tersebut, dia mendapati pesan dari Love. Hanya satu pesan. Karena gadis itu tahu jika di malam hari pun, Aksa juga sedang 'belajar' bersama ayahnya. Jadi Love tak akan mengirimkan banyak pesan untuk Aksa.
Princess : Kenapa sih, Prince itu nyebelin? Ganggu pikiranku sampai aku kalang kabut 😞😞😞
Kangen abang prince 😭😭😭😭😭
Aksa tersenyum membaca pesan tersebut dan memulai membalasnya.
Aksa : Oh ya? Tapi aku maunya bukan hanya ganggu pikiran kamu, tapi juga ganggu hidup kamu.
Nggak kangen princess
Aksa menatap langit-langit kamarnya ditemani keheningan. Duduk di bangku kuliah dan sudah mencapai semester atas memang bisa dikatakan sedikit santai karena mata kuliahnya tak sebanyak di semester-semester sebelumnya. Ada banyak waktu tenggang sebetulnya, tapi tidak dengan Aksa. Dia juga sudah mulai mencari judul skripsi agar bisa lulus tepat waktu.
Notifikasi pesan kembali terdengar. Balasan dari Love.
Princess : Aku akan menerima dengan suka cita kalau yang menggangu hidupku adalah prince. Aku ngantuk nungguin prince nggak kelar-kelar. Aku tidur dulu ya, selamat malam. Kita ketemu di alam mimpi.
I Love You.... 😘😘😘😘😘😘
Aksa : I Love you too 💞💞
Berbalas pesan dengan Love adalah kegitan rutin harian di malam hari yang Aksa lakukan. Meskipun hanya mengatakan 'good night'.
Aksa meletakkan ponselnya di nakas dan bangun dari kasur untuk berjalan ke balkon kamarnya. Keindahan bintang malam menyapanya ketika pintu balkonnya terbuka.
Duduk di kursi yang berada di balkon, Aksa menatap bintang-bintang tersebut dengan tenang. Dalam otaknya berpikir, apa kalimat yang tepat untuk disampaikan kepada kedua orang tua Love jika dirinya sedang menjalani hubungan dengan putri mereka.
•°•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Mbak Lilik
aq suka yg kalem,,😘😘😘
2021-03-14
0
Violet Agfa
lelakiii xg baik juga untk wanita xg baik
2019-10-28
2
_fiya_😐
ya Allah enak ya...kalau punya ayah pengertian dan menasehati dengan baik,dan tidak mendahulukan marah"nya dan anak pun bisa menerima nasihat orang tuanya dengan lapang dada....
2019-08-27
3