Tak ada permintaan ijin dari Aya pada Ghi, justru Aya mengabarkan kepergiannya hanya pada mama Rena, khawatir jika ibu mertuanya menunggu-nunggu di rumah dan justru berakibat ia yang bertanya pada Ghi langsung.
Jika kepergian tanpa ijinnya sampai di telinga Ghi, maka perang Baratayuda tak dapat terelakan lagi. Pria kejam itu sudah pasti akan murka.
Aya memilih-milih make up di rak teenager. Kebetulan sekali, beberapa miliknya sudah hampir habis di rumah.
Sementara Yena dan Riri tengah memilih masker wajah.
"Beli apa Man?" tanya Alma selalu menempel pada Aya, mungkin menurutnya lebih aman saja saat bersama Aya.
Lirikan sekilas Aya pada Alma tanda jika ia lebih khusyuk memilih liptin, "ini liptin. Liptinku abis, kamu---ngga beli apapun, Al?" tanya Aya melihat Alma yang tak menggenggam apapun.
Alma menggeleng, "aku ngga hafal yang beginian, ngga pernah pake." Akuinya.
Aya terkekeh, "kalo gitu kamu kalah sama sepupuku. Umurnya 3 tahun, tapi udah bisa pake lipstik emaknya, yaa...berantakan sih, jatohnya jadi kaya psikop4t..." Alma menyemburkan tawanya bersama Aya. Satu lagi kesan Alma terhadap Aya, humoris.
"Coba yang ini..." Aya menyerahkan sebuah liptin sampel pada Alma dengan warna fresh dari brand ternama.
"Aku?"
Aya celingukan ke arah belakang Alma dimana gadis itu pun ikut menoleh ke belakang.
"Sejauh ini sih cuma kamu ya, orang hidup yang ada disini..." gidik Aya acuh, Alma kembali terkekeh dan meraih itu.
Perlahan namun pasti, gadis berkacamata itu memakainya. Ada senyuman lebar di wajah tanda ia puas.
"So, mau beli? Merk itu sering aku pake, cocok banget. Ngga keras...ngga mengandung bahan berbahaya..."
Alma mengangguk cepat atas saran Aya. Sementara Aya sendiri sudah mengambil satu dengan pelembab dan mulai membayarnya.
"Assalamu'alaikum, ma..." Aya memeluk mama Rena dari arah belakang saat berada di pantry, biasalah kalo mak emak kerjanya apa lagi, kaya raya udah, anak sukses udah, suami keurus juga udah, ya baking-baking.
"Wa'alaikumsalam. Jalan-jalan kemana?" tanya nya sembari menunjuk wadah kotor pada bi Wiwin, "ini Win, cuci sekalian yang ini..."
Aya melepaskan pelukannya dan melengos ke kamar mandi setelah sebelumnya menaruh paper bag di meja bar hingga membuat mama Rena dapat melihat isian belanjaannya.
"Dari mana sih tadi, lupa. King apa ya nama mall nya..."
Dan ucapannya memantik mama untuk beroh-ria, liptin, pelembab oke...aman. Entahlah! Meski ia tau, ia sadar dan tak dipungkiri ia pun tak mau Aya hamil di usia muda apalagi masih sekolah, namun ide gila tentang cucu selalu memenuhi otaknya sekarang.
"Abang belum pulang kan, ma?" tanya Aya akhirnya memiliki ketakutan tersendiri sekarang. Rupanya jauh dari ayah bunda berhasil membuat Aya memiliki daftar ketakutan dalam hidup.
Mama Rena menggeleng, "aman. Udah makan belum? Makan dulu gih..."
"Pasti dong! Aya laparrrr! Tadi rencananya mau ke gerai ayam, tapi ngga sempet...Aya juga nolak, soalnya lebih suka masakan mama..." kekehnya yang langsung dihadiahi cubitan mama Rena, "emhhh gombal!"
Ia suka, sangat suka Aya.
Aya membentangkan baju seragam merah jambu miliknya, yang masih bau toko, bau kain baru. Bahkan lipatannya saja masih kenceng. Belum tersentuh sama sekali sejak ia menerimanya di hari pernikahan.
Ia mencobanya di badan dan mulai mematut diri di depan cermin, mengingat esok siang ia akan memakainya.
Ghi baru saja pulang dan memutuskan untuk makan dengan ditemani mama bersama papa di meja makan sambil bercengkrama santai. Sementara Aya, istrinya itu sibuk sendiri di kamar entah sedang apa.
Hingga kehadiran seseorang mengejutkannya dengan apa yang dikenakan.
"Ma...ini tuh bener ngga pakenya? Ko jelek! Kaya ibu-ibu..." cibir Aya mematut diri sepaket bibir manyunnya di depan keluarga Ghi.
"Wahhh! Anak om cantik jadi ibu merah jambu!" seru papa Sakti memuji, begitupun mama Rena, "tuh cocok, cuma tinggal dikecilin sedikit aja itu bagian keteknya." Ibu merah jambu senior ini bergerak membantu Aya memantaskan diri.
