Rencana Pembunuhan

Pangeran Zhao kini berada di kamar ibunya, selir Liu Yuhe. Dia mondar-mandir dengan gelisah, memikirkan cara agar Putri Mei Ling tidak menagih taruhan yang telah dimenangkannya itu. Sementara itu, selir Liu Yuhe duduk di tepi ranjang, masih terkejut bahwa Putri Mei Ling ternyata sangat pandai dalam permainan catur dan berhasil mengalahkan putranya.

"Bagaimana aku bisa kalah darinya?" ucap Pangeran Zhao dengan nada tidak percaya, matanya menatap kosong ke lantai. "Aku merasa seperti seorang pecundang, Ibu. Bagaimana mungkin aku, seorang pangeran, bisa dikalahkan oleh seorang putri?"

"Ternyata kita terlalu meremehkan Putri Mei Ling," sahut selir Liu Yuhe, suaranya lembut namun penuh penyesalan. Pangeran Zhao kemudian menghampiri ibunya dan duduk di sampingnya, wajahnya penuh kekhawatiran.

"Ibu, apa yang harus aku lakukan agar mereka tidak menagih taruhan itu?" tanyanya dengan nada putus asa, suaranya bergetar. "Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi. Aku tidak bisa membiarkan mereka mengambil semuanya dari kita."

Selir Yuhe menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Sekarang kau mempertanyakan itu, lalu kemana keberanianmu saat kau mempertaruhkan semua yang kita punya?" balasnya dengan penuh emosi, matanya menatap tajam ke arah putranya.

Pangeran Zhao kembali berdiri dengan raut wajah yang masih kesal dan bingung. Dia tahu bahwa ibunya benar, tetapi dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia telah membuat kesalahan besar. Di luar, angin malam berhembus lembut, membawa aroma bunga melati yang menenangkan.

"Ibu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana," katanya dengan suara serak.

Selir Liu Yuhe menghela napas panjang, lalu dia memanggil pangeran Zhao untuk mendekat.

"Zhao'er, kemarilah. Ibu memiliki gagasan." Pangeran Zhao menghampiri ibunya. Kemudian, dia membisikkan sesuatu, seketika raut wajah pangeran Zhao yang sebelumnya terlihat bingung, kini mengembangkan senyum.

"Itu gagasan yang sangat bagus. Kalau begitu malam ini juga kita akan menjalankan rencana itu. Aku pergi dulu." Pangeran Zhao undur diri dari kediaman selir Liu Yuhe dengan senyum mengembang.

****

Di kediaman megah Pangeran Li Wei, Putri Mei Ling tengah duduk santai di atas sofa empuk yang dilapisi sutra. Pangeran Li Wei, dengan penuh perhatian, sedang memijat kaki Putri Mei Ling yang halus dan lembut. Aroma bunga melati yang segar memenuhi ruangan, menambah suasana tenang dan nyaman.

"Istriku sungguh hebat, bisa mengalahkan pangeran sombong itu," pujinya dengan nada bangga. Putri Mei Ling tersenyum lebar, matanya berkilauan penuh kemenangan, seraya menyuapkan buah anggur yang manis dan segar ke dalam mulutnya sendiri.

"Aku juga masih belum percaya, jika aku bisa mengalahkan orang itu. Jika bukan karena bantuannya, mungkin aku akan kalah," jawab Putri Mei Ling dengan nada rendah hati, meskipun hatinya masih berdebar mengingat kemenangan itu.

"Bantuannya? Maksud istriku, siapa?" tanya Pangeran Li Wei dengan alis terangkat, penuh rasa ingin tahu. Putri Mei Ling yang tadinya bersandar santai, langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Pangeran Li Wei dengan serius.

"Maksudku, seseorang yang mengajarkan strategi permainan catur itu," balasnya dengan suara lembut namun tegas. Seketika, raut wajah Pangeran Li Wei berubah menjadi muram, bibirnya mengerucut tanda ketidaksenangan.

Pangeran Li Wei menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya.

"Siapa orang itu? Mengapa aku tidak pernah mendengar sebelumnya?" tanyanya dengan nada yang sedikit tegang.

Putri Mei Ling menatap suaminya dengan lembut, mencoba meredakan ketegangan yang mulai terasa.

"Aku bertemu dengannya secara kebetulan saat aku di pasar beberapa hari lalu."

Pangeran Li Wei mengangguk perlahan, meskipun masih ada keraguan di matanya.

"Apakah dia seorang wanita atau pria? Seperti apa rupa orang itu?" tanya pangeran Li Wei penasaran.

Putri Mei Ling diam sejenak, ia merasa tidak enak hati menyembunyikan sesuatu darinya. Kemudian, ia meraih tangan pangeran Li Wei lalu mengusapnya lembut.

"Sebenarnya, ini adalah pertemuan kedua kali aku dengannya secara kebetulan. Dia seorang pria. Aku tidak melihat rupa orang itu, karena memakai topeng," ujar putri Mei Ling hati-hati, takut menyinggung perasaan pangeran Li Wei.

"Apakah kau menyukainya, istriku?" ucap Pangeran Li Wei tiba-tiba, suaranya terdengar lembut namun penuh dengan ketegangan yang tersembunyi.

Putri Mei Ling mengerutkan kening mendengar pertanyaan konyol dari Pangeran Li Wei. Ia menatap suaminya dengan tatapan bingung dan sedikit marah.

