Kamu Membingungkan

Dhatu buru-buru kembali ke ruangan dengan membawa beberapa koreksi dan apa yang diminta Dirga keesokan harinya. Tak lama Dhatu kembali, Dirga menyusul ke ruangannya. Ia berbicara sebentar dengan Mira, meminta mulai esok Dhatu kembali melaporkan padanya data-data yang diterima call center setiap harinya. Kedatangan Dirga membuat banyak orang menatap Dhatu penuh tanya, banyak pikiran jahat yang mereka tujukan untuk wanita mungil berwajah ayu itu. Dhatu tak peduli, ia harus tetap mempertahankan pekerjaannya. Ia tak mau kehilangan sikap mandiri dan harus bergantung pada Dirga yang hingga saat ini tak memberikannya hak sebagai istri. Dirinya pun tak mungkin meminta.

Lelaki itu selalu mengisi penuh kulkas, namun tak pernah membicarakan bagaimana keuangan keluarga mereka nantinya. Karna semua itu, Dhatu tak boleh kehilangan mata pencariannya. Lagipula, dengan bekerja ia bisa menyisihkan sedikit gaji untuk diberikan kepada kedua orang tuanya yang sudah tua dan bergantung pada usaha warung makan mereka.

"Ternyata nggak cukup dengan menggoda Mas Krisna. Sekarang Dhatu udah naikin level menggodanya sampe ke CEO loh." suara Silvy terdengar begitu Dhatu duduk di tempatnya.

Sungguh Dhatu mulai merasa muak mendengar perkataan penuh penghinaan yang kerap ia dengarkan. Padahal, keduanya anak baru, sedang ia lebih senior di ruangan itu, namun gadis berusia dua puluh tahun itu seakan tak bisa menjaga etika. Tau apa mereka tentang hidup Dhatu? Dhatu tau membela diri di depan orang yang tak menyukaimu, hanya akan menambah cerita buruk lainnya. Oleh karna itu, Dhatu tak pernah melakukannya.

"Ternyata, gadis muda sekarang kalah sama wanita yang hampir menginjak umur tiga puluh tahun sepertiku. Kalau bisa mendapatkan keduanya, kenapa harus membuang salah satunya?"

Dhatu menatap sinis Silvy yang tampak menahan rasa kesalnya. Dhatu memutar mata jengah, tak ingin memperdulikan wajah cantik tak berotak itu. Tak ada gunanya membela diri, lebih baik buat mereka kesal dengan segala tuduhan mereka sendiri.

"Udah balik, Tu," ucap Krisna yang baru kembali dari kamar mandi.Dhatu tersenyum, lalu mengangguk pelan.

"Nasi padangnya nggak dimakan?"

Dhatu menoleh ke meja dan menepuk pelan kening. Ia melupakan nasi padang yang sudah dibelikan oleh Krisna, namun perutnya sudah terlalu kenyang dan tak mungkin menghabiskannya lagi. Akan tetapi, ia tak mungkin membuang makanan.

"Emangnya kamu nggak lapar?"

Dhatu tersenyum kikuk. "Laper, kok. Aku ke pantry dulu kalau gitu."

"Iya, Tu. Makan dulu daripada kena maag," ucap Mira dari balik layar komputernya.

"Iya, Mbak. Makasih ya," ucap Dhatu seraya berdiri dengan menenteng nasi padang di meja kerjanya.

"Aku makan dulu, Mas."

Krisna mengangguk, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Dhatu berjalan gontai ke arah pantry, memikirkan cara yang terbaik untuk nasi padang di tangannya. Dimakan tak sanggup, dibuang juga sayang. Dhatu terkejut saat menemui Dirga di pantry, lelaki itu melipat tangan di dada sembari menatap keluar jendela. Dhatu terkesiap saat Dirga menoleh ke arahnya. Lelaki itu tersenyum melihat Dhatu yang salah tingkah karna tertangkap basah mengamatinya.

"Kenapa ke pantry?"

Dirga berjalan mendekat. Tanpa sadar Dhatu menahan napas dalam hitungan detik, lalu jantungnya berdebar tak menentu, rasa yang baru ia rasakan pada seorang pria. Mungkin hanya karna cemas. Entahlah, Dhatu tak mengerti akan rasa yang memenuhi hati.

"Mau makan lagi?" tanya Dirga melirik plastik yang dibawa Dhatu, "Ternyata, kamu kuat makan," lanjutnya terkekeh pelan.

Dhatu cemberut. "Sebenernya udah kenyang, tapi sayang kalau makanan yang dibeliin Mas Krisna dibuang gitu aja. Selain ...."

Dhatu membiarkan perkataannya menggantung di udara saat melihat kemarahan di mata Dirga. Amarah yang tak ia ketahui alasannya. Lelaki itu menyambar plastik di tangan Dhatu, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Sedang Dhatu berdiri mematung, mencoba mencerna apa yang tengah terjadi.