Aksa membawa seberkas Ijazah di tangannya dan keluar dari kantor Tata Usaha. Berkas-berkas itulah yang nanti akan digunakan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Dia sudah menentukan Universitas mana yang akan dia jadikan menimba ilmu setelah ini.
Rasa-rasanya, Aksa sudah tak sabar menjadi seorang mahasiswa. Secara garis besar, dia sudah tahu bagaimana kehidupan seorang mahasiswa. Bagaimana sibuknya mereka dengan buku-buku tebal setiap harinya. Mungkin kalau masalah itu, Aksa sama sekali tak kaget. Toh dia sudah terbiasa membaca buku-buku tebal milik sang Ayah.
Dia merasa berat sebetulnya untuk meninggalkan sekolah tercintanya ini. Ada banyak sekali kenangan yang tiba-tiba tergali begitu saja dalam ingatan. Karena tidak ingin terjebak nostalgia, dia memutuskan untuk melangkah dengan tujuan menyusuri sekolahnya ini untuk terakhir kali sebelum dia pergi meninggalkan tempat penuh kenangan tersebut.
Melangkah pelan, dia mencoba merekam setiap sudut sekolahnya ini dalam ingatan. Map berisi ijazahnya sudah dia masukkan ke dalam tas punggungnya.
Ucapan memberi selamat juga dia dapatkan dari adik-adik kelasnya. Tapi sayangnya sedari tadi, tidak ada Love muncul di hadapannya.
Benar, Love. Kemana perginya gadis itu? Begitu tanyanya dalam hati.
Satu tahun belakangan ini, dia sudah terbiasa mendapatkan sambutan 'selamat pagi prince Aksa' dari Love dengan tambahan senyuman manis yang khusus gadis itu berikan untuknya.
Dan beberapa waktu terakhir ini juga, setiap istirahat pertama selalu dihabiskannya di belakang sekolah bersama Love di sampingnya.
Tidak... Tidak, tentu mereka belum menjadi sepasang kekasih. Hanya saja, ketika Love tahu tempat 'persembunyian' Aksa, gadis itu tak sungkan untuk datang ke sana hanya sekedar duduk berdua dalam keheningan. Love akan menjadi anak baik dengan menutup bibirnya rapat dan membiarkan prince Aksanya itu konsentrasi dengan buku bacaannya. Karena baginya, begitu saja sudah membuat hatinya senang bukan kepalang.
Kaki Aksa berhenti melangkah saat dugaannya benar. Love ada di tempat biasa sambil menunduk entah melakukan apa. Memutuskan untuk mendekat, pria itu duduk di tempat biasanya tanpa mengatakan apapun.
Love menoleh kearahnya, bibir yang tadinya terkatup rapat itu tersenyum. "Hai." tegur Love. Tak seperti biasa, sapaan gadis itu berbeda kali ini. Bukan lagi 'prince Aksa' seperti biasanya.
Menghela nafas panjang, Love memberikan sebuah kotak berukuran sedang kearah Aksa. "Untuk prince Aksa." katanya. Aksa menatap kotak tersebut dan Love secara bergantian, karena dia merasa dia tidak sedang berulang tahun hari ini. Tak sabar, Love menarik tangan kanan Aksa dan meletakkan kotak tersebut di atas telapak tangan lelaki itu.
"Apa maksudnya ini?" tanya Aksa penasaran.
"Hadiah untuk prince."
"Tapi aku nggak sedang ulang tahun." Love menggeleng dan tersenyum.
"Bukan hadiah ulang tahun. Itu hadiah untuk keberhasilan prince Aksa, dan juga..." Love menelan salivanya susah payah untuk melanjutkan ucapannya. "Perpisahan." ada raut sedih yang tersembunyi dalam wajah ayunya.
Entah kenapa, ketika Love mengatakan 'perpisahan' untuk 'kebersamaan' mereka selama setahun ini membuat perasaan asing menyelinap dalam hati Aksa.
Tak urung, lelaki itu tetap mengangguk dan mengucapkan 'terima kasih' karena Love sudah repot-repot memberinya sebuah hadiah.
