Dirga mengamati Dhatu yang tengah menyantap makanan dalam diam. Dirga merasa sedikit bersalah karna membuat wanita itu kelaparan. Senyum kembali menghiasi wajahnya, kebahagiaan yang tak malu-malu Dhatu tunjukkan membuatnya terlihat bagai seorang anak kecil. Manis.
Dhatu yang sadar tengah diperhatikan mendadak salah tingkah dan menyelipkan anak rambut ke balik telinga dengan gugup. Jantungnya berdebar tak menentu, mungkin hanya cemas karna tak biasanya lelaki itu menatapnya seperti sekarang. Walau hampir setiap hari bertemu, tak sekalipun mereka berlama-lama berada di ruangan yang sama.
"Ada sesuatu di wajahku?" Tanya Dhatu sembari mengangkat wajah dan memberanikan diri menatap Dirga. Lelaki itu berdehem, lalu membuang pandangan ke arah lain.
"Cepat makan," ucapnya datar, "apa data yang kuminta ada di laptop ini?" lanjut Dirga sembari menunjuk laptop yang ada di samping makanan Dhatu.
Dhatu mengangguk, lalu menyerahkannya pada Dirga. Dirga membuka laptop tersebut dan Dhatu memberikan beberapa lembar kertas berisikan laporan yang mereka kerjakan tadi kepada Dirga.
"Lanjutkan makanmu, biar aku yang periksa."
Dhatu terpaku sesaat. Ia pikir, Dirga akan menyuruhnya berhenti makan dan menjelaskan apa yang ada di sana. Dhatu tak kuasa mengarahkan pandangan ke arah lain. Wajah serius Dirga yang tengah menatap laptop di hadapannya seakan menyihir Dhatu. Ia terpesona dengan ketampanan lelaki itu yang meningkat saat tengah berkerja. Mungkin, dirinya terlalu beruntung memiliki suami yang begitu tampan, lelaki yang banyak diidamkan oleh banyak wanita. Keberuntungnya akan terasa lengkap, jika setiap hari lelaki itu memperlakukannya sebaik ini.
"Aku nggak bisa kerja kalau terus-terusan dilihatin begitu."
Perkataan Dirga membuyarkan lamunan Dhatu. Wanita itu menjadi salah tingkah karna tertangkap basah tengah mengamati Dirga, ia menunduk malu, sedang Dirga tertawa kecil melihat wajah Dhatu yang entah mengapa terlihat begitu menggemaskan.
Dhatu kembali melanjutkan makannya dan tak berani lagi menatap ke arah Dirga. Rasa malunya saja belum hilang, maka ia tak ingin kembali menjatuhkan harga dirinya dengan kembali ketahuan secara terang-terangan mengamati lelaki itu.
"Kamu suka makanannya?"
Dirga memecahkan keheningan di antara mereka. Dhatu yang sudah selesai makan, segera menutup kotak itu dan membersihkan meja lelaki di hadapannya.
"Suka."
"Mulai besok, buatkan aku bekal makan siang lagi. Aku bosen makan makanan restoran."
Dhatu menatap Dirga tak percaya. Bukankah selama ini, lelaki itu tak pernah membawa bekal yang ia siapkan? Hingga dirinya tak membuatkannya lagi. Dhatu tak suka membuang makanan. Hari ini, dirinya pun tak sempat menyiapkan bekal untuk dirinya sendiri. Salahkan saja matanya yang tidak bisa terpejam karna keadaan mereka tadi malam, sementara lelaki itu sudah lebih dulu tertidur.
"Apa kamu nggak takut kuracuni lagi?"
Dirga menyandarkan punggung ke sandaran kursi dan tergelak pelan. "Apa kamu akan meracuniku?"
Dhatu benar-benar tak biasa dengan sisi Dirga yang santai dan mau tertawa bersamanya ini. Bukannya tidak senang dengan sisi lain yang lelaki itu tunjukkan. Hanya saja, Dhatu tak biasa.
"Tergantung sikapmu," ucap Dhatu mencoba berseloroh, namun ia menyesali keputusannya saat Dirga diam menatapnya dengan tatapan yang tak bisa ia artikan.
"Yang di lift tadi, apa dia rekan kerjamu?"
Dhatu mengangguk. "Mas Krisna satu divisi denganku."
"Kamu memanggilnya Mas, sedangkan memangilku Tuan? Hanya ada Mama, kamu baru memanggilku Mas. Apa kamu pikir, itu wajar?"
Dhatu mengerutkan keningnya. Sungguh, ia tak tau apa yang terjadi pada Dirga hari ini. Tidak mungkin hanya karna menyantap nasi goreng buatannya, lelaki itu mendadak bersikap baik. Apa ini demi membangun chemistry di antara mereka selama Lestari ada di rumah? Lelaki itu benar-benar selalu bersikap profesional, bahkan rela bersikap baik padanya agar tak ada yang mencium keganjilan dalam hubungan mereka.
