"Apa aku datang di waktu yang tidak tepat?" tanya Melisa dengan gugup.
"Kamu datang di waktu yang tepat," balas Jonathan, ia kembali berlagak seperti Stevin. "Cepat ke sini dan suapin sahabatmu," titahnya.
Melisa menutup pintu ruangan kemudian melangkah masuk dan duduk di sofa.
"Jika kalian ingin berbohong ya silahkan saja, asalkan aku sudah tahu" ujar Melisa dengan santai.
"Maksud kamu?" tanya Elina tak mengerti
"Aku bukan anak kecil, Elina. Orang bodoh pun akan tahu jika menyaksikan suasana tadi," kata Melisa kemudian menatap Elina dan juga Profesornya. Karena Melisa sudah tahu maka Jonathan kembali menyuapi istrinya, Melisa hanya dapat menyaksikan pemandangan indah dihadapannya itu.
"Mel, apa kamu tidak ke Kampus?" tanya Elina saat ia sudah selesai makan.
"Jam 11, Elin. Pagi ini tidak, karena Prof Stevin, upss maksudnya Prof Jonathan tidak masuk" kata Melisa tersenyum.
"Jika di Kampus nanti, bersikaplah seperti yang lalu-lalu. Dan ingat! Jangan panggil aku dengan sebutan Jonathan," ujar Jonathan pada Elina dan juga Melisa.
"Siap, Prof" balas Elina dan Melisa bersamaan.
Jonathan menggeleng kepala menyaksikan dua wanita yang terlihat seperti kembar, kembar bukan karena fisiknya tapi karena sikapnya. Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi, Melisa pun pamit untuk ke Kampus.
----------------
Harvard University
Melisa duduk seorang diri di Kantin. Ia melipat kedua tangannya di meja lalu menenggelamkan kepalanya di sana.
"Tumben sendiri," terdengar suara dari arah belakang tempat duduk Melisa.
"Elina di mana?" tanya Ibu Kantin.
"Elina sakit, Bu. Aku galau duduk sendiri," ujar Melisa sambil memajumundurkan bibirnya.
"Boleh aku duduk di sini?" tanya seseorang yang baru saja datang. Melisa mendongak menatap pria yang sedang meminta izin untuk duduk di kursi kosong yang ada di depannya.
"Apa aku mimpi!" gumam Melisa dengan pelan.
"Boleh?" tanya pria itu lagi.
"Silahkan, Prof" Melisa mempersilahkan Prof Alnero untuk duduk. Melisa yang begitu membenci Prof Alnero membuatnya enggan untuk mengajaknya bercerita. Ia benci bukan karena sikapnya yang dingin tapi karena tugas yang Prof Alnero berikan selalu di luar dugaan.
"Kemana temanmu yang baik itu?" tanya Prof Alnero berbasa basi.
"Sakit," jawab Melisa singkat.
"Oh," hanya kata itu yang keluar dari mulut Prof Alnero.
"Sikap dinginnya kembali lagi," batin Melisa.
Sekalipun Melisa duduk berhadapan dengan Prof Alnero tapi tetap saja ia merasa galau karena tidak ada teman yang bisa ia ajak bercerita.
"Buk, aku ke Kelas dulu ya...!" Melisa sedikit berteriak ke Ibu Kantin yang jaraknya agak lumayan jauh dari tempat duduknya.
"Duduk dan temani aku sampai jam 11," titah Prof Alnero.
"Prof meminta siapa untuk duduk?" tanya Melisa memastikan.
"Yang duduk denganku siapa?" Prof Alnero kembali melontarkan pertanyaan.
"Ah iya, Prof" balas Melisa kembali duduk.
"Tuh kan, diam lagi" batin Melisa dengan kesal. Melisa menatap Prof Alnero, "Ganteng tapi bikin jengkel," gumam Melisa kemudian menyandarkan kepalanya di meja.
"Apa katamu!" Prof Alnero menatap tajam Melisa.
"Aku tidak mengatakan apa-apa," elak Melisa.
"Sekarang kamu masuk ke dalam Kelas, aku tidak mau melihatmu terlambat lagi." Prof Alnero berdiri lalu pergi meninggalkan Melisa.
"Kalau tidak bisa bilang terimaksih setidaknya jangan galak..." teriak Melisa dengan kesal.
Prof Alnero berbalik menatap Melisa, ia menggelengkan kepala melihat sikap Melisa yang menurutnya lucu tapi ngeselin.
Di dalam Kelas, Melisa membuka buku Oftalmologi. Ia membaca dihalaman yang akan dibahas di waktu itu. Hampir 10 menit membaca buku, ia mendengar suara yang begitu familiar.
