Pangeran Zhao tersenyum licik, bibirnya melengkung dengan kejam. Dia sudah memiliki rencana jahat untuk mempermalukan Pangeran Li Wei dan Putri Mei Ling di depan semua orang.
"Aku ingin Putri Mei Ling sendiri yang ikut dalam kompetisi ini," katanya dengan nada yang penuh tantangan. Seketika, Putri Mei Ling terkejut, matanya membelalak lebar, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Yang Mulia, adik Xiao Ling tidak mahir dalam permainan catur, jangan mempersulitnya," sahut Putri Mei Yin, suaranya lembut namun penuh kepura-puraan, berharap Pangeran Zhao akan mengurungkan niatnya.
"Benarkah? Setahuku, Putri Mei Ling terkenal dalam semua bidang," balas Pangeran Zhao, matanya menyipit penuh kecurigaan.
"Benar, tapi tidak dengan bermain catur," jawab Putri Mei Yin dengan nada yang mendayu, mencoba meyakinkan.
"Siapa bilang aku tidak bisa bermain catur?" sergah Putri Mei Ling, suaranya tegas dan penuh semangat. "Meskipun aku sering kalah dari ayahku, itu karena aku selalu mengalah," tambahnya, dagunya terangkat dengan bangga, menunjukkan bahwa dia tidak takut dengan tantangan yang diberikan.
Pangeran Zhao tertawa kecil, suaranya terdengar seperti gemerisik dedaunan di malam yang sunyi.
"Baiklah, kalau begitu kita akan melihat seberapa hebat kemampuanmu, Putri Mei Ling," katanya dengan nada mengejek.
Putri Mei Ling menatap Pangeran Zhao dengan tajam, matanya berkilat penuh tekad. "Aku tidak akan mengecewakanmu, Yang Mulia," jawabnya dengan suara yang mantap.
Pangeran Li Wei, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara.
"Pangeran Zhao, ini tidak adil. Kompetisi ini seharusnya untuk para pria," katanya dengan nada protes.
Pangeran Zhao mengangkat alisnya, senyum licik masih menghiasi wajahnya.
"Oh, apakah kau takut istrimu akan kalah?" tanyanya dengan nada mengejek.
Pangeran Li Wei mengepalkan tangannya, menahan amarah. Ia terdiam tidak mampu menjawab ucapan pangeran Zhao. Ketika ia akan kembali mengajukan protes, Putri Mei Ling menyentuh lengan kakaknya dengan lembut.
"Pangeran , biarkan aku yang menghadapinya. Aku pastikan mereka akan kehilangan muka," bisiknya dengan suara lembut namun penuh keyakinan.
Putri Mei Yin, yang berdiri di samping mereka, menatap adiknya dengan cemas.
"Xiao Ling, kau yakin bisa melakukannya?" tanyanya dengan suara terdengar mengejek.
Putri Mei Ling mengangguk. "Aku yakin, Selir Agung," jawabnya dengan senyum tipis.
Pangeran Zhao bertepuk tangan, menarik perhatian semua orang.
"Baiklah, kalau begitu mari kita mulai kompetisinya!" serunya dengan suara lantang.
Para pelayan segera menyiapkan papan catur di tengah ruangan, sementara para tamu mulai berkumpul di sekeliling, menunggu dengan penuh antusiasme. Putri Mei Ling duduk di salah satu sisi papan catur, sementara Pangeran Zhao duduk di sisi lainnya, senyum licik masih menghiasi wajahnya.
Para pelayan segera menyiapkan papan catur di tengah ruangan, sementara para tamu mulai berkumpul di sekeliling, menunggu dengan penuh antusiasme. Lampu-lampu gantung yang berkilauan memantulkan cahaya lembut, menciptakan suasana yang tegang namun elegan. Putri Mei Ling duduk di salah satu sisi papan catur, sementara Pangeran Zhao duduk di sisi lainnya, senyum licik masih menghiasi wajahnya.
