'Ratakan semua dengan tanah!'
Ucapan Daffin seperti auman harimau yang menakutkan bagiku. Otakku langsung berputar, memikirkan cara apa yang bisa menghentikan kekejaman Daffin.
Aku melihat Shaka mengeluarkan sebuah ponsel dan sepertinya dia akan menghubungi seseorang. Sudut matanya melirik ke arahku. Aku yakin, sangat yakin. Jika Shaka menghubungi orang-orangnya untuk memberi perintah agar mereka menghancurkan rumahku.
Dengan gerakan secepat kilat, aku merebut ponsel yang berada di tangan Shaka dengan kedua tanganku dan tanpa pikir panjang aku langsung melemparkan ponsel itu ke lantai. Nafasku sampai terengah-engah ketika melakukan aksi ekstrim seperti itu. Sungguh, jantungku hampir saja merosot jika aku tidak menahannya.
Shaka mengerutkan dahinya dan menatapku. "Apa yang anda lakukan, Nyonya muda?" tanyanya, kemudian beralih memandang ponselnya yang sudah tidak berbentuk.
Aku di buat takjub dengan tenagaku sendiri. Ponsel itu hancur, dan sepertinya tidak bisa di perbaiki lagi. Aku sedikit menyesal, tapi mau bagaimana lagi? Daripada rumahku yang hancur.
"Maaf, Shaka, aku tidak sengaja melakukannya." ucapku santai, dalam hati aku sangat senang karena bisa menggagalkan rencana Daffin.
"Aku tidak memaafkanmu." lontar Daffin, dia sudah berdiri di belakangku dan menatapku dengan geram.
Sebelumnya, aku memang takut padanya. Namun, setelah aku merasa yakin bahwa aku sudah berhasil mengacaukan rencananya keberanianku pun kembali.
"Terserah. Aku tidak butuh maafmu." jawabku acuh. Kemenangan pertamaku atas tirani Daffin.
Daffin langsung menarik tanganku dengan kasarnya. "Aduh, sakit, Plankton!"
Terlihat Daffin sangat marah saat aku menyebutnya Plankton. Bodoh sekali lidahku ini. Aku lupa jika dia sangat tidak suka aku memanggilnya Plankton.
"Jika aku Plankton, kau siapa? Kareen? Hah!!!" teriaknya tepat di depan wajahku yang mulai memucat karena membayangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Tapi kata terakhir yang keluar dari mulutnya membuat perutku bergolak manahan tawa. Dia tahu soal Kareen, istri komputernya Plankton. Astaga, kekonyolan apa ini.
Bibirku bergetar, tapi bukan karena aku ketakutan. Aku hanya berusaha menahan tawaku. Apa yang harus ku katakan padanya, ya?
"Iya, aku Kareen. Karena itu aku lebih pintar darimu. Maka jangan coba-coba untuk bermain-main denganku." ucapku dengan bangga.
Daffin tersenyum sinis. Namun tangannya masih memegangi tanganku dengan erat. "Kareen hanya sebuah komputer. Dia bisa di atur kapanpun oleh Plankton." ucap Daffin. Dia mendekatkan wajahnya padaku. "Dan bisa di berikan perintah apapun, juga bisa di hancurkan sewaktu-waktu." sambung Daffin di iringi seringai jahat.
Perbincangan konyol kami berakhir dengan kekalahanku. Argumen aneh itu akhirnya membuatku tersudut. Ternyata, lidah Daffin lebih lentur dari lidahku. Dia bisa dengan mudah membungkam mulut pedasku.
"Perlu kau ketahui. Ponsel yang kau hancurkan itu adalah ponsel keluaran terbaru yang baru saja aku luncurkan di pasaran. Dan apa kau tahu berapa harganya?" tutur Daffin, pandangan matanya menyiratkan kemarahan yang luar biasa.
Aku sempat bertanya-tanya. Kenapa dia sangat marah? Yang aku hancurkan itu ponsel milik Shaka, bukan miliknya. Reaksinya sungguh berlebihan.
"Ponsel itu milikku." ucap Daffin penuh penekanan. Matanya melihat sekilas ke arah ponsel yang tergeletak di lantai.
"Oh, itu milikmu. Ap- Apa!!!" Aku memang tidak pandai bersandiwara, harusnya aku tertawa bukan terkejut seperti ini.
Daffin tersenyum puas melihat reaksi di wajahku. "Kau berhutang banyak padaku." ucapnya bangga.
