Lestari, ibu Dirga menatap takjub meja makan yang penuh dengan berbagai ragam masakan khas Indonesia. Dirinya lalu melirik Dhatu. "Kamu pulang kerja masih sempat masak sebanyak ini?"
Dhatu gelagapan, lalu cepat-cepat menggeleng. "Nggak, Ma. Sebenarnya, ini semua Mas Dirga yang beli karna aku nggak sempet masak."
Lestari lalu menoleh ke arah Dirga dan tergelak pelan. "Segitu takutnya Dhatu bakalan dipikir sebagai menantu yang nggak becus sampai dibeliin gini ya? Untung Dhatu itu orangnya jujur," ucap Lestari seraya duduk.
Dirga tersenyum tipis. Niatnya tak semulia itu. Mungkin karna rasa bersalah saat membuka pintu kamar dan melihat Dhatu tertidur dengan meringkuk di atas lantai tadi siang. Ia tak tau, apa Dhatu sempat melihat kebersamaannya dengan Kana atau memang kebiasaan wanita itu adalah tidur di lantai. Yang pasti, Dirga tau jika wanita itu sangat kelelahan dan ia tak ingin mamanya yang sangat jeli dapat melihat kecanggungan dari pernikahan mereka. Hingga mau tak mau Dirga segera bertindak. Menyelamatkan Dhatu, berarti menyelamatkan dirinya sendiri.
"Dia kecapekan, Ma. Pulang kerja tadi, Dhatu langsung tidur, jadi aku nggak tega. Ya kan, Sayang?" Dirga memeluk pinggang Dhatu, mempertipis jarak antara tubuh mereka sembari tersenyum manis, sedang Dhatu membeku sesaat.
Ia tak menyangka, lelaki itu pintar sekali berakting. Padahal, baru beberapa menit lalu, lelaki itu menunjukkan sikap tak sukanya. Dhatu tersenyum melengkapi sandiwara lelaki itu, lalu keduanya duduk pada kursi di depan Lestari. Wanita itu menatap keduanya secara bergantian, senyum menghiasi wajah cantiknya.
"Mama tau kalau pernikahan ini nggak mudah bagi kalian berdua. Apalagi kalian baru saling mengenal dan karna itu Mama menginap di sini selama seminggu untuk mengobservasi. Kalian nggak perlu mengkhawatirkan mama, lakukan saja apa yang biasa kalian lakukan." senyum wanita itu manis, namun mampu membuat Dhatu bergidik ngeri.
Tak anak, tak ibu, keduanya sama-sama aneh. Hanya Om Sanjaya yang sedikit normal bagi Dhatu. Bagaimana bisa wanita itu mengatakan mau mengobservasi dengan santainya, bagai keduanya adalah objek yang perlu diamati.
"Mama nggak perlu melakukan hal konyol seperti itu, Ma."
"Tentu saja perlu, gimana kalau kamu memperlakukan Dhatu dengan nggak layak? Mama bisa malu sama Dian dan suaminya."
Dhatu menggenggam tangan mertuanya yang ada di meja makan dan tersenyum menenangkan. "Hal itu nggak pernah terjadi. Mas Dirga memperlakukanku dengan baik. Menghormati dan begitu menghargaiku sebagai istrinya. Aku aja sampe kaget dengan sikapnya. Aku sempat berpikir jika dia adalah orang yang dingin. Ternyata, nggak seperti itu."
Dhatu tak 'kan membuka aib suaminya. Ia akan menjaga kehormatan lelaki itu, meski lelaki itu tak melakukan hal yang sama. Seperti yang tertulis di dalam Alkitab, Matius 5:38-39, Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat 1 kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.
Maka itulah yang akan Dhatu lakukan. Mencoba membalas kejahatan dengan kebaikan dan berharap suatu saat nanti, lelaki itu bisa memandangnya sebagai insan manusia lainnya, bukan sebagai benda ataupun angin belaka. Batu saja bisa hancur bila terus-terusan disiram air, ia harap, begitupun dengan hati lelaki itu.
Lestari menatap keduanya, senyumnya penuh dengan kelegaan. "Dirga sangat beruntung mendapatkanmu."
"Makan ya, Ma. Besok pagi, aku masakan sarapan yang enak untuk Mama," ucap Dhatu tersenyum sembari meletakkan piring kosong di depan Lestari, lalu meletakkan piring lainnya di depan Dirga. Dengan penuh kelembutan, ia mengisi kedua piring keduanya dengan nasi, lengkap dengan lauknya.
