"Ngapain lo kesini? Bukannya uda bahagia lo dengan suami barumu? Hummm?," Bella mendengus kesal. Dia yang membukakan pintu bagi Rayana saat dia berkunjung ke rumahnya yang dulu.
"Gue mau ketemu mama gue. Apa salah? Mama gue mana?" Rayana menjawab dengan berani.
"Eh, uda nggak ada urusan lo datang kemari. Lebih baik Lo pergi sekarang. Gue muak lihat muka," ujar Bella kesal.
"Siapa yang datang, kak?" teriak Olivia dari dalam.
Bella tak menjawab pertanyaan Olivia. Ia ingin segera mengusir Rayana agar tidak sampai masuk kedalam. "Kak, kak Bel, siapa sih?" tanya Olivia masih penasaran. "Eh, lo rupanya. Ngapain lo disini?" Karena kakaknya tak menyahut akhirnya ia menyusul ke pintu.
"Pergi lo, ga niat gue liat lo ada disini. Cihh," umpat Olivia.
"Sejak kapan gue nggak dikasi masuk? Lagian gue masih berhaklah di rumah ini. Gue mau ketemu mama guelah. Masalah?"
"Masalah besar. Mama Lo sedang pergi dengan lelaki lain. Dia nggak ada disini lagi. Minggir lo!" Bella mendorong kasar Rayana agar menjauh, sehingga ia bisa menutup pintu kembali.
"Eh, kamu jadi cewek kasar banget. Dia saudara kamu. Sopan sedikit Napa?" Ardi datang tiba-tiba. Tadinya ia masih di mobil dan menyuruh Rayana duluan turun. Karena ia sedang menerima telepon.
Bella dan Olivia langsung tertunduk malu. Wajahnya memerah karena marah. Mereka berdua tak menyangka kalau Ardi ikut Rayana.
"Sekali lagi kudengar kalian berdua masih mengolok-oloknya, kalian akan berhadapan denganku. Paham?" ucap Ardi tegas.
"Idih, siapa dia sok ngancam-ngancam gue. Saudara juga bukan," gerutu Bella dalam hati.
"Ada apa ini?" tanya nenek Asima yang berjalan perlahan menyusul Rayana dan jiga Ardi.
"Nggak apa-apa, nek. Kami sedang menyapa Raya, kan dia sudah lama nggak datang kesini. Kami rindulah, nek," kilah Bella. Ternyata dia pintar ber-akting.
"Oh gitu. Ya sudah, rindunya lanjut didalam saja. Kenapa masih diluar? Apa kami nggak boleh masuk?" tanya nenek lembut.
"Bo-boleh kok, nek. Si-silakan nek!" Olivia gugup. Begitu juga dengan Bella. Akhirnya mereka berdua berpura-pura tersenyum dan membiarkan mereka bertiga masuk.
"T-tunggu i-iya, nek. A-aku panggilkan mama dan papa dulu," ucap Bella terbata-bata. Ia masih gugup ternyata.
"Aku buatin teh ya, nek," tawar Olivia. Kedua kakak beradik itu jadi salah tingkah. Mereka memang harus berpura-pura baik di depan nenek Ardi. Mereka ingin nenek Asima tetap mempertahankan Rayana di rumahnya agar tak kembali lagi ke rumah ini mengganggu papa mereka.
"Ibu? Raya, Ardi? Kapan datang?" Mama Indi baru saja turun dari atas. Ia langsung memeluk nenek Asima. "Apa kabar ibu?" tanyanya pada nenek Asima, masih saja memeluknya.
"Aku baik. Kamu apa kabar Indi?" tanya nenek sambil melepaskan lelukannya.
"Aku baik, bu," jawabnya singkat. Silakan duduk, bu!"
Baik nenek Asima maupun Ardi langsung duduk setelah dipersilakan. Kini giliran Rayana dan mamanya saling berpelukan.
"Kenapa dengan wajahmu, ma? Dan... kenapa mama sekarang kurus sekali? Apa yang terjadi, ma?" batin Rayana. Ia memeluk mamanya dengan erat.
"Mama sehat kan?" Rayana melepaskan pelukannya lalu mengerling. "Kok mama kurusan?"
"Mama.... mama sehat, sayang. Kamu gimana? Sudah adakah cucu mama didalam sana?" Ia seperti menyembunyikan sesuatu, terlihat dari raut wajahnya. Rayana tahu itu karena dia sangat mengenal mamanya. Dia tau bahwa saat ini mamanya sedang berbohong.
"Ma, aku rindu mama. Rindu banget malah," celetuk Rayana pelan. Hanya mereka berdua yang bisa mendengar. Sementara nenek dan Ardi hanya bisa memandang mereka dengan rasa haru. Dan tentang Bella dan Olivia, mereka sedang sibuk di dapur. kok
Papa Reynhard, hanya mematung di sofa setelah memberi salam kepada nenek Asima sembari berbasa-basi kepada tamunya itu.
"Mama juga rindu, sayang. Kamu uda lama nggak main ke sini semenjak kamu menikah, apa kamu uda lupa sama mama?" Mama Indi merengkuh kembali putrinya itu. Memeluknya dengan sangat erat dan penuh kasih.
