Penthouse At The Pierre
Di Apartemen inilah Elina berada. Belajar dan bercanda dengan Melisa adalah kegiatannya sehari-hari. Elina dan Melisa selalu menghabiskan akhir pekan dengan membaca dan membaca. Tidak salah jika keduanya sangat pintar.
"Elin, apa kamu sudah melihat wajah suamimu?" tanya Melisa memecah keheningan, suasana yang tadinya hanya terdengar suara TV kini berganti dengan suara mereka. Pertanyaan Melisa membuat Elina tersenyum.
"Aku belum melihatnya, tapi aku tahu" kata Elina dengan senyum. Matanya masih fokus menatap buku yang ia baca.
"Tahu bagaimana?" tanya Melisa dengan bingung.
"Aku tahu dia, dia begitu tampan!" ucap Elina santai.
"Belum melihatnya tapi sudah memujinya," ledek Melisa.
"Jangan bahas itu lagi," ujar Elina.
Melisa beranjak dari duduknya mengambil kue pancong kelapa di dapur lalu meletakannya di atas meja. Elina mengedipkan mata tak percaya dengan apa yang ia lihat dihadapannya.
"Terimakasih, Mel. Kamu membuat kue kesukaan aku" kata Elina tersenyum bahagia. "Kenapa perasaanku tidak enak, kenapa tiba-tiba aku merasa takut!" batin Elina.
Elina mengambil ponselnya, ia mengirimkan pesan pada suaminya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Elina.
"Aku baik-baik saja. Jam berapa kamu pulang?"
"Sore, sekitaran jam 5" balas Elina
"Aku tunggu di rumah"
Itulah isi pesan dari pasangan suami istri Elina Santika Almero dan Stevin Jonathan Javelis.
Kediaman Javelis
Jonathan memijat keningnya yang terasa sakit, ia begitu marah saat Niza mengancamnya. Ingin sekali ia membalasnya, tapi Niza adalah anak dari sahabat ayahnya. "Aku harus jujur pada Elina" batin Jonathan.
"Bagaimana jika dia menolakku? Aku begitu kasar padanya," gumam Jonathan. Jonathan yang merasa kepalanya agak sakit memilih tidur dan menonaktifkan ponselnya yang ia gunakan untuk berperan sebagai Jonathan.
Penthouse At The Pierre
Setelah selesai membaca buku, Elina dan Melisa memili masuk dalam satu ruangan yang dikhususkan untuk Elina dan Melisa latihan tinju. Keduanya mulai latihan saat mereka masih maba. Menurut Elina, wanita itu bukan hanya pandai belajar tapi wanita juga harus pandai membela diri (Jago silat) agar bisa melindungi diri sendiri di saat ada sesuatu yang terjadi.
"Pukulanmu terlalu lemah, jika kamu seperti itu maka kamu akan dikalahkan oleh lawanmu." Elina mengajari Melisa cara menangkis pukulan dari lawan.
"Aku lelah, Elin" ujar Melisa dengan keringat yang kini bercucuran.
"Minum dulu," Elina memberikan air untuk Melisa.
"Ayo kita jalan-jalan. Selama kita kuliah, kita jarang menghabiskan waktu di luar. Hanya di ruangan ini dan hanya membaca buku," ujar Melisa.
"Aku tidak bisa hari ini, aku belum meminta izin pada Jonathan" tolak Elina. "Bagaimana jika akhir pekan nanti kita pergi refresing. Aku juga bosan jika hanya membaca buku dan latihan terus," kata Elina.
Waktu menunjukan pukul 4 sore, Elina pamit pulang ke rumah suaminya. Mobil yang Elina kendarai perlahan meninggalkan Apartemen milik Melisa. Elina merasa ada yang mengikutinya. Takut? Tidak, Elina bukan tipe wanita penakut. Dengan santainya, Elina menambah kecepatan mobilnya.
"Cepat kejar mobil itu!!" seru seorang pria dengan wajah yang menakutkan.
"Wanita itu sepertinya bukan wanita biasa," ujar sala seorang pria yang berada di dalam mobil.
"Bagaimana pun caranya kita harus melenyapkan wanita itu," sambung pria yang mengendarai mobil.
Di dalam mobilnya, Elina mencoba untuk menghubungi Jonathan tapi nomor Jonathan tidak aktif. Elina semakin melajukan mobilnya, mencoba mengelabui orang-orang yang mengejarnya.
"Stevin," Elina tiba-tiba kepikiran Stevin. Dengan segera ia menghubungi Stevin sambil mengemudi mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Ting... ting... ting...
"Halo," Stevin menjawab panggilan dari Elina dengan suara serak.
