Jerman
Apartemen di Kota J
"Kenapa harus aku! Kenapa kepercayaanku dihianati! Apa salahku padanya? Aku benci!!" Elina berkelut dengan pikirannya saat menyaksikan kekasihnya menyebut kata sayang pada wanita lain.
"M--maaf, aku salah kamar" ujar Elina membungkukan tubuhnya sejenak lalu pergi.
"Honey, kamu masuk duluan ya." Erlanda mencoba mengelabui pacarnya yang bernama, Amora
"Iya, Honey." Amora kembali masuk ke dalam Apartemen sedangkan Erlanda mengejar Elina.
Erlanda berlari menuju lift. "Elina" gumam Erlanda. "Elin... tunggu...!" teriak Erlanda.
Elina tak menggubris teriakan Erlanda. Hatinya sudah terlanjur sakit. Ingin rasanya Elina menangis namun dia mencoba untuk tetap baik-baik saja. Saat Elina hendak masuk ke dalam lift, Erlanda menarik tangan Elina.
"Dengarkan penjelasanku dulu. Maafkan aku, aku tahu aku salah. Elina, kita akhiri saja hubungan kita di sini. Carilah laki-laki yang dapat membahagiakanmu. Sebenarnya, aku dan Amora akan menikah bulan depan. Aku belum bisa memberitahu alasannya kenapa, yang harus kamu tahu adalah, aku sangat mencintaimu" jelas Erlanda.
Elina tak tahu harus berbuat apa, mulutnya seakan kaku. Pria yang dia cintai akan menikah dengan wanita lain. Elina diam membisu, tak terasa air matanya menetes. Dengan segera Elina menyeka air matanya, mencoba untuk tetap kuat.
"Aku terimah keputusanmu, hari ini adalah hari perpisahan kita. kamu ya kamu dan aku adalah aku. Jangan datang dalam kehidupanku di esok hari. Aku menyesal telah menunggu dan datang kesini" terang Elina menatap Erlanda yang diam mematung.
"Lima hari lagi aku akan menikah" kata Elina berlalu pergi meninggalkan Erlanda.
Di dalam lift, Elina meremas bagian bawah bajunya. Amarahnya kian memuncak, air mata mulai menumpuk di kelopak matanya. Lift terbuka, Elina berjalan keluar menuju parkiran. Saat hendak menyebrangi jalan, matanya menatap sosok pria yang dikenalnya.
"Bukannya itu Prof Stevin? Apa yang dia lakukan di Jerman" gumam Elina. "Biarkan saja, itu bukan urusanku" lanjutnya.
"Elina..." seseorang memanggil Elina.
"Prof Stevin" gumam Elina.
"Ayo masuk." Stevin membukakan pintu mobil untuk Elina.
"Kita mau ke mana, Prof?" tanya Elina dengan bingung. Ia ragu-ragu untuk masuk ke dalam mobil. Ada dua pertanyaan yang hadir dalam benaknya. Yang pertama, kenapa Prof Stevin bisa berada di Jerman. Yang ke dua, kenapa dia bisa bertemu dengan Prof Stevin di Apartemen yang sama.
"Temani aku bertemu klienku" jawab Stevin singkat.
"Aku tidak bisa Prof. A... aku," Elina tak kuasa menahan kesedihannya hingga ia menangis di depan Prof Stevin.
"Masuklah, kamu bisa menangis di dalam mobil" kata Stevin.
Elin pun masuk, terdengar tangis di dalam mobil. Stevin masuk dan duduk, ia menyalakan mesin mobil membawa Elina pergi ke suatu tempat. Tempat yang bisa membuat Elina bahagia.
Elina menangis di dalam mobil. "Kenapa Erlanda menghianatiku" gumam Elina pelan namun masih bisa didengar oleh Stevin.
"Mungkin dia bukan yang terbaik untukmu, belajarlah untuk menerima kenyataan Elina. Terkadang, bahagia itu datangnya dari orang yang salah" kata Stevin.
Elina merasa pernah mendengar kalimat itu, ya kalimat yang Anjas pernah katakan padanya. "Apa orang yang salah itu adalah pria tua bangka yang membeliku" balas Elina terisak.
Stevin tidak paham dengan kalimat yang baru saja diucapkan oleh Elina. "Maksud kamu?" tanya Stevin menaikturunkan alisnya.
"Ibu Martha menjualku pada pria tua bangka dan berdasarkan informasi pria itu perutnya buncit." Elina kembali menangis hingga matanya bengkak.
Mobil Lamborghini warna silver terparkir di depan Rhine River. "Bukannya tadi mau ketemu klien, kenapa kita kesini?" tanya Elina menatap Stevin.
