Love tidak mampu membuka bibirnya hanya sekedar mengeluarkan sebuah udara dari dalam mulutnya. Rahangnya seolah kaku tak bisa digerakkan karena ucapan frontal yang Aksa tembakkan kepadanya.
Hei, mereka baru saja bertemu kembali setelah dua tahun. Dan Aksa dengan begitu gamblang mengatakan isi hatinya tanpa tedeng aling-aling.
Luar biasa sekali lelaki ini. Begitulah pikir Love. Mencoba mengais kesadarannya, gadis itu mulai membuka bibirnya untuk berbicara meskipun terbata.
"Sepertinya kita perlu meluruskan sesuatu, Bang." Aksa mengerutkan keningnya mendengarkan panggilan baru yang Love berikan kepadanya. Bukannya tidak suka dengan panggilan itu, tapi menurut Aksa, kata 'Bang' yang dikeluarkan Love dari bibirnya terdengar aneh.
Ah, tapi biarkan saja gadis itu memanggilnya sesuka hati. Toh, Aksa tidak rugi apapun kan.
Jadi, dengan menegakkan punggungnya, Aksa menyerongkan tubuhnya untuk menatapa Love lekat-lekat.
Aksa bisa melihat diantara temaram lampu, wajah gadis itu terlihat bersinar. Menurut Aksa, Love terlihat berubah lebih dewasa. Cantik sudah pasti, bukankah dulu gadis itu juga sudah mengakuinya kan kalau dirinya memang cantik karena duel ibu dan ayahnya yang begitu sukses?
Sudahlah, harusnya Aksa tak perlu berkomentar panjang lebar mengenai perubahan Love sekarang.
"Udah dua tahun loh Prince kita nggak ketemu." awal Love. "Prince nggak mau tanya dulu gimana kabarku?" dan panggilan Love sudah kembali normal sekarang.
"Buat apa?" tanggapan Aksa dengan wajah santai. "Kamu terlihat sehat meskipun aku nggak tanya gimana kabar kamu. Karena nggak ada orang sakit yang akan menghadiri pesta dan memakai sepatu setinggi itu." tunjuknya di kaki Love yang terbalut sepatu bertumit runcing.
Astaga Aksa. Menanyakan kabar adalah sebuah basa-basi yang biasa orang tanyakan jika lama tak bertemu dengan seseorang. Dan sepertinya Aksa memang tidak paham akan hal itu. Bahkan Love saja harus menggeleng-gelengkan kepalanya miris.
"Itu adalah sebuah kebiasaan yang orang-orang lakukan prince. Mungkin hanya sebuah basa-basi, atau...." gadis itu tak bisa melanjutkan ucapannya karena melihat Aksa yang tengah memandanginya sedari tadi. Love grogi tentu saja dipandangi oleh Aksa sebegitu dalamnya.
"Aku nggak suka basa-basi Love. Pertanyaan semacam itu hanyalah sebuah percakapan tak penting. Toh aku, udah melihat dengan jelas jika kamu baik-baik saja."
"Fisikku memang baik-baik saja, tapi kabar itu harusnya Prince tujukan untuk hatiku." Love tak ingin mengalah dengan Aksa. Jadi dia harus bisa menandingi si pesilat lidah ini.
Aksa diam tak menjawab. Dia hanya masih terus menatap gadis di depannya itu dalam diam. "Selama ini aku memendam rindu yang begitu hebat untuk prince. Tapi, nggak tahu harus mencari kemana. Menahan sambil berharap jika takdir benar-benar akan mempertemukan kita kembali. Aku juga kadang takut bagaimana jika kita dipertemukan dalam kondisi berbeda. Prince punya kekasih dan aku akan patah hati.
"Selama ini, Prince pasti baik-baik saja tanpa ada aku yang mengganggu. Tapi aku enggak." Love tidak ingin kalah dalam perang tatap menatap antara dirinya dan juga Aksa. Love bahkan sudah merekam di dalam ingatannya rupa Aksa yang begitu rupawan.
"Karena itu, aku menawarkan sebuah relationship ke kamu." Aksa memejamkan matanya untuk meneruskan ucapannya yang terlihat begitu berat. Dengan melakukan itu, dia berharap bisa memilih kata yang tepat agar Love bisa memahami kalimatnya.