Sementara Ghi, cukup dibuat tersedak hingga harus buru-buru minum saat Aya begitu *menyala* dalam balutan merah jambu.
"Masa begini ma, keliatan tua...ini juga panjang...jelek." rengek Aya menggemaskan.
"Iya kalo kamu yang pakenya jadi jelek." Cibir Ghi, sekalinya ngomong bikin empedu cenat-cenut.
"Ghii...." Le nguh mama Rena merotasi bola matanya.
"Bagus neng, bagus kok...jadi lebih berkharisma." Angguk papa.
"Kalo orangnya pecicilan ya turun kharisma bajunya, pap." Kembali suara sumbang itu koar-koar layaknya sirine ambulan bikin telinga Aya sakit.
Lirikan Aya mendelik pada suami polisinya itu yang ingin beranjak dari duduknya. Tanpa diduga tanpa disangka, Aya mengambil ancang-ancang lalu melompat ke arah punggung Ghi dan menggigit pundak lelaki itu.
Hap!
"Pecicilan begini maksudnya?!" ucap Aya.
"Awww...Ay! Aya!!" ia hampir oleng dibuat Aya, siapa juga yang tak terkejut saat sesosok makhluk nemplok tanpa aba-aba, untung saja ia seorang aparat....hingga membuatnya tak sampai jatuh.
"Astagfirullah!" mama Rena berseru menggertak memijit pelipisnya sementara papa justru tertawa melihat drama kucing dan guguk disana.
Ghi masih mendelik tajam ke arah ujung sofa, dimana Aya duduk bersidekap tangan persis jin botol.
"Ayo buruan!" sentaknya galak, gigitan Aya nyatanya cukup membuat bekas meski tak sampai berda rah-da rah. Namun tetap saja, rasa linunya masih terasa hingga ke otot.
Dan malam ini Ghi menghukumnya ngitungin jumlah butiran beras dalam takaran 1 kg.
"Mata Aya bisa juling, bang....kalo mesti ngitung sampe abis!" keluhnya hampir menyerah. Namun ia memang tak berniat memberikan keringanan pada Aya apalagi ampunan terhadap istrinya itu.
"Biar kamu mikir-mikir lagi kalo mau bikin ulah. Kalau sampai setelah ini masih bikin ulah, maka level hukumannya akan makin susah dan berat lagi. Ayo cepet terusin....mendingan kamu khusyuk aja ngitung, biar cepet kelar..." ujarnya kejam, bahkan Ghi melipat kedua tangannya mengawasi dengan mata tajamnya. Padahal disana, Aya sudah hampir meluruhkan tangisnya, dan mengacak-acak beras di depannya itu.
"Dasar...manusia ngga berperikemanusiaan...."
"Heran deh. Bisa-bisanya lolos jadi abdi negara....bisa-bisanya lolos psikotest...." dumelnya sepanjang menghitung hingga----
Aya menggaruk tengkuk dengan wajah syoknya, "waduhhhh, baru sampai berapa ya barusan gue ngitungnya?"
Ghi melirik sekilas sedikit sinis, "nah...nah...begitu kalo mulut yang kerja. Ngga mau tau, berapa jumlahnya?" tanya nya tak bisa lebih kejam.
"Mana Aya tau, ngitungnya aja belum selesai....mana yang tadi lupa lagi berapa!" debatnya usai sudah! Ia sudah tak kuat lagi, matanya terasa juling, kepalanya kleyengan.
Ghi memasang tampang datar nan dinginnya, "Ranayaaa???"
"Jumlahnya tak terhingga! Pokoknya banyak, lebih dari 1!" tukas Aya justru kini tanpa ijin Ghi sudah beranjak dari duduk dan memilih melengos ke dalam kamar.
"Umanda Ranaya!"
"Bo do amat."
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Munji Atun
kebayang pas Aya lompat nemplok dipunggung si abang jd inget sun go kong 😅Ya klo dihukum ngitung beras tuh sekalian dzikir kan dpt banyak tuh 😊hukuman kelar pahala dpt 😊(widih tumben gue bener) 😅ok mbak Shin mksh upnya ditunggu terus nextnya gpl yuuk semangat love you always💞🌺💖
2025-02-12
8
jumirah slavina
bagus Ay... serang PePari...
Aku suka keributan iniii
🤣🤣🤣🤣🤣🏃🏃🏃🏃
2025-02-13
5
Marliyanipratama
ukhhhuuuyyyy menyallaahhh ibu merah jambu.. hati" bang bnyakin istigfar sama dzikir,, tar tau" ank gw elu sosor lagi... kan kagak lucu klo udh bucin duluan,, siksa ay siksa biar tau entu pakpol,,, kan dia ktanya gk suka kan sama kmu ayo semngat ay emak dukung
2025-02-16
1