“Kemana kita?“
“Nonton yuk....“
Claud diam saja. Entah mau dibawa sama pacar kesayangannya yang lagi asik-asiknya bermesraan. Tangannya itu dilingkarkan pinggang agar tak jatuh saat motor lewat jalanan tak rata.
“Nonton merpati?“
“Iya.“
Pada suatu tanah lapang, disitu ada kalangan, tempat adu merpati. Dimana hanya ada empat tiang yang ukurannya sama. Dan sangat tinggi. Serta diatasnya ada galah lagi yang saling dihubungkan. Didalamnya hanya ada semacam meja sepasang yang dipakai untuk tempat hinggap merpati. Ditempat seperti ini biasanya para penggemar merpati dara saling menyalurkan hobinya dalam memamerkan kepiawaian menggarap burung menjadi aduan yang sangat hebat.
Motor ditaruh demikian saja pada tepi jalan. Disitu penuh kendaraan demikian, yang dijajarkan begitu saja pada tepiannya secara memanjang. Tak hirau akan keamanannya. Terkadang kontak masih saja menggantung. Sebab ini masih siang, masih terang. Paling kalau ada maling yang mengambil akan kelihatan. Dan diburu beramai-ramai. Kalau ketangkap akan dibuat bonyok dengan mata biru lebam.
Merpati diadu saling cepat pada jarak tertentu yang dibawa oleh panitia dengan motor dan pada belakang punggungnya ditaruh kandang yang diberi tali serta diselempangkan pada punggung kemudian dibawa.
“Yah kalah.“
Dia berada nomor dua setelah merpati musuh lebih dulu sampai pada si betina yang di ayun kuat dengan kepakan asiknya.
“Gara-gara kalian pacaran disini aku jadi kalah!“ ujar seorang yang gondrong dan berperawakan tinggi besar burung merpati aduannya tengah kalah. Dia yang datang terakhir.
“Sana pergi! Kalau tidak ku perkosa cewek cantikmu ini ya!“
Kekalahan itu yang membuat dia kecewa. Dan meluapkan amarahnya yang meluap pada siapa saja. Kali ini ada dua orang yang malahan asik ditempat terlarang itu. Padahal dia tak punya. Apalagi kalau tak kesal. Bikin iri saja kedua insan ini. Kenapa dibuat ganteng dan cantik. Sehingga mudah mencari pasangan. Sementara dirinya hanyalah demikian saja yang sulit mendapatkan. Makanya sebagai pengalih kekecewaan, main burung lebih asik. Dan baginya demikian asik melebihi apapun.
“Ye apaan si. Kalah-kalah saja. Nyalahin kita...“ ujar kedua orang yang tengah asik pacaran sembari menyaksikan keindahan dunia.
“Tetap kalah. Yah bencong. Sembelih saja tuh burung. Bikin malu saja. Jadikan dia burung panggang,“ teriak Claudia jengkel sama burung yang terbangnya pelan sekali. Dia ikut emosi menyaksikan burung tersebut seakan tanpa daya. Loyo. Tak bergairah. Bahkan kalau dijadikan burung lalapan dan diadu rasa masakannya, akan kalah juga.
“Huh enak saja main sembelih... Mahal ini. Belinya saja 5A 1B. Main sembelih. Apaan...“ Dia tak terima di bercandaan sama anak-anak muda yang tak paham dengan burung.
“Ini mau terbang lagi."
“Lihat...."
Kembali mereka menunggu kedatangan si burung merpati mahal yang tengah dibawa oleh joki menuju satu titik lepasan agar kedua atau lebih merpati itu saling adu cepat.
“Tak menang juga,“ ujar kedua anak muda itu saat melihat kalau burung mahal si jagoan gondrong itu tetap dibelakang saingannya.
Tambah marah dia. Dipandanginya burung yang kembang kempis, terlampau cepat melaju. Balapan dengan saingannya yang selalu oke dan seakan santai saja kala meluncur diatas.
Akhirnya Si Ant dan Claud pergi setelah puas mengejek burung yang selalu kalah itu. Mereka memacu kereta atau motornya itu kencang-kencang. Agar si cewek sampai rumah tak kena semprot orang tuanya.
