Suasana semakin hening saat Darma tiba di ruangan dan menjelaskan pada Dhatu tentang perjanjian yang pernah orang tuanya buat pada Sanjaya. Dulu sekali, Sanjaya pernah membantu keluarga Dhatu yang kesulitan ekonomi, hingga kini keluarga mereka memiliki warung makan yang cukup ramai.
Sanjaya dan Darma, sepasang sahabat sejak memakai seragam putih merah. Sangat dekat, namun terpisah, takdir kembali mempertemukan mereka dan membuat keduanya kembali dekat. Sanjaya rendah hati meski kaya raya dan tak pernah ragu membantu siapapun yang membutuhkan. Pada hari kelahiran Dhatu, Sanjaya bercetus untuk menjodohkan anak mereka, sehingga mereka bisa menjadi keluarga sesungguhnya dengan ikatan itu. Darma berpegang pada perkataannya, hingga tak mungkin ingkar janji.
"Coba lihat sekali lagi foto anaknya, Om Sanjaya. Dia lelaki tampan dan baik. Papa yakin, kalau kamu akan bahagia bersamanya," ucap lelaki paruh baya itu sembari mengulurkan selembar foto pada Dhatu.
Dhatu mengambil foto itu dengan tangan bergetar. Senyum hangat yang diabadikan kamera membuat Dhatu terpanah sesaat, namun apakah tampan bisa menjamin kebahagiaan? Apalagi mereka tak saling mengenal. Bagaimana bisa tinggal di bawah atap yang sama, bahkan tidur di tempat tidur yang sama?
Bukan hanya itu. Apa lelaki itu akan setuju menikah dengannya yang notabene hanyalah seorang wanita sederhana, tak berkelas, dan tampak tak cocok dengan gaya hidup orang kaya. Kedua orang tua mereka pasti tengah bercanda saat mencetuskan ide tentang perjodohan ini.
Dhatu menyerahkan kembali foto itu pada ayahnya, Darma. "Masalahnya, Pa. Apa lelaki itu setuju dengan perjodohan ini? Lelaki tampan sepertinya, nggak mungkin, jika nggak memiliki kekasih." Dhatu resah dengan semua ini. Terlalu tidak masuk akal.
Darma memegang pundak Dhatu. "Kamu hanya perlu menyetujui semua ini, lalu biarkan papa dan Om Sanjaya
yang mengatur dari pihaknya."
"Tapi, Pa ..."
Dian menggengam tangan putrinya dan menatap penuh permohonan. "Dhatu, ini permintaan pertama dan terakhir
kami. Tolong kabulkan ya, Nak."
Dhatu menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Pundaknya seakan ditimpah dengan batu besar, terasa begitu berat. Menikah itu perkara sulit, tak semudah diminta membelikan makanan yang kedua orangtuanya sukai. Menikah itu komitmen jangka panjang, yang artinya, sekali mengikat diri, maka ia tak bisa lepas lagi. Akan tetapi, Dhatu tak bisa membiarkan kehormatan kedua orang tuanya jatuh hanya karna keegoisannya.
Dhatu tersenyum tipis, lalu mengangguk pelan. Kedua orang tuanya tersenyum bahagia dan segera memeluk Dhatu. Keduanya berulang kali mengucapkan terima kasih pada Dhatu. Air mata wanita itu jatuh, tak pernah menyangka jika sejak kecil masa depannya sudah digadaikan karna kebaikan yang mereka terima. Ingin memberontak, namun tak sampai hati. Ingin pergi, akan tetapi kedua orang tuanya tak pernah meninggalkannya saat ia kesusahan. Inilah waktu untuk menjadi anak yang berbakti.
***
Dua bulan persiapan pernikahan terpaksa itu rampung dan selama itu pula Dhatu tak pernah sekalipun bertemu
dengan calon suaminya. Bukan karna ia tak mau, namun lelaki itu tak pernah ada waktu. Pernah sekali, Dhatu diminta ke butik guna mencoba gaun pengantin yang harusnya didatanginya bersama calon suaminya, akan tetapi lelaki itu tak kunjung menunjukkan batang hidung. Tak juga memberikan kabar untuknya, hingga Dhatu harus menahan malu saat pemilik butik menanyakan berulang kali kapan mereka bisa mencoba gaun yang telah dipesan. Dhatu terlalu takut menghubungi lelaki yang terang-terangan tampak menjauh dan memutuskan mencoba gaunnya seorang diri. Menyelesaikan bagiannya sendiri dan meminta pemilik butik menghubungi calon suaminya untuk mencoba jasnya seorang diri.
Belum menikah saja, Dhatu sudah merasa begitu ditolak, akan tetapi ia tak mungkin mundur. Semua sudah terucap, persiapan pun sudah rampung. Yang tersisa, hanya mengucap janji setia di hadapan Tuhan, lalu mereka sah menjadi sepasang suami istri. Tampak mudah, namun menyesakkan dada. Tak ada penolakan yang tak menghancurkan harga diri seseorang, apalagi dirinya seorang wanita.
