Aksa masuk ke dalam rumahnya dengan berjalan lunglai. Jaket yang tadi dipakainya dia lepas menyisakan kaos lengan panjang yang menutup tubuhnya. Otaknya terus memikirkan keadaan Love yang dia tinggalkan masih dalam keadaan menangis.
Tapi mau bagaimana lagi, belum juga dia menenangkan gadis itu, sebuah pengusiran dia dapatkan. Entah sudah berapa kali dia menghela napas agar ganjalan di dalam hatinya sedikit lega, tapi ternyata tak berefek apapun yang dirasakannya. Ganjalan itu masih ada dan melekat di sana.
"Bang." panggilan sang bunda menyadarkannya dari lamunan. Di ruang keluarga, ternyata keluarganya telah berkumpul. Mereka menatap heran kepada Aksa karena tingkah lelaki itu yang tak biasa.
"Kenapa?" tanya Kenya lagi ketika Aksa sudah duduk di sampingnya.
"Maaf bunda." jawabnya sambil berpindah duduk di bawah, dan meletakkan kepalanya di pangkuan sang bunda.
Meskipun dengan kebingungan luar biasa, tapi Kenya tetap mengelus kepala sang putra lembut. "Cerita sini sama kita." kata Kenya saat Aksa masih diam dengan kepala bersandar di pangkuannya.
Kla menatap sang kakak dalam diam, pun dengan Daka. Tadi pagi, Aksa meminta izin keluar untuk mengajak sang kekasih jalan-jalan, alih-alih menggunakan kata kencan. Baik Daka maupun Kenya tentu memberinya izin. Putra mereka sudah dewasa dan hal-hal semacam itu memang normal untuk dilakukan.
Aksa kembali duduk dengan wajah lelahnya. Mata lelaki itu menatap sang bunda dalam, kemudian menghela nafas. Perasaan bersalah menelusup masuk ke dalam dadanya. Membuat Love menangis, sama saja membuat sang ibu kecewa. Begitu pikir Aksa.
"Aku buat Love menangis bunda." awalnya. Jakunnya naik turun karena tenggorokannya sibuk menelan saliva.
Ketika ekspresi sang bunda masih sama, dia kembali melanjutkan dan menceritakan apa yang terjadi seharian ini. Bagaimana Marvel mengusirnya karena membuat putri lelaki itu menangis, dan bagaimana pula wajah lelaki paruh baya itu mengeras menahan marah.
Aksa bersyukur, setidaknya tak ada bogeman yang melayang ke wajahnya yang Marvel berikan untuknya karena telah membuat Love bersedih.
"Abang mencintai Love?" tanya Kenya kepada Aksa.
"Iya bunda." kalau tidak, dia tak akan peduli dengan gadis itu dan akan memberitahu rencananya dua hari sebelum keberangkatannya.
Tapi tidak, bahkan Aksa sudah memberi tahukan itu jauh-jauh hari. Karena apa? Agar Love bisa mempersiapkan dirinya untuk kepergiannya nanti.
"Kasih waktu Love untuk sendiri dulu. Dia butuh waktu memikirkan semuanya Bang. Berjauhan dengan orang yang kita cintai itu nggak mudah. Kalau memang dia juga mencintai dan menyayangi kamu, dia akan memberi support dan akan menunggu kamu." Aksa rasanya tak bisa menampung apapun petuah yang diberikan oleh sang ibu di kepalanya.
Telinganya seolah terus mendengar bagimana Love menangis karenanya.
Melihat putranya yang seperti tak bernyawa, Daka bersuara. "Abang istirahat dulu. Dinginkan kepala abang, kita akan bicara nanti saat abang udah siap." Aksa mengangguk dan berdiri dari sofa.
Meninggalkan keluarganya untuk pergi ke kamarnya. Ayahnya benar, dia perlu mendinginkan kepalanya yang terasa semrawut karena memikirkan kekasihnya.
Sedangkan di ruang keluarga, Kla memberikan usul kepada ayah dan ibunya. Dia bilang, "Kalau aku yang menangani ini pasti beres deh Yah." Daka dan Kenya menatap putrinya.