"Stevin tolong aku! Ada mobil yang mengikutiku sejak tadi," Elina yang tadi terlihat santai kembali panik.
"Kamu di mana sekarang? Kirimkan alamatmu!" seru Stevin dengan cemas.
"Aku sedang mengendarai mobil, tunggu aku dialamat yang akan aku kirimkan nanti," ujar Elina. Elina mengirimkan alamatnya pada Stevin, panggilan telepon berakhir saat suara mobil terdengar sedang menabrak mobil yang dikendarai Elina.
Di tempat lain, Stevin mencari nomor seseorang, jarinya berhenti saat nama Rinton terlihat dilayar ponsel. Dengan segera, Stevin menghubungi Rinton.
"Arahkan semua anak buahmu untuk ke alamat yang aku kirimkan padamu, istriku sedang dalam bahaya," titah Jonathan.
"Baiklah," balas Rinton kemudian memutuskan panggilan dengan Jonathan.
Rinton mengumpulkan anak buah mereka yang ada di markas, lokasi mereka tidak jauh dari alamat yang dikirimkan oleh Elina. Dengan segera, beberap mobil mulai keluar dari area markas menuju tempat yang akan mereka tuju. Selang beberapa menit, anak buah Rinton menemukan mobil yang kini sedang mengejar mobil Elina.
Doorrr... satu tembakan melayang ke udara, memberi tanda bahwa mereka sudah menemukan keberadaan Elina dan orang-orang yang mengikutinya.
Elina melihat kebelakang, mobil yang tadinya hanya satu kini bertambah menjadi empat. Elina tak tinggal diam sekalipun rasa takut sudah sejak tadi menghampirinya. Ia semakin melajukan mobilnya sekalipun berkali-kali mobil yang mengejarnya melayangkan tembakan padanya. Tapi lagi-lagi Elina lolos dari tembakan itu.
"Tuhan, jika aku harus mati. Maka aku siap untuk mati hari ini. Tapi, Izinkan aku untuk berusaha terlebih dahulu" gumam Elina.
"Siapa sebenarnya yang berniat membunuhku?" Apa mereka suruhan Ibu atau ..." Elina mencoba menghilangkan prasangka buruknya.
"Aku tidak boleh asal menuduh, aku tidak punya bukti," gumam Elina. Elina melirik kaca spionnya, ada satu mobil yang semakin dekat dengannya. Sedangkan ketiga mobil lainnya entah ke mana. Saat Elina melihat ke depan, ia melihat ada mobil berhenti di tengah jalan. Elina berusaha untuk menghindar, namun mobilnya justru menabrak pohon yang ada dipinggiran jalan.
Doorrr... satu benda yang terbuat dari logam mengenai tubuh Elina. Darah segar bercucuran, sebelum Elina pingsan, samar-samar ia melihat Stevin.
"Jonathan," panggil Elina. Sejujurnya ia sudah tahu bahwa Jonathan dan Stevin adalah orang yang sama.
"Bangun Elina...!!" teriak Jonathan memeluk tubuh istrinya. Jonathan membawah istrinya ke dalam mobil untuk membawanya ke rumah sakit.
"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan pada mereka!" ujar Jonathan pada Rinton sebelum ia membawa istrinya ke rumah sakit.
Mobil Jonathan meleset pergi menuju Rumah sakit, Jonathan memegang tangan istrinya dengan erat. "Jangan tinggalkan aku, Elina" tanpa sadar, Jonathan meneteskan air mata.
Hampir 20 menit perjalananan, mereka pun sampai di Rumah Sakit. Sesampainya di rumah sakit, Elina langsung ditangani oleh para Dokter.
"Natan," panggil Antoni.
"Kamu bisa masuk sekarang. Aku sarankan padamu untuk jujur pada istrimu, dia berhak tahu Natan" ujar Antoni.
"Aku rasa dia sudah tahu," balas Jonathan kemudian masuk ke dalam ruangan istrinya. Di dalam ruang perawatan, Elina terbaring lemah.
"Natan, apa kamu tahu siapa dalang dari semua ini?" tanya Rinton.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Pasti kalian penasaran kan, kok Elina bisa memangggil Stevin dengan panggilan Jonathan 😁. Tetap ikuti ya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Rini Widyaningsih
Thot...kok ada kue pancong segala
2021-01-12
0
❄️ sin rui ❄️
sekian tahun baca novel baru kali ini nemu novel yg nulis bunyi tembakan ( PANG ) bukan DORRR 🤭🤭🤭
2020-10-23
1
Little Peony
Semangat kak, aku suka cerita nya!
Bagus banget ✨
2020-10-12
3