2# Sosok menyebalkan

Perasaan sedih mulai menggelayut terasa berat di dada. Meski tak terlalu indah, wajah langit ibukota ini mungkin akan begitu ia rindukan nantinya, bersama bau polusi yang biasa ia hirup sehari-hari.

"Ayo buruan ka Ay, lebay banget sedihnya...kaya mau jadi tkw di Tokyo aja..." tangan lain meraih dan menarik tangan Aya untuk segera masuk.

"Ish, seneng kan kamu! Aku pergi!" sinisnya ketus. Ica tertawa renyah, "oh iya dong! Aku jadi anak bunda sama ayah satu-satunya, yang bakal digendong ayah tiap hari!" jawabnya kejam. Dasar adik lak nat!

Bibir tipis itu semakin tersungging julid dan mendorong kepala adiknya itu seenaknya hingga ia mengaduh, "aduh ih!"

"Jangan acak-acak kamarku!" peringatnya pada sang adik.

"Tetep mau acak-acak, siapa tau nemu berlian!" tawa Ica mengundang geraman Aya, "pokoknya kamarku, ha*ram kamu pijaki!"

Ica tergelak mendengarnya.

"Udah semua bun?" ayah mulai masuk ke dalam kursi pengemudi dan mengunci seatbelt. Bunda yang selesai memutar kunci pintu rumah ikut tergesa masuk kursi samping ayah.

"Kita pulang lagi kapan? Besok aku ijin sekolah dong, yah? Iya kan, bun?" tengok Ica bergantian pada ayah bunda, huft menyebalkan! Cari-cari perhatian.

"Kalo gitu kamu ngga usah ikut nganter ke Bandung, diem aja di rumah bu Yana...dititip kaya anak kucing!" sela Aya sinis, "manja banget. Jakarta ke Bandung cuma 2 jam, sebaliknya juga sama. Kalaupun nanti subuh balik, masih keburu sekolah."

Ica menoleh memeletkan lidahnya, "biarin. Cape tau incess! Lagian ngga afdol, kalo ke Bandung ngga jalan-jalan..."

Kini giliran Aya yang memutar bola mata seraya menjulurkan lidahnya jijik.

"Coba, ijin dalam rangka apa?!" tantang Aya merasa menang.

"Dalam rangka anter kakak ke pesantren! Ya kan bun?!" bibir Aya manyun karena yang terdengar adalah tawa bunda yang menyusul.

Keduanya terus saja bertengkar, sampai ayah yang harus kembali turun tangan merapatkan kedua mulut para anak gadisnya itu, pertikaian mereka belum berakhir dan malah merembet kemana-mana. Ada saja tema masalah yang kedua adik kakak ini perdebatkan.

"Stop! Udah! Tutup pintunya!" gertak ayah menghentikan perdebatan keduanya.

Blugh!

Pintu tertutup merapatkan celah, meninggalkan perasaan yang sudah pasti akan ia titipkan pada langit senja ibukota.

***

"Bang Ghi apa kabarnya ya?" tanya Ica mendekap boneka pisangnya, pantas! Karena bocah itu sejenis minion. Ia juga cerewet macam minion karena sejak tadi terus saja bicara yang tak Aya mengerti, padahal Aya saja sudah diam.

"Baik, nugas di Markas komando brigade mobile kota kembang kok. Nanti juga ketemu..." bunda memencet AC mobil.

Demi apa, obrolan bunda dan Ica tak membuat Aya tertarik untuk ikut nimbrung, karena jelas...meskipun ia dan Al Ghifari sempat melalui masa lalu bersama selama beberapa tahun mengingat om Sakti pernah bertugas di Jakarta, namun seingatnya abang-abangannya itu adalah manusia paling jutek, galak dan menyebalkan meskipun dulu ia sempat menyukainya dalam konteks suka karena Ghi yang berparas tampan dan hanya Ghi yang menurutnya keren dari lahir. Namun sayang, bagi Ghi ia adalah makhluk pengganggu ketenangan, si ompong yang rese.

Gue udah ngga ompong, bang ikan! Aya menghela nafasnya, memulai perjalanan panjang nan beratnya.

****

Ia tak ingat kini berada dimana, ataukah jam berapa. Hari ini begitu melelahkan untuk Aya, dan ia sudah hampir menyerah untuk sekedar menyuarakan ketidakadilan hidup.

Mobil masih berguncang bergerak cepat bersama suara wiper yang menyeret tetesan air hujan untuk menyingkir dari kaca.

