Dhatu terbangun di dalam pelukan Dirga. Entah sejak kapan, lelaki itu memeluknya erat seperti sekarang. Tubuh Dhatu membeku, tanpa sadar ia menahan napas selama beberapa detik. Ia pun tak berani menggeliat, takut-takut lelaki itu terbangun karna gerakkannya. Dalam diam Dhatu memperhatikan wajah tampan di hadapannya. Alis tebal berantakan yang hampir menyatu, hidung mancung, dan juga bibir tipis. Pantas saja semua wanita di kantornya tertarik pada lelaki itu, penampilannya hampir sempurna. Apalagi lelaki itu memiliki tubuh atletis yang didapatkannya susah payah dengan pergi gym sepulang kerja.
Walau mereka jarang bicara dan juga bertemu, namun Dhatu mengetahui kebiasaan-kebiasaan Dirga dengan mengamati lelaki itu dalam diam. Dirga sering meletakkan tas yang dibawanya pergi gym di meja makan, lalu Dhatu akan membersihkan semua barang bawaannya dan mengisi tas itu kembali dengan pakaian bersih Dirga. Lelaki itu tak mengucapkan terma kasih dan Dhatu tak pernah mengharapkannya. Ia hanya melakukan tugasnya sebagai istri.
Dhatu segera memejamkan mata begitu Dirga menggerakkan tubuh. Jantung Dhatu berdebar tak tau malu, harusnya ia tak merasa seperti ini. Mungkin perasaan itu hadir karna dirinya terlalu cemas. Entahlah, yang Dhatu tau, ia mendadak kesulitan bernapas. Ia merutuk diri dalam hati, harusnya ia meletakkan guling di antara mereka agar kecelakaan seperti ini tak terjadi.
Beberapa menit kemudian Dhatu tak merasakan lagi tangan lelaki itu di tubuhnya, perlahan ia membuka mata dan bernapas lega saat melihat lelaki itu sudah kembali memunggunginya seperti tadi malam. Dhatu perlahan turun dari tempat tidur. Ia harus segera menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah. Sesungguhnya, Dirga ingin mempekerjakan asisten rumah tangga, namun Dhatu menolak karna ia masih sanggup melakukan semuanya walau dirinya bekerja. Hanya pakaian saja yang ia percayakan pada laundry terdekat. Ia tak sempat, namun jika memang sempat ia akan mengerjakannya seorang diri.
Dhatu mencuci muka dan sikat gigi, lalu segera turun ke lantai bawah. Ia memasak nasi goreng kampung lengkap dengan telur mata sapi dan juga ayam goreng untuk sarapan mereka pagi ini. Setelah menyelesaikan pekerjaan dapur, Dhatu membersihkan seluruh rumah. Ia merasa beruntung karna sudah mengerjakan pekerjaan rumah sejak kecil, hingga terbiasa. Memang rumah yang sekarang ia tempati terlalu besar, jadi ia membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Dhatu kembali ke kamar dan menemukan Dirga yang sudah tampak rapi dengan pakaian kerjanya. Dhatu menunduk saat melewati Dirga.
"Hei ..." panggil Dirga seperti biasa.
Dhatu menghentikan langkah, namun tak membalik tubuh. Ia diam menunggu perkataan yang ingin diucapkan Dirga. Merasa lelaki itu tidak melanjutkan perkataannya, Dhatu kembali melanjutkan langkah, namun Dirga menarik tangannya dan mengarahkan tubuhnya menghadap lelaki itu.
"Aku mau berbicara denganmu."
"Oh ... aku pikir, kamu ngomong sama siapa. Soalnya nggak ngerasa namaku dipanggil."
Dirga berdecak sebal. "Aku harap, seminggu ini, kita bisa saling bekerjasama dengan baik."
Dhatu mengangguk setuju. "Aku mau bekerja sama denganmu, asal kamu mau mengikuti syaratku."
"Syarat?" lelaki itu mengerutkan kening, "kenapa harus ada syarat? Toh, ini buat kebaikanmu juga."
Dhatu memutar mata jengah, lalu membalikkan tubuh. Saat hendak melanjutkan langkah, Dirga kembali mencegahnya. Lelaki itu membalik tubuh Dhatu ke arahnya dan menatap tajam wanita itu.
"Mau mu apa?"
"Jangan lagi bawa perempuan lain ke rumah ini. Aku nggak cemburu, jika itu yang kamu takutkan." Dhatu menantang mata lelaki di hadapannya, "aku cuma nggak mau kalau tiba-tiba ada keluarga kita yang datang dan melihat situasi canggung itu," lanjutnya santai.