"Aku juga pernah merindukanmu." wajah Love seketika memerah mendengar ucapan Aksa. Untung saja, lampu temaran menutupi perubahan wajahnya.
"Serius prince?" tanya Love antusias.
"Enggak sih, bohong aja biar kamu seneng." seketika pukulan tangan Love melayang ke tubuh Aksa dengan membabi buta.
"Sumpah ya Prince, aku sumpahi kamu cinta mati sama aku. Nggak akan bisa berpaling meskipun hanya seinci. Otak pintarmu itu akan terus mikirin aku sampai kamu lemes nggak bisa ngapa-ngapain." pukulan itu terus dia layangkan sampai tenaganya terkuras. Nafasnya tersengal-sengal karena kelelahan. Namun Aksa sama sekali tak menghindar, membiarkan saja tangan Love 'menghajarnya' tanpa ampun.
Decakan dari bibir Aksa terdengar membuat Love berkomat-kamit entah mengatakan apa. Lelaki itu mengelus tangannya yang terasa agak sedikit sakit karena pukulan yang Love berikan tadi.
Tidak mempedulikan dumelan Love, Aksa berbicara kembali. "Bukannya harusnya kita bahas masalah Universitas ya?"
"Bodo amat sama Universitas. Aku mau kuliah di tempat prince Aksa kuliah. Nggak usah ribet nyari lagi." begitu jawab Love tanpa berfikir. "Yang aku pikirkan sekarang adalah, hubungan kita prince. Mau di bawa kemana? Aku nggak mau ya tanpa kepastian kaya gini."
Aksa mengedikkan bahunya tak peduli. "Aku udah menawarkan sebuah hubungan, itu tandanya aku sudah memberi sebuah kepastian." berdiri dari duduknya, lelaki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap Love yang tengah mendongak mentapnya. "Aku pergi." Love mencekal tangan Aksa ketika lelaki itu hampir berjalan meninggalkannya. Dia harus menyelesaikan urusannya dengan Aksa sampai tuntas, itu yang ada dalam otaknya.
"Maksud prince adalah hubungan tanpa cinta?"
"Jadi kamu nggak mencintaiku?"
"Bukan aku yang nggak mencintai prince, tapi prince yang nggak mencintaiku."
"Siapa bilang aku nggak mencintai kamu?"
"Jadi Prince juga cinta aku?" coba lihat binar mata Love itu, seperti ada ratusan bohlam lampu di sana. Begitu terang.
"Mungkin."
"Mungkin? Astaga Prince. Jadi Prince nggak yakin cinta sama aku atau enggak?" tangan Love tak lagi menahan lengan Aksa yang tadi di pegangnya. Gadis itu merasa lemas karena kata 'mungkin' yang Aksa katakan. Hanya beberapa menit mereka bertemu, tapi lelaki itu sudah menarik ulur hatinya.
Bukannya menjawab, Aksa malah mengajak Love untuk kembali ke tempat pesta karena waktu juga semakin malam.
Meskipun dengan hati galau luar biasa, tapi Love mengikuti Aksa dari belakang tanpa mengatakan apapun lagi. Biarkan Tuhan yang mengurus hatinya, berbicara dengan Aksa lama-lama akan membuatnya sakit kepala.
°•°
Aksa sudah rapi sekali pagi ini. Membawa kunci mobilnya, pria itu berpamitan kepada ibunya untuk segera pergi.
Satu jam perjalanan, dia sampai di sebuah rumah besar. Tapi bukan rumah tersebut yang ditujunya. Jadi Mengarahkan ke gerbang sebelah rumah tersebut, mobilnya berjalan pelan untuk sampai ke rumah di belakangnya. Aksa memang belum pernah ke sana. Tapi sang pemilik rumah lah yang menjelaskan bagaimana 'rute' tempat tinggalnya.
Maka sampailah dia di rumah besar dengan cat putih bersih. Rumah dengan tatanan rapi terlihat sekali jika rumah tersebut sangat terawat. Memasukkan mobilnya di carport, Aksa keluar dan berjalan menuju pintu utama rumah besar tersebut.
Seorang bibi membukakan pintu ketika dia memencet bel sekali. Beliau langsung menyuruh Aksa masuk dan segera memanggil sang tuan rumah.