"Tidak mungkin kita bertemu klien dengan kondisimu seperti itu, terlebih lagi matamu sangat bengkak dan ini sudah larut malam" balas Stevin.
"Ayo" Stevin mengajak Elina masuk ke dalam Rhine River.
"Wah, pemandangannya indah sekali!" ujar Elin takjub.
"Apa kamu suka?" tanya Stevin.
"Aku sangat menyukainya" sorak Elina. Dalam sekejap, Elina melupakan kesedihannya dan kembali ceriah.
"Ayo makan, aku sangat lapar." Stevin mengajak Elina ke Restaurant. Elina tak menolak ia pun mengikuti Stevin.
"Jalanlah disampingku, hari ini kamu menjadi pasanganku" ujar Stevin tersenyum.
Penampilan Stevin saat berada di Rhine River.
Elina berjalan disamping Stevin. Sekali-kali Stevin melirik Elina yang tersenyum bahagia. Sesampainya di Restaurant, Stevin menuntun Elina untuk duduk. Elina merasa senang dengan sikap Stevin. Terdengar alunan musik klasik, Elina begitu menikmati setiap lagu yang ia dengar. Sedangkan Stevin memesan menu. Tak berlangsung lama, pesanan mereka pun disajikan diatas meja.
"Makanlah" kata Stevin.
"Enak sekali, rasanya aku ingin menghabiskan semuanya" terang Elina tak malu-malu.
"Habiskan jika kamu ingin" kata Stevin.
"Hehehehe. Aku hanya bercanda" balas Elina tersenyum menatap Stevin.
"Jangan tersenyum seperti itu, aku takut jatuh cinta" kata Stevin kemudian melahap makanannya.
Saat makan, kedunya diam. Stevin tidak suka berbicara saat sedang makan begitupun dengan Elina. "Kalau makan pelan-pelan," kata Stevin sambil membersihkan makanan di bibir Elina.
Wajah Elina memerah seperti kepiting rebus, saat tatapannya dengan Stevin beradu. "Kamu kenapa?" tanya Stevin saat melihat wajah Elina yang merah merona.
"Ti-- tidak" jawab Elina gelagapan. Lalu kembali melahap makanannya.
Stevin menatap Elina yang sedang makan. "Kamu terlalu cantik dan sayang untuk disakiti" batin Stevin.
Setelah makan, Elina pamit untuk ke toilet. Hampir 10 menit Stevin menunggu namun Elina tak kunjung datang. Stevin beranjak dari kursi menghampiri Elina di toilet wanita.
"Elina. Apa kamu di dalam?" panggil Stevin.
"Iya Prof" jawab Elina dari dalam.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Stevin cemas.
"Aku-- aku datang bulan" jawab Elina malu-malu.
"Keluarlah" titah Stevin.
"Tapi---" ucapan Elin terpotong.
"Apa kamu akan akan tinggal di situ selamanya" ujar Stevin.
Stevin membuka jasnya kemudian mengikatnya di pinggang Elina. Keduanya keluar menuju tempat parkir dan masuk ke dalam mobil. Mobil meleset pergi meninggalkan Rhine River.
Elina menatap keluar jendela, menghirup udara malam yang begitu sejuk. "Tutup, nanti kamu sakit" titah Stevin.
"Tapi" ucap Elina dengan sedih.
"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan" ujar Stevin dengan dingin. Ia tidak suka dibantah namun Elina selalu membantahnya.
Mobil terparkir di depan minimarket, "Kamu tunggu di sini!" titah Stevin tanpa ekspresi.
Elina menatap Stevin dengan bingung. "Cepat sekali perubahannya, apa aku membuat kesalahan?" gumam Elina tak mengerti.
Stevin masuk ke dalam minimarket, mencari pembalut untuk Elina. Matanya tertuju pada barang yang ia cari, dengan segera Stevin mengambilnya lalu membawanya ke kasir. Pegawai kasir dibuat melongo saat melihat pria tampan membeli perlengkapan wanita.
"Gantengnya" gumam pegawai bagian kasir, menatap Stevin keluar dari minimarket.
.
.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Anggur Wijayanti
visualnya Steven nggak cocok thor, terlalu manis dan lembut,
2021-07-21
0
Widodarsih Solo
like thor
2021-06-29
0
lilisiana
kayanya aneh pembalut di beli pria,padahal aku suka nyuruh ank bujangku untuk beli pembalut tuk adiknya tpi itu juga kalau kakak nya sekalian belanja gitu nitip,,,tpi biasa aja tuh kakak nya gk protes,saking sayangnya x ya,,karena adik cewe nya hanya satu yg lain laki semua😂
2021-06-15
0