Sejujurnya, bukan sekedar takut jika ada keluarga yang melihat, namun Dhatu tak menyukai apa yang dilihatnya kemarin. Bathinnya merasa terusik dan kerhormatannya sebagai wanita seakan diinjak-injak. Memang tak ada apa pun yang mengikat mereka, kecuali pernikahan palsu. Akan tetapi, tak seharusnya mereka saling menyakiti dengan memamerkan kemesraan dengan orang lain. Iri mungkin memang ada, mengingat statusnya yang lebih unggul dibanding wanita lain itu, namun diperlakukan dengan tak layak.
"Kamu lihat kejadian kemarin? Kamu sengaja pulang lebih awal untuk memergokiku?"
Dhatu menggeleng. "Untuk apa aku sengaja melihat hal yang nggak kusukai. Apa kalian nggak bisa memesan hotel, hingga harus melakukannya di rumah?" Dhatu menatap Dirga meneliti, "padahal, kamu seorang CEO, nggak masalah mengeluarkan beberapa lembar uang untuk kepuasanmu."
Dirga mencengkram kuat pergelangan tangan Dhatu, menatapnya penuh amarah, dan mengabaikan Dhatu yang meringis kesakitan karna cengkraman tangannya.
"Kana bukan wanita murahan seperti yang kamu pikirkan. Dia kekasihku dan kamulah yang menghancurkan hubungan kami. Kamu yang murahan dan nggak tahu diri!" Dirga menunjuk Dhatu dengan jari telunjuknya, dada wanita itu kembali sesak.
"Oh ... apa kamu pikir, kalian bisa membenarkan hubungan kalian saat kamu menyandang status sebagai suamiku?" Dhatu tersenyum miring, "gimana aku nggak salah sangka, jika melihat wanita yang mau-maunya diajak bermesraan dengan pria yang udah beristri?"
Dirga mengeratkan cengkraman tangannya. "Sakit, lepasin aku!" Dhatu menggeliat, mencoba melepaskan genggaman lelaki itu. Dirga melepas kasar tangan Dhatu, lalu menyudutkan tubuh wanita itu pada dinding di belakang punggungnya.
"Sekali lagi kamu ngomongin Kana seperti itu. Aku akan membuatmu menyesali perkataanmu."
Ada kesungguhan di dalam manik mata lelaki di hadapannya, membuat tubuh Dhatu bergetar ketakutan. Tak seharusnya, lelaki itu membela wanita lain selain istrinya sendiri. Jika memang mereka sepasang kekasih, lalu disebut apa hubungan antara Dhatu dan Dirga? Jika status wanita itu lebih tinggi darinya yang notabene adalah istri sah, lalu mengapa lelaki itu setuju menikah dengannya? Mengapa tak menolak dari awal agar tak ada hati yang tersakiti?
"Kalau kamu begitu mencintainya, kenapa kamu malah terjebak dalam pernikahan ini bersamaku?" Dhatu menatap ke dalam manik mata Dirga, mencoba mencari jawaban yang mengusik benaknya. Jika memang saling mencintai, mengapa harus melepaskan dan kembali menjalin hubungan di belakangnya?
"Semua karna kehadiranmu. Semakin cepat kita mengakhiri pernikahan konyol ini, maka aku dan Kana akan segera berbahagia." Angga mengeraskan rahang, "karna kamu udah tau tentang Kana. Aku harap, kamu tau akan posisimu. Cuma bayangan dan dia yang utama. Lakukan tugasmu dengan baik dengan melengkapi sandiwaraku."
Dirga menatap Dhatu tajam, sebelum berjalan meninggalkan wanita itu kembali dalam luka yang tak mungkin bisa mengering. Dhatu tersenyum miris menatap punggung Dirga yang kian menjauh. Tanpa lelaki itu mengulangi status dirinya. Ia tau benar, jika sampai kapanpun tak pernah ada kita di antara mereka. Ia sadar, jika tak seharusnya ia mencegah cinta di antara sepasang manusia. Apalagi dirinya yang telah menjadi orang ketiga di antara hubungan yang telah terjalin sebelum kehadirannya. Akan tetapi ... apakah salah meminta sedikit saja dihargai?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ismu Srifah
penyesalan pasti d brlakang
2022-01-26
0
Nona Cherry Jo
kuatkan hatimu dahtu... relahkan dirga bersama kana... supaya kamu tdk tersiksa lahir dan batin... kamu wanita kuat dan aku yakin kamu bisa mandiri... biar dirga bisa merenungi dan sadar bahwa tdk semua wanita itu lemah
2021-07-11
0
Tary Ashz
Sapa yg ngiris bawang merah sich 😭😭😭😭😭
2021-07-09
0