Saat ini Alea sedang berada di kave tempat biasa dia selalu menghabiskan waktu bersama sahabatnya Dina. Dina merupakan seorang dokter kandungan, usianya tidak jauh beda dengan Alea, mereka hanya selisih dua tahun. Dina adalah sahabat Alea sejak SMA dan berlanjut sampai sekarang. Meski harus beda jurusan ketika kuliah dulu namun tidak mengurangi keakraban di antar keduanya, karena mereka juga satu kampus. Sebenarnya mereka memiliki satu orang sahabat lagi yang bernama Ayu, namun Ayu sedang kuliah di Singapura. Dia memutuskan untuk melanjutkan studinya di negeri singa itu. Meski mereka jarang bertemu namun sosial media yang canggih selalu menghubungkan ketiganya.
"Lo napa si bengong gitu?". Tanya Dina pada Alea yang sedari tadi melamun, entah apa yang dilamunkannya.
"Gue lagi mikir Din". Jawab Alea sambil menatap kosong ke depannya.
"Mikirin apa? mikirin bos kura-kura lo itu?". Tanya lagi Dina sambil meminum sirup pesanannya.
"Entahlah Din. Semalam dia menelpon gue. Entah itu di sengaja atau tidak tapi seperti terjadi sesuatu padanya". Jawab Alea sambil menatap Dina.
"Uhuk... Uhuk...". Dina terbatuk-batuk dengan minumannya, dia merasa terkejut dengan kalimat Alea barusan.
"Lo mulai peduli ni sama dia?". Tanya Dina sambil mengusap mulutnya yang basah karena terkena percikan sirupnya.
"Apaan si lo Din?. Semalam tu dia bicara sama gue sambil nangis-nangis gitu. Mungkin dia lagi putus cinta". Jawab Alea berusaha meyakinkan sahabat beda profesinya itu.
"Terus lo peduli gitu?". Sejenak Dina meminum minumannya sebelum kemudian melanjutkan ucapannya,
"Gue rasa dia sedang putus cinta, terus mabuk. Dan gak sengaja menghubungi lo. Lagian lo pernah bilangkan kalo bos lo itu seperti es batu di benua Antartika? terus kenapa lo peduli?. Atau jangan-jangan lo sudah mulai suka lagi sama dia?". Tanya Dina santai.
"Ye... Gila apa gue suka sama es batu itu?. Ogah!". Alea bergidik ngeri membayangkan jika dia harus suka sama bos yang menurutnya otoriter itu.
"Awas malaikat lewat bisa kesambet lo. Antara benci dan cinta itu beda tipis loh Al, benci itu selalu di ingat sementara cinta itu selalu di hati".
"Ia gue selalu ingat dia yang bersikap dingin dan otoriter, udah seperti Yakuza tau gak. Lama-lama bikin asam lambung gue kambuh". Jawab Alea sarkatis dengan wajah yang geram. Alea mengingat bagaimana Javier bosnya itu memerintahkan dirinya ketika di bandara sepulang dari kota B. Javier dengan sesuka hati menyuruh Alea mendorong koper milik Javier. Entah apa isi dari koper itu, yang jelas lengan Alea sampai pegal saat itu.
"Al, lo melamun lagi?". Dina menyentuh lengan sahabatnya itu guna menyadarkan dia dari lamunannya hingga Alea tersadar dari lamunan singkatnya.
"Tuh bos kura-kura lo menelpon. Umur panjang dia". Dina menunjuk ponsel milik Alea dengan menggerakan dagunya. Tanpa Alea sadari ternyata bosnya sudah tiga kali menelpon dirinya.
"Astaga Din, gue harus masuk sekarang. Waktu makan siang sudah berakhir, bisa kena sabda si bos ni kalo gue telat". ucap Alea sambil meraih tas miliknya yang di letakan di meja.
"Hmm.. Baiklah sampai ketemu nanti malam. Gue mampir ke rumah lo ntar malam ya?". Jawab Dina yang masih duduk santai sambil menikmati menu makan siangnya.
"Ok. Da...". Alea berlalu pergi meninggalkan sahabatnya yang masih tetap setia di tempat itu.
*******
Di kantor Javier tampak mondar mandir dalam ruang kerjanya sembari memutar ponsel miliknya. Sudah tiga puluh menit dia menunggu Alea, bahkan dia sudah menghubungi sekretarisnya itu sampai tiga kali namun tidak ada jawaban, membuat Javier kesal.
CEKLEK.