"Nggak kan mungkinlah Raya bisa lupa sama mama. Mama selalu melekat dihatiku. Aku selalu membawamu didalam doaku ma, disepanjang hariku. Mama sehat-sehat, ya," kata Rayana lagi.
"Iya, sayang. Mama bahagia banget punya anak sepertimu. Semoga hidup mu kelak bahagia bersama suamimu ya, sayang. Dan menghadirkan mama cucu yang imut dan menggemaskan nantinya," celetuk mama Indi. Masih saling memeluk. Seolah mereka tak bertemu berpuluh-puluh tahun.
"Oh ya, ma. Aku kangen pijatan mama. Mama mau kan melakukannya untukku. Uda lama lho, ma. Badan Raya pegal semua. Mau ya, ma?" pinta Rayana.
"Pasti dong, sayang, yok!" Mama Indi mengajak Rayana masuk ke kamarnya yang dulu, setelah melepas pelukannya lalu menarik tangannya agar mengikutinya.
"Lihat kamar kamu, sayang. Masih sama kan seperti yang dulu. Mama selalu membersihkannya. Dan setiap mama kangen kamu, mama sering tidur disini."
"Iya, ma. Sapa seperti yang dulu. Tapi aku tidak merindukan kamar ini, ma. Aku malah jijik dan takut berada disini. Banyak kenangan buruk disini, ma. Kenangan yang tak perlu mama tau. Tapi, aku rela harus menginjakkan kaki kembali disini demimu. Demi mencaritau kabarmu," batin Rayana.
"Kok melamun, nak. Ada apa?"
"Nggak, nggak ada apa-apa, ma. Aku hanya, hanya menatap kamar ini karena sudah lama aku tidak melihatnya. D-dan semuanya sama ya, ma," ucap Rayana gugup. Ia tak ingin memberitahukan apa yang terjadi dengan dirinya dan papa Reynhard disini.
"Katanya tadi mau dipijitin, sini mama pijitin." Mama Indi teringat ucapan Rayana tadi dibawah. Ia meraih kepala Rayana lembut, tapi Rayana menghindar lalu menggenggam tangan mamanya itu.
"Nggak jadi, ma," celetuk Rayana. Ia menolak tawaran si mama. "Aku hanya ingin tau bagaimana kabar mama selama ini, apa mereka bersikap baik sama mama. Apakah mereka memukul mama atau...." Rayana berhenti berucap sejenak.
"Coba sini aku lihat, dimana ada bekas luka? tanya Rayana lagi. Ia memegang kedua lengan mama Indi agar ikut berdiri bersamanya. Diliriknya mamanya itu dari atas sampai ke bawah. "Apa ini, ma? Ini, ini kenapa, ma?" Rayana mengusap wajah mama Indi yang diolesi bedak, ada lebam biru disana.
Sungguh jeli Rayana, meskipun ditutupi oleh bedak, namun ia bisa tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres disana. Kan dia sudah sangat mengenal Bella, Olivia tak terkecuali Reynhard. Bertahun-tahun ia tinggal bersama mereka, bertahun-tahun pula ia dihina oleh mereka. Tapi Rayana tak pernah disiksa oleh kedua saudari tirinya itu, karena ia selalu menghindar atau bahkan melawan semampunya.
Sementara mama Indi, bukan tipe orang yang mau melawan. Ia akan melakukan apa saja yang mereka perintahkan padanya. Sekalipun kedua anak tirinya itu menyiksanya.
"I-itu, itu bukan bekas apa-apa sayang, mama hanya terbentur benda keras kemarin saat mati lampu. Mama nggak apa-apa, mama baik-baik saja, kok. Kamu kok gitu mencurigai mama? Kamu nggak percaya sama mama?" Mama Indi berusaha menutupi segalanya.
"Aku tau, ma. Mama sedang berbohong. Lebam itu bukan hanya satu, ma. Ada banyak, ma. Bukan hanya di wajah, di kaki, di tangan, di leher bahkan di lengan mama. Terlihat jelas, ma. Mama nggak bisa membohongi Raya," tukas Rayana. Ia memandang mamanya itu pilu.
Dalam sanubarinya ia menyesal karena telah meninggalkan mamanya seorang diri bersama orang-orang yang tak berperasaan ini. Ia baru menyadari kalau dirinya egois, ia menyelamatkan dirinya sendiri dari neraka ini, tapi ia membiarkan mamanya seorang diri menghadapi kegilaan yang mereka buat.
"Tidak, tidak akan kubiarkan lagi kau menanggung semua ini, ma. Aku akan membawamu pergi dari sini. Nggak akan kubiarkan mama lagi tinggal di penjara yang gelap dan suram ini," batin Rayana. Air matanya hampir saja mengalir, tapi ia menahannya. Tak ingin mama Indi melihat air matanya tumpah.
"Oh, lebam itu, h-hanya karena itu..." Mama Indi berhenti sejenak. "Itu- hanya bekas apa kemarin," katanya gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Rozh
💗
2021-02-13
0
Sri Suryati
ganti judul ya
2020-12-13
1