Remasan pada pundak membuyarkan lamunan Dhatu, wanita itu menoleh dan mendapati Krisna. Lelaki itu mengambil tempat di sisinya, lalu mengulurkan sebotol minuman dingin yang langsung disambar tanpa malu oleh Dhatu. Wanita itu mengucapkan terimakasih, sedang Krina tergelak dibuatnya.
"Lagi ada masalah berat kayaknya," ucap lelaki itu sembari menatap ke depan.
"Mas Krisna tuh jangan sering duduk berduaan sama aku, nanti digosipin sama fans-fans garis kerasmu."
Lelaki itu terbahak. "Emangnya aku artis?"
Dhatu memutar mata malas. Itu kenyataannya, walau lelaki itu tak kaya raya dan tampan bak tokoh utama dalam
novel, namun lelaki itu memiliki banyak fans berkat sikap baik hati dan juga wajah manisnya. Kuping Dhatu sampai panas saat banyak yang menanyakan hubungan di antara mereka.
"Itu kenyataannya, Mas."
"Terus kenapa kalau kita digosipin. Toh, masih sama-sama single."
Dhatu tersenyum miris, namun sebentar lagi ia akan segera berganti status yang tentunya gosip seperti itu akan tak baik untuk nama keluarganya. Dhatu baru sadar, banyak hal yang akan dikorbankannya demi pernikahan terpaksa ini. Ia menarik napas panjang dan menghelanya perlahan.
"Kalau cowok selalu beralasan untuk bertemu dan selalu berusaha menghindar, itu artinya apa, Mas?"
Pertanyaan Dhatu berhasil membuat kerutan di dahi Krisna muncul. "Kok, tumben nanyain tentang cowok?"
Dhatu mengendikkan bahu. "Entahlah, penasaran aja."
Krisna tampak berpikir sesaat. "Kalau aku pribadi, itu caraku untuk nolak secara halus. Yang artinya, aku nggak berminat sama si orang yang ngajak ketemuan itu. Cowok itu nggak suka basa basi, jadi kalau nggak suka, ya nggak bakalan tarik ulur kayak ngasih harapan palsu gitu."
Nyeri menyerang hati Dhatu. Sesungguhnya, tanpa bertanya pun ia sudah bisa mengartikan sikap enggan yang
calon suaminya tunjukkan padanya. Lelaki itu pasti menentang mati-matian perjodohan tak masuk akal ini. Apa lebih baik ia mundur? Dhatu segera menggeleng. Tak mungkin.
"Kamu kenapa geleng-geleng gitu?"
Dhatu tersenyum. "Nggak pa-pa, Mas. Makasih jawabannya."
Krisna menatap wanita itu penuh tanya. "Kayaknya, kamu lagi pengen deketin laki-laki. Apa dia menjauhimu?
Pasti matanya buta, makanya nggak mau didekati cewek cantik sepertimu."
Jantung Dhatu hampir saja copot, terkejut dengan pemikiran lelaki itu. Dhatu menutupi kecemasannya dengan tawa
kecil, ia menggerak-gerakkan tangan di udara. "Nggak lah. Konyol! Lagipula, aku nggak cantik, Mas."
Krisna mengusap-usap puncak kepala Dhatu. "Nggak konyol kalau memang lagi suka sama seseorang. Lagipula, kamu beneran cantik. Dia yang bakalan rugi."
Dhatu tertawa. "Ternyata Mas Krisna bisa gombal juga ya."
Tawa Dhatu menular pada Krisna."Sekali-kali 'kan nggak pa-pa, Tu. Kalau suka sama orang itu namanya normal jadi kamu nggak usah malu."
Dhatu tersenyum miris, lalu mengarahkan pandangan ke depan. Bukan suka, ia hanya ingin berdamai dengan
calon suaminya agar kedua keluarga mereka bahagia. Ia tahu benar, pernikahan seperti ini akan terasa berat karna tak adanya pondasi dasar yang dibutuhkan, cinta. Lagipula, konyol rasanya jika lelaki itu bisa mencintainya dan ia pun tak tahu, apakah dirinya bisa merasakan perasaaan yang selalu diagung-agungkan banyak orang itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Bibi Faqih
msh nyimak thor,mudah mudahan cerita nya menarik
2022-02-10
0
ZrLee Darman
loh ini ceritanya ko' ngulang sih...bukannya diawa mereka udah nikah...knp diepisod ini malah krologisnya yg diceritakannn hadeehhh kembali keawa doooonngg !!! 🤯
2021-07-09
2
𝑵𝒐𝒆𝒓ͪ͢ ͦ ᷤ ͭ ͤ ᷝ🧚🌹
lanjut bacaaaaa
2021-07-03
1