Nampak Elina terlihat panik, melihat Prof Stevin berdiri di depan pintu. "Kenapa Prof bisa ada di sini?" tanya Elina dengan gugup.
"Aku yang harusnya bertanya. Kenapa kamu bisa ada di sini dan bolos dimata kuliahku?" tanya Prof Stevin lalu duduk disamping Elina.
"Maafkan aku, Prof." Elina menundukan pandangannya ke lantai. Dia tidak berani menatap manik mata Prof Stevin.
Stevin menatap Elina sejenak. "Kamu bisa cerita padaku" kata Stevin pelan.
"Apa aku mimpi! Bukannya Prof Stevin sangat angkuh, kenapa dia bisa sebaik ini!" batin Elina yang kini berkelut dengan pikirannya.
"Kenapa kamu bengong?" tanya Stevin dengan geram, ia begitu tidak suka diabaikan.
"Aku--" ucapan Elina terhenti saat Stevin menatapnya. "Sangat tampan" dua kata itu berhasil lolos dari mulut Elina. Elina menutup mulutnya saat menyadari apa yang baru saja ia ucapkan.
"Maksud kamu?" tanya Stevin yang berpura pura tidak mendengar.
"Ti--tidak" balas Elina dengan gugup.
Ilusi Stevin
"Lupakan saja. Oh ya, apa yang membuatmu bolos dari mata kuliahku?" tanya Prof Stevin.
Elina terdiam, ia menunduk menatap lantai. "Aku punya masalah, tapi aku tidak bisa cerita pada Prof" balas Elina tanpa menatap Prof Stevin.
"Jika kamu tidak bisa cerita maka aku tidak memaksa, lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Jangan buat dirimu tersiksa karena masalah atau hal-hal yang dapat membuatmu depresi" ujar Stevin panjang lebar.
"Prof, berhubung Prof ada di sini. Aku mau minta Izin, sepertinya besok aku tidak ke kampus" kata Elina memberanikan diri, meminta izin langsung pada Dosen mata kuliah Genetika dan Cardiovaskular.
"Kamu mau kemana?" tanya Stevin menyelidik.
"Aku harus ke Jerman menemui seseorang. Aku mohon, tolong izinkan aku" pintah Elina. Wanita itu takut jika tidak masuk kuliah maka nilainya akan bermasalah.
"Apa kamu akan menemui pacarmu?" tanya Stevin tanpa basa basi.
Elin merasa seperti sedang diintrogasi, membuatnya kesal namun ia menahan. Ia tidak ingin usahanya gagal karena kebodohannya. "Iya, Prof" jawab Elina.
"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan" kata Stevin, berdiri dan pergi meninggalkan Elina seorang diri. Prof Stevin berjalan keluar menuju ruangannya. Saat di lorong kampus, Stevin melihat Melisa berjalan terburu-buru.
"Melisa" panggil Prof Stevin.
Melisa menoleh ke asal suara, dia menelan salivanya saat tahu siapa yang memanggilnya. "Ada apa Prof?" tanya Melisa dengan ramah.
"Pergi dan temui Elina" titah Stevin.
"Sepertinya ada yang tidak beres, aku harus mencaritahunya" batin Melisa.
"Ba-- baik, Prof. Aku pergi sekarang" Melisa pamit dan pergi menemui Elina di Gedung belakang Kampus.
Melisa berjalan tergesa-gesa menemui Elina di gedung belakang kampus. Seulas senyum tersungging di bibir manisnya, melihat sahabatnya bersandar di dinding gedung sambil membaca buku Cardiovaskular. Perlahan ia menghampiri sahabatnya lalu duduk disampingnya.
"Apa hubunganmu dengan Prof Stevin. Kenapa dia memintaku menemanimu?" tanya Melisa. Semua mahasiswa tahu bagaimana kejam dan dinginnya Prof muda itu. Lantas kenapa dia terlihat berbeda hari ini. Entahlah, Melisa pun bingung.
"Maksud kamu?" tanya Elina tak mengerti.
"Ya sudah jika kamu tidak ingin cerita" kata Melisa tersenyum. "Elin, jika kamu punya masalah, kamu bisa berbagi denganku. Aku siap menjadi tempatmu bersandar bahu. Aku siap menjadi apapun untuk kamu, kamu sahabatku satu-satunya, kamulah keluargaku yang tersisah." Melisa tak kuasa menahan airmatanya, ia pun menangis menatap sahabatnya. Wanita itu tahu, sahabatnya sedang dalam masalah namun dia menunggu kejujuran dari sahabatnya.
Tangis Elina pecah. "Melisa, kini aku berada dititik terendah" kata Elina berhambur memeluk sahabatnya. "Aku... aku tidak ingin menikah dengan pria tua bangka itu" ujar Elina diselah selah tangisnya.