"Tunggu! Pangeran belum mengatakan tentang taruhannya," ucap putri Mei Ling.
Pangeran Zhao tertawa keras, suaranya menggema dia taman istana.
"Hahaha. Hampir saja aku melupakannya. Baiklah, jika kau menang dalam permainan catur ini, aku akan memberikan seribu tahil emas ditambah tiga toko terbaik di kota ini. Namun, jika kau kalah, kau harus menjadi istriku dan si cupu itu menjadi budaknya," katanya dengan nada penuh tantangan.
"Yang Mulia, itu sangat keterlaluan," sahut Putri Mei Yin, suaranya penuh nada kecemburuan. "Kita baru saja menikah, bagaimana bisa kau akan menikahi saudariku?" ujarnya, matanya berkilat marah.
Putri Mei Ling menatap Pangeran Zhao dengan tajam. "Baik! Sebelum itu, aku ingin membuat surat perjanjian terlebih dahulu, agar tidak terjadi kecurangan," pintanya dengan tegas.
Pangeran Zhao mengangguk, senyum liciknya semakin lebar. "Baik. Pelayan, ambilkan kertas dan kuas tinta," perintahnya.
Seorang pelayan segera berlari kedalam ruangan dan kembali dengan kertas dan kuas tinta. Putri Mei Ling mengambil kuas itu dengan tangan yang mantap, menuliskan perjanjian dengan huruf-huruf yang indah dan tegas. Setelah selesai, dia menyerahkan kertas itu kepada Pangeran Zhao.
"Ini, Yang Mulia. Silakan tanda tangani," katanya dengan nada penuh kemenangan.
Pangeran Zhao mengambil kuas itu dan menandatangani perjanjian dengan cepat. "Sekarang, mari kita mulai permainan ini," katanya dengan nada penuh semangat.
Putri Mei Ling dan Pangeran Zhao mulai mengatur bidak-bidak catur mereka. Suasana di ruangan itu menjadi semakin tegang, setiap gerakan bidak catur diiringi dengan desahan dan bisikan dari para penonton. Putri Mei Ling bermain dengan penuh konsentrasi, setiap gerakannya penuh perhitungan dan strategi.
"Semoga beruntung, Putri Mei Ling," kata Pangeran Zhao dengan nada mengejek.
Putri Mei Ling menatap papan catur dengan fokus, tangannya mulai mengatur bidak-bidak catur dengan cekatan.
"Aku tidak butuh keberuntungan, Yang Mulia. Aku hanya butuh kemampuanku," jawabnya dengan tegas.
Pertandingan pun dimulai, dan suasana di ruangan itu menjadi tegang. Setiap gerakan bidak catur diiringi dengan desahan dan bisikan dari para penonton. Putri Mei Ling bermain dengan penuh konsentrasi, setiap gerakannya penuh perhitungan.
Pangeran Li Wei yang duduk tidak jauh dari putri Mei Ling, dalam hatinya ia tersenyum dan tidak merasa cemas sama sekali, melihat pertandingan itu. Dia sangat percaya dengan kemampuan putri Mei Ling.
"Putri Mei Ling, kenapa kau tidak menyerah saja," ucap pangeran Zhao yang merasa sudah di ambang kemenangan.
"Permainan catur pangeran sungguh luar biasa. Tapi, perlu pengeran ketahui, permainan ini baru saja di mulai," balas Putri Mei Ling dengan senyum penuh percaya diri.
"Apa maksudmu?" Pangeran Zhao mengkerutkan keningnya, tidak mengerti dari ucapan Putri Mei Ling. Sudah jelas jika putri Mei Ling hampir kalah dalam permainannya, tetapi dia masih sangat percaya diri jika dirinya akan menang.
"Sekarang gilirkanku. "
Putri Mei Ling mulai menyerang. Dengan hati-hati, dia menempatkan batu putihnya di posisi yang strategis, mencoba memotong koneksi antara batu-batu hitam lawannya.