"Emangnya Adek mau lakuin apa?" tanya Daka.
"Ada deh. Om Marvel pasti luluh lah sama aku, nggak bakalan dia sinisin aku."
"Kenapa?" ibunya bersuara.
"Feeling bunda." katanya. Kenya dan Daka hanya menggeleng saja melihat putrinya yang sok bisa menyelesaikan urusan kakaknya. Memang ada-ada saja tingkah si Kla ini.
°•°
Aksa menatap ponsel di genggamannya lekat-lekat seolah dia baru saja mengenal dengan yang namanya alat komunikasi.
Menyalakan benda pipih itu, kemudian mematikannya kembali. Mengambilnya, kemudian meletakkan lagi. Begitu terus sejak satu jam yang lalu.
Setelah mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin, otaknya masih saja terasa mandek tak bisa berpikir. Dia menunggu kabar dari Love barangkali gadis itu menghubunginya.
Satu notifikasi terdengar. Dan Aksa langsung membuka ponselnya.
'Ayah minta pulsa, ayah sedang di kantor polisi'
Isi pesan itu membuat Aksa naik darah. Dengan cepat, jari-jarinya mengetik balasan sambil berapi-api.
'Biar dimakan polisi sekalian' balas Aksa kekanakan. Biasanya, dia tak pernah mengurusi hal-hal seperti ini, tapi kali ini, entah kenapa otaknya terasa terbakar membaca pesan tersebut.
"Kamu gimana sekarang Princess?" gumamnya pelan. Kepalanya dia telungkupkan di atas meja belajarnya.
'Kenapa kamu nggak hubungi dia duluan? Tolol.' sisi jahat Aksa mencemooh dirinya sendiri karena kebodohan itu.
"Ok. Gue akan lakuin." seperti orang gila, Aksa berbicara seorang diri dan langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Love.
Kakinya berjalan mondar-mandir dengan meletakkan ponsel di telinganya. Bunyi sambungan telpon terdengar, tapi tak ada jawaban dari seberang sana. Bahkan berkali-kali Aksa mengulangi berkali-kali pun tetap sama.
"Shit." umpat Aksa. "Gue sumpahin lo jadi istri gue." begitu katanya karena berang. Seandainya Love mendengar, gadis itu akan mengangguk semangat dengan wajah yang memerah.
Aih, Aksa jadi rindu gadis itu kan sekarang. Memutuskan menyudahi bertingkah bodoh, dia membaringkan tubuhnya untuk tidur.
Esok harinya, Aksa terlihat berbeda di mata teman-temannya. Tidak biasanya dia terburu-buru keluar kelas ketika kuliah selesai. Tapi hari ini, dia seperti dikejar hantu saja membuat heran teman-teman sekelasnya.
Kedua kakinya melangkah panjang-panjang untuk bisa sampai di sebuah kelas. Kelas dimana Love berada di sana. Entah kemana perginya gadis itu semalaman ini, karena selain panggilannya yang diabaikan, Love juga tak balik menghubunginya.
Dan sayangnya, sampai detik ini pun, ketika Aksa mencarinya, gadis itu pun tak muncul.
"Ra!" panggilnya kepada Naura yang baru keluar dari kelas bersama Gea.
"Eh, Kak Aksa. Cari Love ya?" Aksa mengangguk.
"Love kemana ya?" matanya mencari-cari keberadaan gadis itu. Tak ada Love di sana.
"Love nggak masuk Kak. Nggak ada surat dari dokter juga." kecewa tentu saja. Apa dengan lari begini, semua permasalahan mereka akan selesai, begitu pemikiran Aksa.
"Oh, tapi kalian sempet hubungin dia nggak tadi?"
Gea mengangguk. "Iya Kak, tadi aku telpon dia pas mau masuk kelas, dia cuma bilang hari ini absen. Gitu aja. Nggak ada penjelasan lain."
Aksa berusaha untuk memahami apa yang Gea katakan. Jadi setelah mendapatkan informasi itu, Aksa pergi untuk kembali menghubungi Love. Mungkin saja kali ini panggilannya di terima oleh gadis itu.