"Nggak kerasa ya prince, udah setahun berlalu." Love kembali bersuara. "Dan mengingat ini adalah hari terakhir aku bisa duduk bersama prince di sini, rasanya sesak banget di hati." Love menolehkan kepalanya ke kiri untuk menatap sang pujaan hatinya berada. "Beberapa malam terakhir ini, aku nggak bisa tidur. Ada banyak hal yang mengganggu pikiranku. Dan salah satunya adalah, kemana aku harus mencari hatiku saat orang yang berhasil mencurinya telah pergi."
Berhenti sejenak, Love kembali bersuara. "Prince tahu kan kalau aku cinta banget sama prince?" Love hanya tidak ingin apa yang dia lakukan selama ini tidak membuat Aksa paham, jadi dia berisiatif untuk bertanya dan memastikan.
Aksa mengedikkan bahunya. Namun tetap menjawab. "Kenapa harus cinta banget? Kan bisa cintanya biasa aja." kenapa ya, Aksa ini menyebalkan sekali. Mana bisa begitu kan. Love hanya ingin mengungkapkan perasaannya, meskipun dalam bentuk tanya. Tapi tanggapan Aksa benar-benar menyebalkan.
Tidak ada yang bisa mengendalikan perasaan cinta, bahkan si pemilik perasaan itu sendiri. Harusnya Aksa tahu itu. Ah, tapi mana mungkin jika dia sendiri belum pernah merasakan jatuh cinta bahkan saat sekarang usianya sudah delapan belas tahun.
Kemudian sebuah decakan terdengar dari bibir Love. "Sumpah ya Prince, nyebelin banget jadi orang." Love terlihat sebal luar biasa mendapati tanggapan sangat biasa dari lelaki di sampingnya itu. Jadi, untuk meluapkan kekesalannya, Love kembali mendumel dengan suara keras seolah Aksa tidak ada di sana.
"Harusnya dia itu tahu kalau aku tuh galau beberapa hari ini karena dia akan pergi dari sekolah ini. Rasanya pengen aja gitu ngikut dia kemana-mana. Tapi sayangnya, dianya nggak peka. Aku tanya mau kuliah di mana nggak di jawab. Terus apa kabar hatiku setelah ini?" hembusan nafas lelah, Love keluarkan. Aksa menatap itu sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Dan entah dari mana datangnya kalimat itu, Aksa bersuara. "Mau jalan?" begitu katanya.
Sontak saja, Love langsung menatap Aksa dengan wajah bodohnya sambil mengedipkan matanya lambat. Telinganya baik-baik saja kan? Begitu tanyanya dalam hati. Namun saat Aksa berdiri dan mengatakan 'ayo' dan meninggalkannya, senyum Love mengembang. Dengan senyum mengembang, gadis itu berdiri kemudian berlari mengejar Aksa yang sudah berjalan di depannya.
Love tidak tahu akan kemana mereka, tapi baginya, kata 'jalan' yang diucapkan Aksa adalah bentuk ketertarikan Aksa kepadanya.
Astaga, tinggi sekali khayalan si Love ini. Bisa saja kan Aksa hanya merasa kasihan kepadanya.
Maka, disini lah mereka sekarang. Di kedai 'Mie Ayam' tak jauh dari sekolah. Meskipun Love tadi bertanya, "Prince, nggak bawa motor?" Aksa hanya menjawab. "Aku tadi bilang mau jalan kan? Artinya kita akan jalan untuk sampai tujuan."
Ah, tapi siapa yang peduli kan. Love bahkan tak berhenti tersenyum karena menganggap 'adegannya' kali ini bersama Aksa lebih romantis dibandingkan melihat adegan ibu dan ayahnya yang sedang gelitik-gelitikan.
Love merasa jika mie ayam yang dia makan kali ini begitu sangat luar biasa enak. Dia akan mengingat hari ini sebagai duet kesedihan dan kebahagiaan yang luar biasa. Kesedihan karena tak akan bertemu lagi dengan Aksa, namun makan berdua dengan lelaki itu adalah kebahagiaan yang diberikan Aksa untuknya yang tak akan pernah dilupakan.