Melisa mengelus bahu sahabatnya. Keduanya saling melepas pelukan mereka. "Lalu apa rencanamu kali ini?" tanya Melisa.
"Aku ingin ke Jerman, aku ingin bertemu Erlanda. Aku yakin, Erlanda dapat membantuku" kata Elina sesegukan.
"Aku akan selalu mendukung keputusanmu" ujar Melisa tersenyum.
Terdengar satu notifikasi masuk di ponsel Elina. Elina melihatnya, senyum terukir diwajah cantiknya saat membaca pesan dari bodyguardnya yang bernama Jivan.
"Apa itu dari Erlanda?" tanya Melisa saat ia melihat Elina tersenyum.
"Bukan" balas Elina.
"Melisa, jam tiga aku harus ke Bandar Udara Internasional John F. Kennedy. Aku sudah meminta izin pada Prof Stevin, jadi kamu jangan hawatir dengan nilaiku" jelas Elina.
Melisa semakin dibuat bingung dengan sikap Prof Stevin hari ini. "Apa jawaban Prof Stevin saat kamu minta izin?" tanya Melisa penasaran.
"Aku melihatnya menahan kesal saat tahu aku akan bertemu Erlanda. Namun, ia membiarkan aku untuk melakukan apa yang aku ingin lakukan. Aku bingung dengan sikap Prof Stevin hari ini Mel" ucap Elina. "Aku rasa dia berbeda," lanjutnya.
"### Ya sudah, jangan kamu lewatkan kesempatan baik itu" kata Melisa tersenyum.
Waktu menunjukan pukul tiga sore. Elina sudah berada di Bandara. Terdengar notifikasi pesan. Elina menatap layar ponselnya. Satu pesan masuk dari Melisa. Elina pun membaca pesan yang dikirimkan oleh sahabatnya.
"Hati-hati ya. Cepat pulang, aku rindu dan tidak bisa lama-lama ditinggalkan (smile sedih)" Melisa.
"Iya cintaku" Elina.
Sementara di Apartemen, Melisa tersenyum saat mendapatkan balasan pesan dari sahabatnya. Mereka berdua sudah seperti saudara kandung, Elina akan ada saat Melisa sedih begitupun sebaliknya.
Di Bandara, Elin terlihat gugup. Ia menyatukan kedua tangannya, sesekali memainkan jari jemarinya. Rasa was-was membuatnya berkeringat. Terdengar pemberitahuan untuk penumpang tujuan Jerman dengan nomor penerbangan XX untuk segera masuk ke dalam pesawat melalui pintu 5. Elina berdiri dari tempat duduknya, memasuki pesawat yang akan terbang membawanya ke Kota unik.
Di dalam pesawat, Elin menonaktifkan ponselnya karena pesawat akan lepas landas. Elina bersandar di tempat duduk sambil tersenyum. Ia tidak sabar bertemu kekasihnya, dua tahun tidak bertemu membuatnya rindu.
"Erlanda pasti bahagia melihatku datang" batin Elina.
"### Pesawat terbang dengan jarak yang sangat tinggi, para pilot dan staf lainnya tidak merasa takut. Lantas kenapa aku harus takut? Aku harus menjalani semuanya dengan tegar dan tanpa takut. Aku kuat, aku bisa mengatasi semua ini" batin Elina menguatkan dirinya sendiri.
Kediaman Alber
Martha membanting semua benda yang ada di atas meja riasnya. "Awas kamu Elina!! Kamu berani ke Jerman untuk menemui Erlanda!!" pekik Martha terlihat begitu murkah.
"Mari kita lihat, siapa pria yang kamu datangi itu. Apakah dia masih seperti yang kamu harapkan atau sebaliknya" ujar Martha tersenyum sinis.
"### Kamu mempercayai pria yang salah, Elina. Kepercayaan itu akan membawamu dalam kehancuran. Kamu akan tahu siapa pria yang kamu tunggu selama ini. Hahahaha" ujar Martha lalu tawa.
Jerman/Apartemen
Elina berdiri di depan kamar 203, menurut informasi dari Anjas inilah kamar Erlanda. Elina memberanikan diri untuk menekan tombol yang ada di depan kamar. Tiga kali Elina menekan tombol yang ada namun Erlanda tak kunjung keluar, saat Elina hendak pergi ia mendengar suara pintu terbuka.
"Kamu siapa?" tanya seorang wanita yang mengenakan pakaian ketat, bodynya terlihat begitu perfec.
"Siapa yang datang sayang?" terdengar suara laki-laki dari dalam.
"Suara itu" batin Elina.
.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Fitria Ergül
visual stevin nya kurang greget Thor, kalo visualnya Korea kurang hot gitu thor
2021-08-23
0
Ishiba Aoi
semangat thor!
2021-06-22
0
Fira Ummu Arfi
🥰🥰🥰🥰
2021-05-26
0