°•°
Sha menatap putrinya dengan heran. Sejak tadi pagi, Love terus saja mengunyah makanan seperti perutnya adalah karet yang tak bisa kenyang meskipun banyak makanan masuk ke dalam sana. Gadis itu benar-benar seperti orang pedalaman. Sejak kemarin tak mandi, rambut acak-acakan, dan wajahnya terlihat kusam sekali karena sisa makeup yang dipakainya.
"Love nggak kenyang?" tanya Sha lembut.
"Belum bun." jawabnya tak acuh. Mulutnya masih mengunyah kue yang ibunya buatkan tadi pagi.
"Love patah hati ya?" pertanyaan Sha menghentikan kunyahannya. Matanya menatap sang bunda dengan pandangan lemah.
"Aku kan nggak sedang putus cinta Bun."
"Dan akan segera terjadi." mata Love melotot tak sadar karena mendengar ucapan sang bunda.
"Bunda doain aku putus?"
Sha menggeleng. "Enggak dong. Bunda malah seneng kalau dapet mantu Aksa. Udah cakep, pinter, religius, dan juga punya pendirian teguh. Kamu aja kali yang pengen putus sama Aksa." nada suara Sha lembut sekali, tak ada emosi atau apapun di sana, tapi meskipun begitu bisa memancing emosi putrinya.
"Aku nggak mau putus sama Aksa bunda. Enggak." kata Love keras. "Aku cinta banget sama dia."
Masih dengan ekspresi tenang, Sha kembali berbicara. "Tapi kalau kamu lama-lama begini, Aksa yang akan putusin kamu." Love paham bagaimana tabiat ibunya. Beliau akan berbicara santai tapi melesat tepat sasaran. Dan Sha, sedang melakukan itu sekarang.
Masih dengan bibir tertutup, Love memperhatikan ibunya yang berbicara. "Hidup itu nggak hanya diisi kebahagiaan saja sayang, tapi juga ada kesedihan. Bukan hanya ada senyuman, tapi juga ada tangisan. Dan hubungan kamu dengan Aksa pun demikian. Selama ini kamu bahagia karena ada dia di samping kamu. Menemani kamu, membantu kamu, dan melengkapi hidup kamu.
"Ingat sayang, sebelum kamu menjalin hubungan dengan Aksa, dia sudah merencanakan ini. Dia kemarin bilang kan?" Love mengangguk. Dan Sha melanjutkan. "Dengan kamu bersikap seolah kamu adalah satu-satunya yang tersakiti karena rencana Aksa, itu akan membuat kamu lupa jika Aksa juga merasa sakit hati karena kamu mengabaikannya. Padahal yang dia butuhkan adalah semangat dari kamu.
"Dalam masalah ini, siapa yang patut disalahkan?" Love menggeleng lesu.
"Nggak ada yang salah. Kamu nggak salah, pun dengan Aksa. Dia berusaha memberitahu kamu jauh-jauh hari agar kamu siap saat nanti dia pergi. Dan ketika kamu merasa sedih sekarang, kamu juga nggak salah. Tapi beda lagi kalau kamu yang malah menghindar. Itu akan menjadi kesalahan kamu jika kamu mendapatkan surat keputusan yang disebut surat putus.
"Sekarang terserah sama kamu aja sih, kalau kamu mau kehilangan dia, pertahankan sikap kamu yang sekarang." Sha langsung keluar dari ruangan dapur. Tapi sebelum itu, dia kembali berhenti berucap, "kamu kayanya setuju sama ide Papa ya, buat putus sama Aksa. Papamu pasti seneng tu."
"Bundaaa." Sha tak mempedulikan teriakan putrinya yang sambil kembali menangis karena sejujurnya dia merindukan Aksa banyak-banyak.
Otak Love sepertinya memang sedang dipinjam udang hari ini. Kemarin dia seperti tak mau ditinggal oleh Aksa, tapi sekarang malah menghindari lelaki itu tanpa sebab.
•°•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
bgs pemilihan kata katanya Thor
2020-05-19
0
ayu
asli keren pokoknya mantap
2019-12-11
0
Violet Agfa
nyumpahiinn kok jdi istri sndiri..... 🤣🤣🤣
2019-10-28
1