Senyum Aksa tercetak di bibirnya ketika melihat potret keluarga tersebut. Si anak gadis mereka lah yang menarik perhatiannya.
"Aksa." Aksa membalik tubuhnya dan mendapati pemilik rumah datang untuk menyambutnya.
"Pagi Om." katanya sambil bersalaman.
"Pagi. Jadi lihat kampusnya hari ini ya? Kok Love tidur lagi habis sarapan tadi." heran Marvel.
Iya, Aksa sedang berada di kediaman Marvel Nareswara. Tanpa janji temu terlebih dulu kepada Love. Tak tahu bagaimana reaksi Love nanti jika melihat Aksa di rumahnya.
"Nggak papa Om, biar saya tunggu." jawab Marvel. Melihat itu, Marvel jadi tak enak hati sendiri karena merasa putrinya begitu lalai dengan sebuah janji.
Maka dari itu, Marvel berdiri untuk membangunkan Love dan menyuruhnya segera bersiap-siap. Tapi belum juga berjalan, Love lebih dulu muncul dengan wajah tertekuk.
"Papa... Aku nyari Bunda nggak ada, jariku nempel kena.... lem." begitu katanya dengan menunjukkan jari telunjuk dan ibu jarinya yang menjadi satu. Menempel. Matanya membulat kaget saat menyadari jika ada tamu di sana. Dan Aksa? Astaga, apa yang dilakukan pria pembuat 'onar' untuk hatinya itu datang kemari. Begitu tanyanya dalam hati.
"Kamu ngelem apa emangnya?" tanya Marvel sambil melihat tangan sang putri. Tatapannya beralih kearah ayahnya. Menyembunyikan tangannya karena malu dengan Aksa.
"Iseng aja sih, main-main. Terus ini gimana Papa?" rengekannya terdengar membuat Marvel terkekeh. Tanpa diketahui ayah dan anak itu, Aksa menggeleng karena melihat tingkah Love. Gadis itu bisa menjadi singa betina kelaparan jika di luar rumah, tapi lihatlah jika bersama orang tuanya, manja betul.
"Makanya mainannya jangan sama lem." Love semakin manyun mendengar ucapan sang ayah. "Ah, papa hampir lupa. Ini, kamu dijemput bang Aksa buat lihat kampusnya. Siap-siap gih sana."
"Haa." reaksi Love seperti orang bodoh saja sekarang. Memang siapa yang mengatakan itu? Sejak pulang dari pesta kemarin, Love belum sama sekali membicarakan tentang Universitas, kampus, atau apapun itu.
Dan sekarang tiba-tiba Aksa datang menjemputnya untuk melihat kampus katanya, waras tidak sih pria itu. Love mendumel dalam hati.
"Tanganku Pa." Aksa berdiri untuk mendekati Love dan juga Marvel. Tanpa banyak kata, pria itu mengangkat tangan Love dan melihat jari gadis itu yang menempel.
"Pakai tinner." begitu katanya sambil menatap Love. "Om ada tinner?"
"Biar Om tanyakan pak Bon ya." Marvel langsung pergi meninggalkan keduanya untuk mencari apa yang dibutuhkan putrinya.
Setelah ayahnya tak ada di sana, Love langsung menyerang Aksa dengan pertanyaan. "Apa nih maksudnya?" Aksa hanya menatap Love santai seolah kedatangannya tak berdampak apapun buat gadis itu.
"Kencan pertama kita. Bukannya sekarang kita sedang menjalani hubungan?" Love sungguh tak tahu lagi harus mengatakan apa. Karena Aksa benar-benar sudah gila sepertinya.
•°•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Arshell
gila Aksa, sebelas dua belas sama daka pas waktu masa pacaran. like father like son
2021-08-02
0
Farida Randy
suka nik karakter nya Aksa
tampa banyak basa basi,😊
2021-01-26
0
💋𝓜𝓲𝓼𝓼 𝓻𝓲𝓫𝓮𝓽𝓕𝓔𝓐💋
cool man..lakiku satu spesies sama si aksa...gak suka basa basi.langsung to the point😆😆thor jadikan mereka pasangan..karna jodohnya aksa dan love ada ditanganmu tor,buka ditangan mbak takdir dan om takdir.
2020-11-05
0