Selesai makan, mereka kembali berjalan untuk sampai ke sekolah. Lagi pula, motor Aksa juga masih ada di sana. Euforia kebahagiaan yang Love rasakan beberapa saat tadi, terasa berkurang sejalan kakinya melangkah menuju sekolah. Karena artinya, kebersamaannya dengan Aksa akan segera berakhir.
"Terima kasih traktirannya prince." mereka sudah sampai di sekolah, tepatnya di tempat parkir sekolah. Untuk satu minggu ke depan, memang tidak ada pelajaran di sekolah tersebut. Kebetulan ada class meeting, jadi mereka bisa keluar sekolah meskipun harus meninggalkan kartu pelajar untuk jaminan jika mereka akan kembali ke sekolah.
Love merekam pergerakan Aksa mulai dari memakai helm sampai menyalakan mesin motornya. Dia akan mengingat itu untuk hatinya sendiri.
Dan perkataan Aksa sebelum pulang, membuat Love membatu dan meyakinkan dirinya jika itu benar Aksa yang mengatakan. Tapi sayangnya, ketika dia ingin mengkonfirmasi langsung kepada Aksa, lelaki itu sudah pergi dengan motornya. Menyisakan asap yang melayang di udara.
"Astaga prince Aksa..." begitu katanya sambil tersenyum bahagia.
°•°
Aksa membuka kotak yang Love berikan kepadanya tadi. Malam sudah kembali datang, dan dia baru mengingat kotak itu ketika membuka tasnya untuk mengambil ijazahnya.
Ada tiga benda di sana. Ada kotak berukuran panjang berisi sebuah pena. "Prince akan menjadi mahasiswa. Jika prince mengisi formulir tertulis untuk mendaftar, gunakan pena ini." Aksa membaca tulisan di dalam kotak tersebut. Gelengan kepalanya kembali terlihat.
Kemudian dia membuka kotak lainnya yang berisi jam tangan. Aksa mengambil sebuah kertas yang terselip di sana dan membacanya kembali. "Aku harap, jam ini bisa mengingatkan prince jika waktu tak akan pernah kembali. Maka gunakan waktu prince sebaik mungkin."
Kotak terakhir adalah sebuah kaca mata anti radiasi. Sebelum membaca tulisan di dalam kertas tersebut, Aksa mencoba benda tersebut dan dia merasa jika kaca mata itu pas digunakannya. "Prince akan lebih sering menatap laptop dibanding menatap cewek, jadi kaca mata ini akan melindungi mata prince dari kerasnya radiasi laptop. Lagi pula aku nggak mau prince jadi nggak kenalin aku kalau kita ketemu lagi nanti gara-gara matanya minus." begitu bunyinya.
Aksa memandangi tiga benda itu dalam diam. Gadis bernama Love itu berbeda. Dia bukan gadis dengan banyak tingkah dengan memiliki geng dan bertindak semaunya dengan orang lain seperti gadis-gadis yang ada di sekolahnya. Dia memiliki teman baik, tapi tak tergantung kepada mereka.
"Gue nggak salah kan bilang gitu tadi ke dia?" Aksa mengingat dengan ucapannya siang tadi sebelum dia pergi dari sekolah. Meskipun keyakinan hatinya hanya dua puluh persen, tapi dia merasa tetap harus mengatakannya.
"Love." untuk pertama kalinya, Aksa mengatakan nama gadis itu. Ah, bukan. Kedua kalinya, siang tadi juga masuk hitungan kan.
Senyumnya terkulum entah karena apa. Tapi saat ingatannya melayang tentang Love, ada rasa tak biasa yang masuk ke dalam hatinya.
Tidak ingin semakin menjadi seperti orang bodoh, Aksa membereskan barang-barang pemberian Love dan menyimpannya di tempatnya.
•°•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
pasti sedih bgt ya love 😣😣
2020-05-19
0
Aulya Prayitno
download manggatoon cuma buat bacaa novel inii, sequel dari devil 😆😆😆
2019-08-26
0
Normadia Kunsina
thor sayang mana gambarnya c aksa dan love
2019-08-14
1