"Buka buku kalian di halaman 122-130. Aku rasa kalian sudah membacanya di rumah. Silahkan tanyakan apa yang kalian tidak mengerti," jelas Prof Alnero.
Tidak ada yang mengangkat tangan, menandakan semua Mahasiswa di Kelasnya paham. "Oke baiklah, aku punya tugas untuk kalian. Pelajari semua yang ada di halaman 131 sampai 135, dua hari ke depan masing-masing dari kalian maju untuk menjelaskan apa yang dibahas di halaman 131-135, menjelaskan tanpa melihat buku" ujar Prof Alnero.
"Iya, Prof."
"Apa dia berencana membunuh kami secara perlahan-lahan!!" batin Melisa.
"Melisa, ikut aku ke ruanganku." titah Prof Alnero.
"Apa aku membuat kesalahan, Prof?" tanya Melisa. Ini kali pertama Prof Alnero memintanya ikut ke ruangannya.
"Sampai di ruanganku baru kamu akan tahu kamu buat kesalahan atau tidak!" ujar Prof Alnero kemudian ke luar dari Kelas.
Ilusi Prof Nasir
Pria yang memiliki nama lengkap Alnero Natzir Aleka, adalah seorang profesor muda yang memiliki hubungan keluarga dengan Prof Stevin. Alnero tidak suka bekerja di Perusahaan, itulah sebabnya ia memilih bekerja sebagai Dosen sesuai jurusan yang ia ambil saat kuliah.
Melisa memasukan ponsel dan buku-bukunya ke dalam tas, kemudian keluar menuju ruangan Prof Nasir. Melisa mengetuk pintu ruangan Prof Alnero.
"Masuk..." terdengar sahutan dari dalam ruangan.
Kreek... suara pintu terbuka.
"Silahkan duduk," ujar Prof Alnero mempersilahkan Melisa untuk duduk.
Bukannya menjelaskan tujuannya meminta Melisa masuk ke ruangannya tapi Prof Alnero malah keasikan menelepon. Hal itu membuat Melisa semakin kesal. "Dia pikir aku ini benda mati!!" batin Melisa dengan kesal.
Hampir 10 menit Melisa menunggu namun Prof Alnero masih dengan kegiatannya. Melisa yang sedari tadi menahan marah memberanikan diri untuk ke luar.
"Mau ke mana kamu...!" bentak Prof Alnero saat melihat Melisa hendak memegang gagang pintu.
"Mau pulang," jawab Melisa santai tapi santai hanya sekedar di mulut. Dalam hatinya ia begitu ingin mencakar wajah Prof Alnero.
"Aku tidak memintamu untuk ke luar," kata Prof Alnero menatap tajam Melisa.
"Apa Prof pikir aku ini benda mati! Aku menunggu sudah hampir 10 menit, dan untuk apa aku di sini." hardik Melisa. Ia tidak perduli lagi dengan siapa lawan bicaranya.
Prof Alnero mendekat, Melisa kembali takut melihat wajah Prof Alnero seakan menahan amarah. "Prof mau apa?" tanya Melisa dengan gugup.
"Duduk atau kamu akan menyesal telah melawanku!!" kata Prof Alnero menekan kalimatnya.
Melisa berjalan menuju tempat duduk yang ada di dalam ruangan Prof Alnero. Ada bulir air mata yang siap untuk menetes membasahi wajahnya. Ia begitu takut saat melihat Prof Alnero seakan ingin membunuhnya.
"Apa betul kamu keberatan dengan tugas-tugas yang selalu aku berikan pada kalian?" tanya Prof Alnero sambil menatap tajam Melisa.
Melisa memainkan jari jemarinya, ia begitu takut. Saking takutnya ia tidak berani menatap wajah Prof Alnero.
"Jawab Melisa!!" bentak Prof Alnero.
"Ma... maafkan aku, Prof" kata Melisa. Air matanya berhasil jatuh membasahi pipinya.
"Maafkan aku, Prof. Hikz, hikz hikz" lagi-lagi Melisa meminta maaf.
Alnero mengusap wajahnya dengan kasar.
"Keluarlah" titah Nazir.
Melisa berdiri dengan tubuh gemetar, langkahnya terhenti saat Prof Alnero tiba-tiba menarik tangannya.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Yang baru mampir jangan lupa rate 5nya 😊 Kalau lupa tap jempol jangan berat hati untuk kembali ke Ep yang belum di tap 😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Vinna_hot mommy
hadeehhh....cowok cantik lagi ...
2021-09-25
0
Rini Widyaningsih
Visual Nasir sebelas dua belas sama visual Stevin.......guanteng
2021-01-12
1
🎯Pak Guru📝📶
LIKE pembaca setia
salam dari PENDEKAR TAK PERNAH KALAH,
Novel silat Nusantara, Romantis dan penuh aksi
2020-10-17
1