Pantas saja kulitnya sedikit meremang dingin, nyatanya Bandung sedang diguyur hujan sore yang mulai tergelincir ke malam ini. Suara adzan berkumandang ketika mereka baru saja keluar dari jalan tol.

"Nyari dulu masjid apa magrib di rumah bang Sakti aja, yah?" tanya bunda. Terlihat tatapan ayah kini menoleh padanya yang baru saja sadar dari tidur.

"Ada yang capek." Senyumnya melebar sejenak menjeda ucapan. "Mau cari masjid, tempat makan atau langsung di rumah om Sakti aja? Tante Rena udah masak katanya, ayam serundeng favorit Aya." goda ayah, tak lantas membuat Aya mau tersenyum.

"Iya capek. Capek dimarahin, capek ngga dipercaya...." jawabnya. Ica justru tertawa renyah mendengar suara hati anak terdzolimi di sampingnya itu, "emh, pake so so an terdzolimi, padahal seneng tuh mau ketemu bang Ghi....udah lama ngga ketemu, deg-degan engga?" tambah Ica semakin menggoda.

"Seneng banget! Sampe-sampe aku punya rencana buat cipox terus per koss--aa bang Ghi kalo ketemu! Puas?!" sarkasnya langsung dihadiahi tepisan bunda, "ish ngomongnya! Apaan itu cipox-cipox, perkoss aaa, belajar darimana coba?!"

Ayah ikut tertawa meski ia tahan sekencangnya hingga bibirnya sakit, melihat kelakuan lain Aya.

"Masa anak sekolah gitu, di sekolah belajar apaan coba?!" debat Ica lagi memancing pertengkaran dengan kakaknya itu.

Moodnya tidak sedang ingin menanggapi ocehan Ica yang sejak tadi mancing-mancing level emosi. Aya justru sibuk memperhatikan jalanan kota Bandung, dimana tak ubahnya Jakarta....cukup macet di balik tetesan air yang hinggap di kaca mobil.

Kaca cukup berembun, memancing jemari nakal Aya untuk membentuk sebuah tulisan I love JKT.....kegiatannya itu tak sengaja terlihat oleh pengguna jalan lain bermotor yang kebetulan tepat berada di samping mobil bagiannya dengan jaket basah kuyup berwarna biru, bergambarkan viking. Ia cukup terlihat sinis melihat Aya dengan tulisan itu.

Sadar akan rivalitas sesuatu, Aya tersentak segera menghapus tulisannya dengan telapak tangan.

Belum apa-apa ia sudah apes begini, dipelototin warga pasundan. Bagaimana besok? Apa ia akan mati dikeroyok?

Suara melengking klakson bersautan, membuat jalanan macet akhirnya terurai akibat lampu sudah berubah hijau. Kembali mobil melaju melintasi jalanan arteri kota ini.

"Hafalin jalannya Ay, siapa tau nanti mau hangout sama temen-temen." Ujar bunda.

"Ngga usah. Aya mau tapa di rumah aja, biar kaya biksu...ngga mau punya temen takut kebawa yang ngga bener..." jawabnya mengundang tawa Ica, "yang ada orang lain kebawa nakal kak Aya."

"Ngga seru tau, diem terus di rumah....nih, ini Cihampelas!" tunjuk ayah ke luar jendela, "dulu tempat ayah sama bunda pacaran kalo ayah ngapelin bunda ke Bandung, ya bun?" lirik ayah bernostalgia sejenak, bunda mengulas senyuman tipis nan manisnya, "iya. Yang ayah nawar celana buat mapala ya?!"

Kedua orangtuanya justru malah mengobrol berdua mengenang masa-masa ldr dulu sewaktu kuliah, sementara Ica menyimak kisah manis keduanya. Dan Aya sendiri memilih menatap jalanan dimana pedagang jagung rebus tengah melayani pelanggan dengan kepulan asap dari dandang jagung. Mendadak pengen jagung!

Tak sampai adzan isya, mereka akhirnya sampai di sebuah perkomplekan di satu daerah yang masih cukup terasa suhu dinginnya.

"Duh, dingin! Auto jarang mandi nih, datang ke Bandung!" ucap Aya celingukan ke arah rumah yang dituju. Klakson yang dibunyikan memunculkan seseorang dari balik pagar. Sosok tua namun masih gagah terlihat menyeru dengan celana sopannya.

Pria paruh baya beruban itu segera melebarkan pagar demi membiarkan mobil ayah masuk.

"Om Saktiiii!" seru Ica melongokan kepala dari kaca jendela.

"Ica! Udah gadis lagi euy!" balasnya.