"Hah. Apa maksudmu? Mana mungkin aku menyukai pria sombong dan keras kepala seperti dia. Selain itu, dia juga memiliki lidah yang kurang ajar karena telah menghina suamiku. Setampan apa pun dia, aku tidak akan tertarik padanya," ujarnya dengan nada menggebu-gebu, matanya berkilat-kilat penuh emosi.

Pangeran Li Wei yang sebelumnya tampak cemburu, kini raut wajahnya berubah menjadi penuh kekhawatiran. Ia menundukkan kepala, kedua bola matanya bergerak-gerak gelisah. Tangannya yang kuat memijat sedikit kencang, membuat Putri Mei Ling mengaduh kesakitan.

"Aduh! Pangeran, ada apa denganmu?" seru Putri Mei Ling, suaranya terdengar cemas dan bingung. Putri Mei Ling memicingkan matanya, sepertie curigai sesuatu.

Pangeran Li Wei menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia menatap Putri Mei Ling dengan mata yang penuh dengan campuran emosi—cemburu, khawatir, dan sedikit rasa bersalah.

"Maafkan aku, Mei Ling. Aku hanya... aku hanya merasa tidak aman. Pria itu, dia memiliki segala yang aku tidak punya. Aku takut kehilanganmu," ucapnya dengan suara yang hampir berbisik, seolah-olah mengakui ketakutannya sendiri adalah hal yang paling sulit di dunia.

Putri Mei Ling merasakan hatinya melunak. Ia mengulurkan tangan, menyentuh pipi suaminya dengan lembut.

"Pangeran, kau adalah suamiku. Tidak ada yang bisa menggantikan mu di hatiku. Sampai kapanpun, aku tidak akan meninggalkan mu," katanya dengan suara lembut namun tegas.

Pangeran Li Wei menatap mata istrinya, mencari kebenaran dalam kata-katanya. Ia merasakan sentuhan lembut tangan Mei Ling di pipinya, memberikan rasa tenang yang perlahan mengusir kegelisahannya.

"Terima kasih, Mei Ling. Aku akan berusaha lebih baik," jawabnya dengan suara yang lebih mantap. Ia meraih tangan istrinya dan mengecupnya dengan penuh kasih sayang.

Tanpa terasa, langit sudah berubah gelap.

Malam itu, di sinari cahaya lilin yang lembut, mereka berdua duduk bersama diatas tempat tidur, menikmati keheningan malam yang hanya diiringi oleh suara angin yang berbisik di antara pepohonan. Saat putri Mei Ling hendak merebahkan tubuhnya, tiba-tiba pangeran Li Wei , meminta izin untuk keluar.

"Istriku, aku ingin keluar sebentar. Apa kau tidak apa-apa?" ucapnya dengan nada yang terdengar gemas, matanya berbinar penuh harap.

"Pergilah. Tapi, kau harus hati-hati," balasnya dengan nada penuh perhatian, tangannya lembut menyentuh lengan suaminya. Pangeran Li Wei tersenyum lebar, seperti anak kecil yang baru saja memenangkan lotre, matanya bersinar penuh kegembiraan.

"Terima kasih, istriku." Dengan cepat, Pangeran Li Wei bergegas keluar, langkahnya ringan dan penuh semangat. Putri Mei Ling menggelengkan kepala melihat tingkah laku suaminya yang terlihat seperti anak kecil, senyum tipis menghiasi wajahnya.

Setelah keluar kamar, ternyata sudah ada seseorang yang menunggunya di kegelapan malam. Pangeran Li Wei melangkah lebih jauh dari kamar menuju paviliun barat, angin malam yang dingin menyapu wajahnya. Setelah merasa aman dengan situasi, ia berdiri tegap dengan kedua tangan berpangku di belakang, matanya tajam mengawasi sekeliling.

"Keluarlah!" serunya dengan suara tegas. Dalam hitungan detik, seseorang yang bersembunyi di kegelapan itu muncul dan langsung berlutut di hadapan Pangeran Li Wei.

"Lapor, Pangeran! Mata-mata kita mengatakan bahwa Pangeran Zhao akan menjalankan rencananya malam ini. Pangeran Zhao menyewa sekelompok orang untuk menghabisi nyawa sang putri," ucap Lin Yu dengan nada tegas, wajahnya serius dan penuh kekhawatiran.

Mendengar pernyataan Lin Yu, Pangeran Li Wei mengepalkan tangan, rahangnya mengeras, dan kilatan matanya memancarkan aura membunuh.

"Beraninya dia ingin menyakiti istriku," desis Pangeran Li Wei dengan suara rendah namun penuh amarah. "Lakukan seperti yang ku perintahkan. Habisi mereka dan jangan sampai meninggalkan jejak. Kirim kepala mereka ke kediamannya," sambung Pangeran Li Wei, suaranya dingin dan tanpa belas kasihan.

Setelah memberikan perintah, pangeran Li Wei kembali ke paviliun timur dan langsung masuk.ke kamarnya. Raut wajah nya kembali berubah seperti anak kecil yang manja. Dia melihat putri Mei Ling sudah tertidur lelap, kemudian ia menyusul dan berbaring di sisinya seraya memeluk putri Mei Ling. Lalu, ia menghirup aroma tubuh putri Mei Ling yang menenangkan sudah menjadi candunya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!