'Tidak. Aku tidak boleh kalah.' batinku. Tak sanggup rasanya jika aku harus memiliki hutang yang lebih besar lagi pada Daffin si Plankton.
'Berpikir, Ayasya! Berpikir.' Rasanya otakku mau meledak, tidak tahu harus berbuat apa. Aku seperti tercapit kepiting.
Aku menunduk. Sepertinya, aku harus mengakui kekalahanku dan menerima nasib buruk ini untuk selamanya.
Daffin menghampiriku. Tubuh tinggi yang seperti raksasa itu terasa sangat mengintimidasi bagiku. Aku melihat kaki Daffin yang hanya berjarak beberapa centi dari kakiku. "Sepatu." gumamku.
Terima kasih, Tuhan! Aku sudah menemukan cara untuk melepaskan diri dari Daffin.
***
"Apa maksudmu?" tanya Daffin, dia sudah duduk di sofa yang berada di tengah-tengah ruangan. Kaki sebelahnya sudah terangkat dan menimpa kakinya yang satu. Pose yang sangat maskulin. Ah, apa yang aku pikirkan. Dia itu hanya Plankton. Sombong, licik dan suka menindas.
"Seperti yang kukatakan tadi. Aku pikir kamu pintar, ternyata tidak sepintar itu." ejekku. "Karena aku baik hati dan amat jenius, maka aku akan menjelaskan sekali lagi padamu yang berotak kecil." lanjutku.
Astaga, aku sangat bangga pada diriku yang luar biasa mengagumkan. 'Hahahahaha...'
Daffin sudah bersiap membuka mulut, tapi aku langsung membuka mulutku kembali disaat yang bersamaan. "Dengarkan aku!" sergahku.
"Sebelumnya kau mengatakan aku berhutang padamu karena telah menabrak mobilmu, tapi ternyata kau sudah menghancurkan mobilku yang ternilai. Jadi, aku sudah tidak berhutang apapun padamu." tuturku. "Lalu, sekarang aku menghancurkan ponselmu. Anggap saja kau membayar hutang karena telah membuang sepatuku yang amat sangat berharga. Bukankah kita impas sekarang?" Aku mengedipkan sebelah mataku.
'Bravo, Ayasya.' Rasa bangga memenuhi hatiku.
"Gadis bodoh. Kau memang hanya sebuah komputer." sinis Daffin, matanya penuh penghinaan saat menatapku.
"Aku tidak bodoh. Kau yang -" Aku tidak menyelesaikan ucapanku karena Daffin langsung memotongnya.
"Pertama, mobilku bernilai seratus kali lipat dari mobil tuamu itu. Kedua, sepatu jelekmu itu tidak sebanding dengan ponselku yang baru saja kau hancurkan. Dan yang ketiga, jangan pernah bermimpi untuk melawanku." tegas Daffin.
Hancur sudah kebanggaanku. Tadinya aku pikir, dia akan kehilangan rasa percaya dirinya dan aku bisa dengan mudah melepaskan diri dari sangkar emas ini.
Kenapa selalu seperti ini setiap kali aku berniat untuk melawannya? Tidak mungkin dia sepintar dan sekuat itu. Dia pasti memiliki kelemahan dan aku harus segera menemukannya sebelum dia menghancurkanku.
Seorang pelayan tiba-tiba masuk dan membawakan beberapa makanan yang lezat dan menggugah selera. Pelayan itu menata piring-piring makanan di atas meja yang berada di hadapan Daffin.
"Duduk dan makanlah!" titah Daffin. Sorot matanya menegaskan kekuasaan dirinya terhadapku. Dia memang tak terbantahkan.
Daripada urusannya semakin panjang, aku pun menurutinya dan segera duduk di sofa yang berseberangan dengannya.
"Makanlah yang banyak sebelum kau mati." ucap Daffin yang mana membuatku langsung tersedak. Bahkan sebelum aku memasukkan makanan ke dalam mulutku.
Hallo semuanya 🤗
Jangan lupa jempol 👍dulu sebelum atau sesudah membaca dan juga tinggalkan jejak kalian di kolom komentar dan juga vote 👈sebagai mood booster bagi author amburadul kesayangan kalian ini 😘
I ❤ U readers kesayangan kuhh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Putri Salsa Bila Jasmin
😁😁😁😁
2021-08-07
1
Evi
ada apa dengan istri nya dafin pulang nya tengah malam
2021-06-06
1
Sampit Sampit
Ogitu
2021-06-04
0