Sampai mobil terparkir di carport, kini ayah yang turun dari kursinya dan menutup pagar sementara bunda dan Ica sudah menyerbu om Sakti.

Aya keluar dari pintu mobilnya dengan tangan sibuk menyampirkan tali tas di pundak.

"Mana Aya?! Calon anak angkat om, nih?!"

"Om, sehat om?" Aya meraih punggung tangan om Sakti yang dilingkari cincin batu akik di bagian jari tengahnya dan, tuk!

Ica tertawa melihatnya, karena sedetik yang lalu ia pun mengalami hal yang sama.

"Udah gede aja si ompongnya om. Makin cantik..." akuinya, hanya membuat Aya senyum meringis, digodain orang tua kok jatohnya serem.

"Bibit siapa dulu!" ayah kembali menggusur koper Aya, sementara bunda sudah nyelonong masuk menyerbu tante Rena, karena nyatanya sudah terdengar seruan dan obrolan asik bunda, suaranya sampai ber-echo keluar.

"Masuk yu masuk!"

Meski berbeda kota, tapi rasa canggung sudah tersisihkan dari kedua keluarga ini, bahkan tante Rena sudah membiarkan Aya dan Ica mengeksplore rumah.

"*Dulu tuh disini masih kosong, sekarang udah banyak yang isi. Makin padet Bandung sekarang*!"

Suara para orangtua mengobrol dari ruang tengah tak mengganggu kegiatan Aya saat ini yang sudah berjalan merembet pelan menatap setiap potret terbingkai di sepanjang dinding dan meja.

Dan yang paling besar adalah yang menempel di ruang tamu di awal mereka masuk tadi. Sosok keluarga aparat, dimana om Sakti masih terlihat gagah dengan seragam pdh resmi lengkap tersemat sejumlah brevet kehormatannya, di samping tante Rena nampak anggun dengan pakaian adat kebaya merah gold. Beralih ke samping kanannya ada sosok berparas tampan lain, dimana saat melihatnya jantung Aya langsung tak karuan, meski perbedaan usia mereka cukup jauh, namun seperti tak terlihat jelas karena paras Ghi.

Dengan pakaian yang sama dengan sang ayah, Ghifari nampak....jutek, *cih*! Seperti biasanya.

Suara mesin motor tak terlalu terdengar sampai ke dalam, namun ketika pagar digeser para orangtua terdiam sejenak dan saling menebak.

"Assalamu'alaikum..."

Aya ikut menoleh saat suara itu menyapa pendengaran.

"Ghi, ya Allah....baru pulang?" serunya menyapa, begitu excited. Terlihat jelas kekaguman bunda pada nak ganteng satu itu.

"Om, tante..." angguknya memberikan salam.

"Hebat ih makin gagah aja!" puji bunda menepuk bahunya yang sedikit basah karena air hujan cukup rembes rupanya melewati celah jas hujan miliknya tadi. Ia hanya mengulas senyum tipis, "jam berapa sampe om?" tanya nya basa basi seraya mengedarkan tangannya, Ica bahkan sudah tertawa caper, "bang Ghi!"

"Ca," balasnya.

Hingga pandangan mereka bertemu, dan uluran tangan Ghi tertuju pada Aya. Aya yang masih cukup dibuat canggung akhirnya menyambut uluran tangan Ghi, lalu menyalaminya takzim, "bang ikan Pari." kekehnya mencoba mengakrabkan diri lagi.

"Hm."

*Apa?! Menyebalkaaannn! Giliran Ica disebut namanya, giliran Aya, cuma hm doang*?!

.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Natalia Martiningsih

Natalia Martiningsih

Alhamdulillah ya Allah, rejeki anak Sholeh bisa baca karya tebaru othor keceh nan sholehot

2025-02-05

8

Marliyanipratama

Marliyanipratama

aku kasih coffe lah buat emak biar up nya semangat... hebat ikh emak gw selalu dan selalu up novel on going dan rata" itu tuh gk pernah satu... antara 2 apa 3 gitu hadeuuuhhh... dan hebat nya lagi jarang dan bahkan gk pernah salah nyebut nama tokoh di novel lain dan gk pernah typooooo... aawwww pokok na mah pedo lah emak mah lope" sakebon cikur,, dan untuk semngat nya aku apresiasi kasih coffee semangat mamak kuhhh😘😘😘

2025-02-05

2

Damayanti Samsir

Damayanti Samsir

gak tau kenapa selalu suka sama cerita2 tentang abdi negara /Grin//Grin/
pengen nimbun bab biar puas baca nya tapi apa daya rasa penasaranku lebih besar /Curse/

2025-02-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!