"Bukankah itu strategi menyerang paling kejam? Bagaimana dia bisa menguasai strategi itu?" gumam selir Liu Yuhe .
Pertarungan di papan catur semakin intens. Batu-batu hitam dan putih saling berhadapan, menciptakan pola yang rumit dan penuh makna. Pangetaj Zhao terus menyerang, mencoba menguasai wilayah lawannya dengan agresif. Setiap gerakannya penuh perhitungan, setiap langkahnya adalah bagian dari strategi besar yang telah dia rencanakan.
Namun, Putri Mei Ling tidak mudah menyerah. Dia bertahan dengan gigih, menempatkan batu-batunya dengan cermat untuk melindungi wilayahnya. Dia tahu bahwa dalam permainan ini , keseimbangan antara menyerang dan bertahan sangat penting. Dia harus tahu kapan harus menyerang untuk mendapatkan keuntungan dan kapan harus bertahan atau bahkan menyerah untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
Akhirnya, setelah berjam-jam bermain, pangeran Zhao menyadari bahwa posisinya semakin lemah. Dia telah kehilangan terlalu banyak wilayah dan tidak ada lagi langkah yang menguntungkan.
"Pangeran, kau sudah kalah!" seru Putri Mei Ling dengan nada penuh kemenangan. Pangeran Zhao mengamati papan catur tersebut dengan mata yang membelalak. Ia menatap frustasi dan tidak percaya jika dirinya dikalahkan oleh seorang wanita. Tangannya gemetar saat menyentuh bidak catur terakhir yang telah mengunci kekalahannya.
"Tidak...! Ini tidak mungkin! Aku tidak mungkin kalah!" seru Pangeran Zhao dengan nada frustasi, suaranya menggema di seluruh ruangan. Wajahnya memerah, dan keringat mulai mengalir di pelipisnya. Para tamu yang menyaksikan pertandingan itu saling berbisik, terkejut dengan hasil yang tak terduga.
Putri Mei Ling menatap Pangeran Zhao dengan senyum lebar yang penuh kepuasan. "Ingat, Pangeran, kau harus menepati janjimu," ucapnya dengan suara yang tenang namun tegas. Matanya berkilat dengan kebanggaan, mengetahui bahwa dia telah membuktikan kemampuannya.
Pangeran Zhao mengepalkan tangannya, menahan amarah yang membara di dalam dadanya.
"Ini tidak adil! Kau pasti curang!" teriaknya, mencoba mencari alasan untuk kekalahannya.
Putri Mei Ling menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak ada kecurangan di sini, Pangeran. Ini adalah hasil dari permainan yang adil. Kau harus menerima kekalahan mu dengan lapang dada," katanya dengan nada bijak.
Pangeran Li Wei, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara.
"Pangeran Zhao, kau telah membuat perjanjian. Sekarang saatnya untuk menepatinya," katanya dengan suara tegas namun penuh wibawa.
Pangeran Zhao menatap Pangeran Li Wei dengan mata yang penuh kemarahan. Kemudian, ia melirik kertas perjanjian yang di buat oleh putri Mei Ling, ketika pangeran Zhao akan mengambil kertas tersebut, putri Mei Ling sudah terlebih dahulu mengambilnya.
"Jangan katakan kau akan merobek kertas perjanjian ini dan kau bisa lolos dari ucapanmu," ucap putri Mei Ling.
"Kau !" Pangeran Zhao menunjuk putri Mei Ling dan pangeran Li Wei.
"Sudah !" Selir Liu Yuhe menggebrak meja. Dia benar-benar marah karena pangeran Zhao yang di kalahkan oleh putri Mei Ling.
"Zhao'er, sebagai pria kau harus bisa memegang ucapanmu sendiri. Dasar memalukan." Setelah berkata demikian, selir Yuhe meninggalkan tempat tersebut dengan hati yang kesal.
Begitupun dengan pangeran Li Wei dan Putri Mei Ling, dia meninggalkan tempat itu seraya berkata, "Aku tunggu hadiah yang kau janjikan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments