Elina begitu serius membaca buku, begitupun dengan Melisa. Keduanya tak saling bercerita karena mereka sudah membuat janji untuk membaca buku Anatomi dari halaman 11 sampai 20. Melisa yang sudah selesai membaca halaman 11 sampai 20 menoleh menatap sahabatnya.
"Elin, apa kamu menyimpan sesuatu dariku?" tanya Melisa memastikan. Dia ingin kejujuran dari sahabatnya.
Elina mengerutkan keningnya. "Maksud kamu?" Elina tak paham dengan pertanyaan sahabatnya.
"Aku hanya ingin kamu jujur, jika memang ada sesuatu yang kamu simpan dariku" kata Melisa dengan santai.
"Apa kamu melihat sesuatu yang aneh hingga timbul pertanyaan itu?" tanya Elina.
"Hmm, aku perhatiin kamu dan Prof Stevin sepertinya ada sesuatu" kata Melisa.
"Apa aku ceritakan saja pada Melisa" batin Elina. "Kamu harus janji untuk tidak memberitahu siapa-siapa" kata Elina.
"Aku janji!" balas Melisa tersenyum.
"Saat aku ke Jerman, aku bertemu Prof Stevin di sana. Aku bermalam dengannya di Hotel" jelas Elina.
"Lalu apa yang terjadi? Kamu tidak diapa-apain kan?" tanya Melisa dengan cemas.
"Dia sangat baik, Melisa. Sikapnya di Kampus sangat berbeda dengan kesehariannya. Andai Prof Stevin tidak ada, mungkin aku sudah terlantar di Jerman" jelas Elina.
"Tunggu!" kata Melisa memotong ucapan Elina. "Terlantar? Maksud kamu apa! Apa kamu gagal bertemu dengan Erlanda?" Melisa melontarkan pertanyaan yang membuat Elina bingung mau jawab yang mana dulu.
"Erlanda akan menikah bulan depan" jelas Elina menundukan kepalanya sejenak, bernapas kasar seperti orang yang sedang banyak beban.
"Jadi kamu dikhianati olehnya!!" ucap Melisa dengan geram. "Aku akan memberinya pelajaran yang pantas!" lanjutnya sembari mengepal tangannya.
"Sudah! Kamu jangan semarah itu. Sekarang aku pasrah dengan takdirku" kata Elina tersenyum menatap Melisa.
"Melisa, empat hari lagi aku akan menikah dengan Jonathan. Pernikahannya hanya dihadiri oleh keluarga jadi aku harap kamu datang ya" ungkap Elina tersenyum.
"Apa kamu yakin akan menikah dengan pria tua bangka itu? Pikirkan baik-baik, Elina. Aku takut kamu menyesal dikemudian hari" kata Melisa.
"Aku bisa apa, Melisa. Hanya Jonathan yang dapat membantu keluargaku, perusahan ayahku diambang kehancuran. Ibuku sudah terlanjur menjualku, aku tidak bisa lari lagi" ungkap Elina. Tak terasa air mata Elina jatuh, membayangkan bagaimana nasibnya nanti saat sudah menikah dengan Jonathan.
"Maafkan aku, Elina. Di saat kamu tertimpah masalah aku tidak bisa membantu apa-apa" kata Melisa dengan tangis, memeluk erat sahabatnya.
"Cukup kamu menguatkan aku, Melisa. Aku butuh penyemangat, jika tidak ada kamu mungkin aku sudah tiada sejak dulu. Kamulah sahabat sekaligus saudara untukku" jelas Elina yang juga ikut menangis.
"Ayo kita makan, aku sudah lapar." Melisa mengambil toperware yang dia bawa.
"Aku tidak bawa makanan" kata Elina.
"Aku sengaja membawa bekal banyak. Aku tahu kamu pasti terlambat bangun" kata Melisa menatap Elina dengan senyum lalu meletakan makanan dihadapan mereka.
Ting... satu notifikasi masuk di ponsel Elina. Elina mengabaikan pesan yang masuk, dia lebih memilih menyantap makanan yang di bawah oleh Melisa.
"Siapa yang kirim pesan?" tanya Melisa saat melihat raut wajah Elina tidak seperti biasanya.
"Jonathan" jawab Elina dengan singkat.
"Kenapa kamu tegang seperti itu?" tanya Melisa bingung.
"Jonathan memintaku datang nanti malam di Restaurant dan dia memintaku untuk mengajakmu" jelas Elina.
"Apa! Dari mana dia tahu kalau aku sahabatmu?" Melisa semakin dibuat bingung.