"Nonton lagi yuk....“
“Apa?“
“Alun-alun lah. Disana bisa duduk-duduk Dan melihat suasana kota tanpa perlu modal banyak.“
Antony terus melajukan kendaraan merahnya itu. Langsung menuju tempat yang diinginkan.
“Isi bensin dulu,“ ujar Si Antony seraya membelok pada suatu pom bensin.
“Isi lagi? Kemarin kayaknya masih banyak,“ kata Claudia keheranan.
“Tidak banyak, hanya bikin penuh saja,“ jawab Antony yang mengisi tak sampai atau hanya satu liter saja. Dimana meter pengukur bensin menunjuk full. Serasa nyaman kelihatannya kalau memandang bahan bakar masih penuh, walau jarak seberapa panjang pun. Tidak risau kalau kendaraan akan mogok di jalan hanya kelupaan mengisi bahan bakar saja. Apalagi ada cewek, rasanya malu kan. Masa pacar disuruh mendorong motor besar. Untuk itulah dia mengisi penuh tangki nya. Setidaknya satu langkah ini telah aman.
Perjalanan terus dimulai lagi. Melewati jalanan beraspal diantara perumahan penduduk yang lumayan rapat, lalu pada jalan sunyi. Dimana rumah-rumah tak banyak. Jajarannya jauh. Kondisi jalan yang naik turun. Membuat rumah mengikuti kultur tanahnya. Sehingga terkadang dengan jalan tak kelihatan. Berada di atas atau di bawahnya. Dengan membuat jalan keluar yang diatur sedemikian rupa agar bisa dilalui oleh apa yang dimilikinya. Kalau punya kendaraan, maka jalan keluar berikut gerbangnya akan dibuat tersendiri. Namun bila hanya dilalui dengan berjalan kaki, cukup hanya membuat undak-undakan dari batu kali, atau kalau punya dana membuat plester diranah tersebut sehingga tetap enak dalam melewatinya.
Mereka melewati hutan. Dimana hutan ini terkenal angker. Banyak terjadi kecelakaan dan pembegalan. Ada mobil lewat diincar sama tiga garong. Yang main pukul saja sama si pengemudi. Sehingga darah mengucur deras membasahi kaos nya yang berwarna putih.
Atau tengah naik kendaraan terbuka pada hutan angker itu tahu- tahu nyelonong saja di suatu tikungan tajam. Dan kendaraan masuk ke jurang. Dimana banyak terjadi kematian yang mengerikan akibatnya.
Tapi sekarang sudah aman. Lewat jam berapa saja selalu ada kendaraan. Sudah menjadi jalan ramai. Serta jalan sangat halus dan nyaman buat dilalui. Hanya mesti hati-hati dan waspada saja. Sebab bagaimanapun bagus dan nyaman suatu jalan, tak akan aman bila yang melewati tak hati-hati.
Jalanan halus kembali ada, setelah melewati hutan yang lebat dan angker tersebut. Semakin banyak rumah dan kendaraan yang bersama juga semakin banyak. Sehingga rasanya semakin nyaman.
Istirahat sebentar di mini market sebagai usaha menghilangkan penat. Lumayan juga untuk meluruskan badan, setelah sekitar satu jam perjalanan dari rumah dan hampir tak berhenti setelah mengisi bensin tadi. Beli minum saja di pasar kecil itu, yang langsung main bayar dan tidak diskon untuk minuman ringan dengan berat yang demikian saja.
Terus menyusuri jalan kota dimana banyak kendaraan besar yang sekali dua kali berpapasan atua satu jalur dalam menuju ke kota lain.
Terpentok pada rel yang pintunya di tutup. Mereka mengular panjang sekali yang menunggu pintu dibuka. Ada kalau dua kilometer dalam antrian tersebut. Dan setelah kereta lewat bisa jalan lanjut.
Lalu di simpang merah berhenti lagi. Seperti tadi, mesti macet dan mengantri, cuma tak terlampau panjang, dimana langsung melaju setelah yang lain kosong.
Baru sampai di alun-alun yang sudah ramai. Tapi sebagian menggunakan masker dan ada yang memakai kaca pelindung juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
🎀ᵀᵗᵇ'ˢ Inka24#BTBM❤️
up...up...😁
2020-12-02
1
W.Willyandarin
seru kak
2020-09-20
1