"Makasih banyak, Tu. Padahal Mama bisa ambil sendiri. Ternyata begini rasanya punya menantu." Lestari tak mampu menyembunyikan rasa harunya. Selama ini ia hanya memiliki seorang anak lelaki, yang pastinya tak bisa diharapkan untuk menjadi teman dekatnya dan memberikannya perhatian seperti yang Dhatu tunjukkan.
Tak hanya Lestari yang merasa haru. Diam-diam Dirga merasakan hal yang sama. Ada sekelebat rasa aneh yang merasuki hati Dirga saat dilayani segitu lembutnya oleh Dhatu. Senyum yang ditunjukkan wanita itu penuh ketulusan, tak seperti dirinya yang melakukannya hanya karna sandiwara belaka. Tak pernah sekalipun, ia menerima perlakuan yang sama dari Kana. Ya ... walau memang bukan keharusan wanita itu karna mereka hanyalah sepasang kekasih. Akan tetapi, Dhatu membuat hati Dirga merasa tak enak.
Mereka semua makan sembari bercerita santai. Lestari menceritakan banyak hal tentang Dirga yang tak pernah Dhatu ketahui sebelumnya. Dhatu merasa bahagia mengetahui sisi lain dari suaminya. Sedang Dirga hanya menanggapi keduanya sesingkat mungkin. Ia tak mau terjebak dalam drama yang diciptakan ibunya itu. Membuka semua kenangan masa kecil, mengajak Dhatu lebih mengenalnya, dan membuat wanita itu begitu diterima.
Sesekali Dirga menoleh ke arah Dhatu yang entah mengapa tampak begitu bahagia mendengar semua cerita tentangnya. Peliknya lagi, Dirga seakan turut melihat sisi lain dari wanita yang tinggal seatap dengannya. Aneh, mengapa tawa wanita itu tak terasa mengesalkan seperti biasanya?
Menit demi menit berlalu, setelah memastikan mertuanya mendapatkan kenyamanan yang diperlukan, Dhatu segera menyusul Dirga ke lantai atas. Lelaki itu langsung menutup majalah yang tengah dibacanya dan membaringkan tubuh begitu melihat Dhatu berdiri di ambang pintu. Sikap lelaki itu membuatnya sadar jika mereka tengah bersandiwara dan kini harus kembali pada dunia nyata.
Dengan ragu-ragu Dhatu berjalan ke arah tempat tidur. Walau sudah menikah selama dua minggu, ini pertama kalinya mereka akan tidur di kamar yang sama. Ada rasa cemas dan ketakutan yang merasuki bathin Dhatu. Ia tahu, jika dirinya tak diinginkan dengan melihat sikap Dirga yang berusaha mengabaikan kehadirannya. Dhatu mengambil bantal dan hendak berjalan ke arah sofa dekat jendela, namun Dirga segera menarik bantal Dhatu.
"Mau ke mana?" Tanyanya dengan nada tak suka.
"Tidur," jawab Dhatu singkat sembari menarik bantal yang mau digunakannya.
"Mau tidur di mana sampe bawa-bawa bantal?"
Dhatu melirik sofa putih samping jendela. "Di sofa," ucapnya seraya menoleh kembali ke arah Dirga.
Lelaki itu menarik kasar bantalnya, hingga membuat Dhatu terhempas ke tempat tidur. "Tidur di sini. Jangan di sofa. Kamu jangan terjebak drama sok santai Mama. Udah kubilang kalau dia sedang mengobservasi. Yang artinya, kamu harus selalu bersikap was-was."
"Mama nggak bakalan masuk. Kenapa kamu berpikir seperti itu tentang ibu kandungmu sendiri?"
Dirga tertawa mengejek melihat kepolosan Dhatu. "Mama bilang sama aku. Kalau dia bakalan ngecek kondisi kita saat tidur nanti dan memintaku untuk nggak mengunci pintu," Dirga berkata datar, "jangan berpikir kalau aku yang mau tidur di dekatmu. Sejujurnya aku nggak sudi kalau nggak karna terpaksa."
Hati Dhatu kembali pedih dibuat lelaki itu. Ia tak mau lagi berdebat dan segera merebahkan tubuh di samping Dirga, ia memunggungi lelaki itu dan air matanya kembali jatuh. Andai sandiwara bisa bertahan untuk selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Upik Yupi
bilangnya terpaksa ,liat aja nanti bakalan klepek2 ma dhatu
2021-12-13
0
Hesti Ariani
walah..kayak mau observasi muridnya kemping aja si mama, sampai cara tidur pengantin baru aja mau diinceng😄
2021-09-01
0
Wie Yanah
nyesek bgt bca'y😭😭😭😭😭
2021-08-11
0