"Aku pikir, kamu nggak suka dipanggil begitu."
"Aku nggak komplain saat kamu memanggilku seperti itu di depan Mama. Gimana kamu bisa pikir, kalau aku nggak suka?"
Dhatu benar-benar tak dapat mengerti kemauan lelaki itu, dirinya bagai tengah berhadapan dengan soal matematika yang sulit untuk dipecahkan.
"Jadi ... kamu mau mulai sekarang aku memanggil Tuan Dirga yang terhormat dengan sebutan Mas?"
Dhatu memastikan, ia tak mau sampai salah langkah lagi, hingga menimbulkan amarah lelaki itu.
Dirga berdecak sebal. "Ya."
Dhatu mengangguk-angguk mengerti. "Baik."
"Satu lagi, mulai besok setiap jam dua belas, datang ke ruanganku dan bawakan aku kotak makan siang yang kamu siapkan dari rumah?"
"Hah?" Dhatu tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Pasti ada yang salah dengan indera pendengarannya.
"Maksudmu?"
Dirga berdesis sebal. "Ternyata kamu lemot. Aku nggak mungkin bawa-bawa kotak bekal sendiri. Mau taro di mana? Aku nggak mau nenteng-nenteng tas kecil begitu, jadi mulai besok, kamu yang bawain ke ruanganku."
"Tapi, orang-orang akan curiga," gumam Dhatu setengah berbisik sembari mengigit bibir bawahnya. Berdekatan dengan Krisna sudah cukup menambah musuh dalam hidupnya. Bagaimana bila setiap hari dirinya bertemu Dirga dengan membawa kotak bekal makan siang? Pasti akan banyak mulut yang mencibirnya.
"Kenapa harus memikirkan orang, aku yang akan memintamu langsung ke atasanmu."
"Itu malah semakin memperburuk keadaaan."
"Kalau begitu, resign aja, biar kamu aman."
Dhatu mendengkus kesal. Ia mulai mengerti maksud lelaki itu. Dengan penuh amarah, Dhatu berkata, "Aku akan datang setiap hari, jadi jangan harap, aku akan resign!"
Dirga tertawa kecil. Wanita itu terlalu mudah dipancing. Saat diminta baik-baik, ia terlalu banyak berpikir, namun saat dirinya meminta wanita itu resign, ia malah menjadi bersemangat menjawab permintaannya. Benar-benar wanita yang unik.
"Aku tunggu."
Dhatu menatap Dirga tajam. Ia tak 'kan mundur saat ditantang. Ia ingin Dirga melihat ketulusannya saat bekerja. Ia bukanlah wanita lemah yang mudah menyerah.
"Jam dua belas tepat, aku akan membawakan makananmu."
Senyum terukir di bibir Dirga. "Kamu juga harus menemaniku makan. Dengan membawa laporan harian konsumen yang diterima. Aku melihat banyaknya komen nggak bagus di media sosial kita tentang layanan perbaikan kita, hingga aku harus menganalisanya. Data servis bisa ditarik dari call center, makanya aku memintamu yang datang ke sini dan aku nggak suka berhadapan dengan orang yang suka mencari muka. Setelah selesai, aku akan menganalisa para teknisi kita."
Dhatu tercengang, lalu beroh-ria. Kini, ia tau mengapa lelaki itu memilihnya. Tak seharusnya, ia besar kepala. Reputasi Mira yang kerap mencari muka dengan para atasan mungkin sudah sampai di telinganya.
Lelaki itu sungguh memiliki kharisma sebagai seorang pemimpin. Walau sikapnya terkadang berubah-ubah, tetapi ia memikirkan pekerjaan dengan baik dan ingin mencari cara untuk memajukan perusahaan yang dipimpinnya. Mungkin, Dirga memang tak seburuk seperti yang terlihat.
"Baik."
"Aku memang baik. Kan nggak lagi sakit."
"Ok, Pak."
"Pak?"
"Ok, Tuan Dirga."
"Tuan?"
Dhatu mengacak rambut frustrasi. "Ok, Mas Dirga."
Kedua sudut bibir Dirga terangkat sempurna, sedang Dhatu menatap lelaki itu kesal. Ternyata, bersama wanita itu sangat menyenangkan, pikir Dirga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Upik Yupi
Dirga lama2 klepek2 jg ma dhatu
2021-12-13
0
Nur Haida
thor, jgn buat dhatu cpt terlena.
2021-11-13
0
Mama VinKa
udah mulai ad rasa,komen banyak yg gara2 nasgor yg enak
2021-07-26
0