"Rania?" panggilku pada Rania yang sedang merapihkan kotak obat. Dia baru saja membersihkan luka di kakiku dan menempelkan sebuah plester disana.
"Iya, Nyonya muda," jawab Rania. Perhatiannya teralihkan padaku.
"Sudah berapa lama kau bekerja disini?" tanyaku, ada rasa ingin tahu dalam hatiku mengenai Daffin dan kehidupannya. Aku istrinya, jadi wajar bukan kalau aku ingin tahu.
"Sejak tuan dan nyonya menikah, saya sudah bekerja disini, Nyonya muda." jawab Rania, kini dia sudah duduk di sebelahku.
Sikap Rania yang seperti ini adalah keinginanku. Aku ingin dia bersikap seperti seorang teman daripada seorang pelayan. Untungnya dia mau menurut dan bisa menempatkan dirinya sesuai situasi. Dia gadis yang pintar, pantas saja Shaka memilih dirinya untuk mengawasiku.
"Sudah berapa lama Daffin dan kak Reena menikah?" Rasa penasaranku semakin bertambah.
"Sekitar enam tahun, Nyonya muda,"
"Kau sudah bekerja disini selama enam tahun? Kau tidak sekolah?" Fokusku mulai teralihkan pada Rania. Gadis manis yang berpikiran dewasa serta bisa bersikap bijak. Sangat berbeda dengan diriku yang lebih mengedepankan egoku.
"Saya bersekolah, Nyonya muda, atas bantuan tuan Daffin. Tuan dan nyonya sangat baik, mereka bahkan membiayai saya hingga ke universitas." jelas Rania.
Musnah sudah harapanku untuk mendapat dukungan dari Rania. Mendengar dari ceritanya, Rania tidak akan mungkin mengkhianati Daffin. Dia terlalu mengagungkan Daffin walaupun dia sudah menyaksikan sendiri bagaimana Daffin memperlakukanku.
"Kau sudah menyelesaikan studimu?"
"Sudah, Nyonya muda,"
Dahiku berkerut mendengar jawaban Rania. "Jika kamu sudah menyelesaikan studimu, kenapa kamu masih bekerja disini sebagai pelayan? Apakah Daffin tidak memberimu izin? Dia itu benar-benar -"
"Tidak, Nyonya muda, bukan begitu. Saya sangat senang bekerja disini. Lagi pula, tidak ada pekerjaan yang lebih baik dari ini." sanggah Rania, ada semburat bahagia di matanya.
Ya, mungkin saja dia memang bahagia bekerja disini. Karena dia hanya bekerja, tidak sepertiku yang memiliki status tidak jelas. Di katakan istri, tapi aku tidak di perlakukan seperti seorang istri. Di katakan pelayan, tapi aku di perlakukan seperti seorang nyonya rumah. 'Aarrgghhhh, aku ingin segera bebas dari sini.'
"Dimana anak-anak Daffin, Rania?" tanyaku, kembali pada kehidupan Daffin yang membuatku penasaran.
Rania merubah posisi duduknya. Sepertinya pertanyaanku membuatnya sedikit tidak nyaman. "Rania?" Aku menyentuh tangannya.
"Maaf, Nyonya muda," Rania terlihat bingung saat menatapku. 'Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?' pikirku.
"Aku menunggumu." tegasku.
Rania terlihat berpikir, kemudian menjawab, "tuan dan nyonya belum memiliki keturunan, Nyonya muda."
"Oh ...," Aku menanggapinya dengan santai.
"Anda tidak marah, Nyonya muda?" tanya Rania, raut wajahnya tak menentu saat menatapku.
"Kenapa aku harus marah? Itu urusan mereka berdua, aku hanya bertanya iseng karena tadi kau mengatakan mereka sudah enam tahun menikah. Tapi, Rania, apa kau tahu kenapa mereka belum memiliki anak?" Lagi-lagi aku membuat Rania tidak nyaman dengan pertanyaanku.
"Saya tidak tahu, Nyonya muda," jawab Rania pelan, suaranya hampir terbawa angin. Sepertinya dia takut untuk membicarakan Daffin sang penguasa.
Aku rasa, pembicaraan seperti ini terlalu berat bagi Rania. Jadi, aku mengubah topik pembicaraan kami dan aku teringat guci terakhir yang aku pecahkan.
"Rania, apakah kamu tahu dimana aku bisa mendapatkan guci yang seperti itu?" tanyaku, dengan pandangan yang tak lepas dari para pelayan yang masih sibuk membersihkan kekacauan yang aku lakukan.
"Guci seperti itu tidak akan ada dimana pun, Nyonya muda."
"Maksudmu? Apa harganya sangat mahal? Atau itu guci antik peninggalan dinasti kuno? Ya Tuhan, matilah aku!" Aku menepuk dahiku. 'Harganya pasti melebihi harga rumahku yang selalu menjadi senjata Daffin untuk mengancamku.'
"Bukan, Nyonya muda, guci itu di buat khusus oleh mendiang nyonya besar Stevano." jelas Rania.
"Ibunya Daffin?" tanyaku, yang di jawab anggukan kepala oleh Rania.
'Apa!!! Astaga, apa yang baru saja aku lakukan?' batinku. "Apa kau yakin?" tanyaku memastikan.
"Iya, Nyonya muda, tidak ada yang berani menyentuh guci itu termasuk nyonya Reena sekalipun. Hanya tuan yang boleh menyentuhnya."