"Ya ampun, Mel. Jonathan membeliku dengan harga triliun, itu berarti dia bukan pria biasa. Aku pergi ke Jerman secara diam-diam tapi dia bisa tahu" jelas Elina.
"Gila benar itu orang, apa dia tidak punya kerjaan lain selain memantau keseharianmu!" Melisa menggeleng, ia tidak menyangkah jika Jonathan akan menyuruh orang untuk mengawasi Elina.
"Kamu temani aku ya, aku tidak mungkin sendiri." Elina membujuk Melisa.
"Oke baiklah. Aku temani kamu, tapi kamu harus tidur bersamaku di Apartemen" kata Melisa.
"Aku takut dimarahi oleh Ibu tiriku, kamu tahu sendiri bagaimana Ibu Martha. Dia sangat menakutkan daripada preman" Elina tertawa saat mengatakan kalimat terakhirnya.
"Aku heran sama Ayah kamu, matanya di mana coba. Wanita sekejam itu dinikahi!" celetuk Melisa.
"Cinta tak memandang itu, Melisa. Cinta itu buta, namun dia bisa membuat orang waras menjadi gila dan buta" ujar Elina.
"Kamu bisa lihat contohnya pada ayahku, sekalipun dia tahu Ibu tiriku sering memarahiku namun dia hanya diam dan tak membelaku," jelas Elina tersenyum pada Melisa.
Mata Melisa mulai berkaca-kaca. Ia pun menangis dan kembali memeluk Elina.
"Hahahaha" tawa Elina pecah. "Kamu lebay sekali" ujarnya.
"Cepat hapus air matamu, kita harus kembali ke kelas sebelum Prof Stevin mendahului kita" ujar Elina.
"Aku lupa" kata Melisa. Dengan cepat Melisa menyeka air matanya dan tak lupa ia mengoles wajahnya dengan bedak.
"Ayo," ajak Melisa. Melisa dan Elina berjalan menuju kelas. Keduanya mempercepat langkah kaki mereka agar tidak terlambat.
"Melisa... tunggu...!" teriak Elina saat Melisa meninggalkannya.
"Hahaha, maaf. Aku kira kamu disampingku" kata Melisa disertai tawa.
"Cepat Elina...!" teriak Melisa saat melihat Prof Stevin berjalan dan hendak masuk ke dalam kelas. Melisa dan Elina berlari secepat mungkin mendahului Prof Stevin.
Bruuk... Elina menabrak Prof Stevin hingga bukunya berserakahan dilantai.
"Kalau jalan hati-hati!" kata Stevin dengan dingin.
"Ma... maafkan aku" kata Elina. Elina mengumpulkan bukunya dan memberi kode pada Melisa agar cepat-cepat masuk ke dalam kelas. Saat Melisa sudah masuk, Stevin menatap Elina.
"Maafkan aku" kata Stevin kemudian pergi meninggalkan Elina yang berdiri mematung.
"Apa kamu akan berdiri di situ sampai jam mata pelajaranku selesai" Stevin membuyarkan lamunan Elina.
"Ti... tidak, Prof" Elina mempercepat langkahnya, kemudian masuk ke dalam kelas. Sesampainya di dalam, Elina duduk lalu membuka buku mata pelajaran Anatomi.
Proses mengajar berjalan dengan baik, Elina maupun Melisa mendapatkan pujian dari Prof Stevin karena kepandaian mereka yang mampu menjawab pertanyaan Prof Stevin.
"Materi kita cukup sampai di sini, soal tugas akan aku kirimkan ke keting kalian dan nanti keting kalian yang akan membagikan di group. Ingat! Pelajari apa yang aku jelaskan tadi, karena soal yang keluar di Ujian semester nanti kebanyakan dari materi hari ini" jelas Prof Stevin.
"Iya Prof" jawab Mahasiswa dan Mahasiswi bersamaan.
"Elina, ikut aku ke ruanganku" titah Prof Stevin.
"Iya, Prof" balas Elina.
Stevin keluar dari kelas menuju ruangannya. Sedangkan Elina mengekor dibelakang bersama dengan Melisa.
"Melisa, kamu tunggu di luar!" kata Prof Stevin tanpa ekspresi.
"Iya, Prof." Melisa menjawabnya dengan sopan namun dalam hati wanita itu ingin mencabik-cabik wajah Prof Stevin.
.
.
.
.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Masmini Ketut
apa Jonathan itu Prof Steven ya?
2022-08-20
0
Itin
feelingku Prof. Stevin itu Jonathan deh.... 🤔🤔🤔
2021-07-08
0
ARSY ALFAZZA
sambungan jejak ❤️
2021-04-05
1