Pintu ruang kerja Javier terbuka. Javier menoleh ke arah pintu melihat siapa yang baru saja memasuki ruangannya.
"Apa kamu berencana untuk membuka kave sampai kamu lama sekali?. Sepertinya kamu sangat menikmati makan siangmu". Javier berbicara dengan ekspresi datar namun penuh penekanan, membuat Alea menelan slavinya dengan susah payah.
"Maaf pak, tadi saya sedang curhat sama sahabat saya". Jawab jujur Alea dengan wajah polosnya, membuat Javier menepuk keningnya, dia merasa heran dengan wanita yang menjadi sekretarisnya itu.
"Astaga Alea, apa kamu sedang membuka sesi curhat pada saat makan siang tadi? atau itu profesimu yang lain ha?". Javier mulai meninggikan suaranya.
"Apa boleh ya pak saya buka sesi curhat?. Kayanya itu ide yang bagus deh, bisa menambah pengalamanku". Jawab polos Alea sambil menatap keatas membayangkan dirinya yang seperti seorang ahli dalam hal menasehati, dibayangkan dirinya seperti seorang motivator yang sedang berbicara di atas panggung.
"Astaga, lama-lama aku bisa stroke dini bila harus terus berdebat dengannya. Hufffff...". Javier berbicara dengan suara pelan, dia menghela nafas kasarnya, merasa waktunya terbuang percuma jika terus berdebat pada Alea.
"Baiklah terserah kamu saja Alea, kamu mau jadi motivator atau guru privat itu urusanmu, yang jelas saat ini kamu adalah sekretarisku yang bertugas menyiapkan semua keperluan saya selama di kantor, dan kamu harus kerja sesuai dengan prosedur di Perusahaan ini. Jika kamu tidak bisa mengerjakan tugasmu sebagai sekretaris maka silahkan ajukan surat pengunduran dirimu". Lanjut Javier dengan suara yang mulai meninggi lagi, kali ini ekspres wajahnya sangat mendukung kemarahannya.
"Yakin... Bapak mau saya mengundurkan diri?". Tanya Alea dengan tersenyum penuh maksud.
"Ehem. Ya.. Tentu saja saya yakin". Jawab Javier dengan nada ragu-ragu. Dalam pikiran Javier, jika Alea harus mengundurkan diri lalu bagaimana dengan perbaikan proyek yang di kerjakan di kota B dua hari yang lalu. Sementara dirinya mempercayakan pada Alea proyek itu. Dia masih membutuhkan otak wanita itu. Tidak di sangkanya jika Alea mampu membantunya di perusahaan cabang milikinya. sebenarnya Alex ataupun Andre bisa membantu dirinya, namun kedua sahabatnya itu harus menyelesaikan proyek besar yang mengharuskan dia memerlukan bantuan wanita yang hampir setiap berdebat dengannya.
"Baiklah, kalau begitu saya harus segera membereskan semua barang-barang saya". Jawab Alea dengan ekspresi seolah dirinya di butuhkan.
"Tunggu!". Javier menghentikan Alea membuat Alea menarik sudut bibirnya membuat senyum kemenangan disana.
"Ehem, Ya pak?. Ada yang bisa saya bantu?". Alea bertanya basa basi seolah tidak paham dengan situasi Javier.
"Kamu ikut saya sekarang untuk menemui pak Handoko". Javier mengalihkan pembicaraan seolah ingin menyudahi perdebatan yang di taunya dirinya akan kalah, karna dia masih merasa membutuhkan gadis empat mata di depannya itu, membuat Alea tersenyum penuh kemenangan sekali lagi. Dia merasa menekan bosnya itu dengan proyek yang bisa di katakan akan menguatkan posisinya untuk menekan bos kura-kuranya.
"Yes, akhirnya aku menang debat. Alea gitu loh". Alea bermonolog sambil terkekeh riang dengan kemenangan kecilnya. Sementara Javier sudah berlalu pergi meninggalkan Alea yang masih terus tersenyum.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC.
Hay Readers, jangan lupa vote dan likenya ya untuk mendukung babang tamvan si Javier bos kura-kura Alea.😁
Happy Reading.
*Dede...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Sri Wahyuti
He he... Boos. Nggimmmanna. Nih. Apa ndak malu. Ayo selidiki bos. Kalau sekretariismu itu juga anak sulltan
2021-03-03
1
مي زين الش
alea di lawan...
2021-02-12
1
Ayu Antriani
satu kata yang nyelekit thor sorry to say..."cafe bukan cave"
2021-01-23
2