Ucapan Rania membuatku seperti kehilangan nyawaku. Sepertinya hidupku akan benar-benar berakhir, pantas saja Daffin sangat marah tadi. Aku pasrah saja bila dia ingin meratakan rumahku.
***
"Letakkan itu, Nyonya muda, Anda tidak akan bisa melakukannya." Rania memegang kedua tanganku, dia mencoba menghentikan aku yang berusaha untuk menyusun kembali guci peninggalan ibunya Daffin.
"Tidak, Rania. Aku harus melakukannya. Aku tahu bagaimana sakitnya saat seseorang menghancurkan benda kenangan yang kita miliki. Apalagi guci ini peninggalan dari seorang ibu." lirihku, tak terasa air mata mengalir di pipiku.
"Tapi, Nyonya muda ...."
"Sudahlah, Rania, aku yakin aku bisa. Jangan ganggu aku!" pintaku pada Rania yang akhirnya menyerah dan melepaskan kedua tanganku.
Aku tahu ini mustahil, tapi aku tidak ingin menyerah. Kesedihan yang di rasakan Daffin sudah pernah aku rasakan sebelumnya saat dia membuang sepatuku dan menghancurkan mobilnya kak Erlan. Seharusnya aku tidak merasa bersalah seperti ini, tapi mendengar guci ini adalah buatan tangan dari seorang ibu. Hatiku pun merasa tersentuh dan menyesal karena telah menghancurkannya.
"Maaf. Maafkan aku!" gumamku, tanganku sampai gemetar karena merasakan emosi yang aneh di dadaku.
***
Hingga tengah malam, aku masih saja menyusun serpihan guci yang sudah hancur. Rania sudah berulang kali memintaku untuk menghentikannya, tapi aku tetap bersikukuh dan tidak mau menyerah.
"Selesai!!!" teriakku, saat serpihan terakhir berhasil aku tempelkan menggunakan lem super kuat. 'Semoga ini kuat dan tak akan hancur saat di tatap oleh Daffin.' harapku.
"Lihat, Rania! Aku bisa melakukannya." Aku menyombongkan diriku pada Rania yang baru saja terjaga karena teriakanku.
"Iya, Nyonya muda, Anda memang hebat." ucap Rania, matanya masih enggan terbuka.
Aku terkekeh melihat wajahnya yang mengantuk seperti itu. "Kau tidurlah, aku juga akan tidur."
"Baik, Nyonya muda," Dalam sekejap Rania sudah kembali ke alam mimpinya.
"Terima kasih, Baby, karena sudah mau bekerja sama dengan Mommy. Daffin memang jahat, tapi Mommy tidak tega melihatnya ikut hancur bersama guci ini." ucapku sambil mengusap-usap perutku dan memandangi guci yang terlihat sedikit aneh.
"Karena Baby sudah bersikap baik. Mommy akan memberimu makan. Horeeee!!!" Aku terus saja mengoceh dengan bayi yang ada di perutku.
Seperti biasa, aku melangkah perlahan. Namun, aku teringat jika malam-malam sebelumnya Daffin selalu berada di bawah. Jadi, aku berniat untuk memberikan maha karya hasil tempelanku padanya. Aku juga ingin meminta maaf padanya karena sikapku yang keterlaluan pagi ini.
Aku mengambil guci yang sudah aku beri lem dan membawanya dengan hati-hati. Perlahan aku membuka pintu dan melangkah keluar kamar lalu menuruni tangga. Begitu sampai di bawah, aku tidak melihat siapapun kecuali seorang pelayan yang sedang mematikan lampu.
"Nyonya muda? Anda butuh sesuatu? Dimana Rania?" Rentetan pertanyaan dari pelayan yang terlihat sudah paruh baya.
"Tidak, Pak. Rania sedang beristirahat. Apakah Daffin sudah pulang?" tanyaku pada pelayan itu.
"Tuan belum pulang, Nyonya muda," jawab pelayan itu, matanya menaruh curiga padaku. Namun, aku tidak begitu memperdulikannya.
Aku pun duduk di sofa yang biasa di pakai Daffin dan meletakkan gucinya di atas meja. "Tolong siapkan aku makan, Pak! Aku ingin makan disini."
"Baik, Nyonya muda," Pelayan itu membungkuk hormat dan dalam sekejap makanan sudah terhidang di hadapanku.
"Kau boleh pergi, Pak, aku ingin makan seorang diri." pintaku pada pelayan yang masih berdiri di belakang sofa.
Awalnya, dia tak mau meninggalkanku, tapi dengan pertimbangannya sendiri akhirnya dia meninggalkanku seorang diri.
Kesunyian langsung menyergap, dengan cepat aku menghabiskan makananku dan tanpa di duga aku sangat mengantuk hingga akhirnya terlelap di sofa.
Hallo semuanya🤗
Jangan lupa jempol 👍 dulu sebelum atau sesudah membaca dan juga tinggalkan jejak kalian di kolom komentar 👇 dan juga vote 👈 sebagai mood booster untuk author yang amburadul ini 😍
Share juga ceritanya Ayasya ke teman-teman atau kenalan kalian, supaya makin banyak yang kenal dengan Ayasya ini 😘
I ❤ U readers kesayangan kuhh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Evi
hmmm
2021-06-06
0
Rienandha Fuji
masih mencoba memecahkan teka teki
2021-05-17
3
Siska Oktaviani
👍
2021-05-16
1