Bukankah Itu Sebuah Aib?

Gemuruh amarah Kaisar Li masih menggema di ruang takhta Istana Kerajaan Tang, bercampur dengan aroma dupa yang menusuk hidung dan aroma teh hijau yang pahit. Berita pernikahan Pangeran Zhao dengan seorang waria telah mengguncang pondasi kekuasaan mereka. Cahaya lilin yang berkelap-kelip di atas meja jati tua hanya mampu menerangi sebagian wajah sang kaisar yang memerah menahan amarah. Urat-urat di lehernya menegang, tangannya mengepal erat.

"Memalukan!" desis Kaisar Li, suaranya berat dan bergetar. Ia menunjuk ke arah gulungan sutra yang berisi laporan lengkap kejadian tersebut, "Anak itu… Dia telah menodai martabat keluarga kerajaan! Bayangkan, bagaimana rakyat akan memandang kita jika berita ini tersebar?" Matanya menyala-nyala, mencerminkan kekhawatirannya akan dampak politik dari skandal ini.

Permaisuri Liu Yuhe, dengan gaun sutra ungu yang berkilauan, mencoba menenangkan dirinya. Jari-jari lentiknya masih menggenggam cangkir teh hijau yang hampir kosong, namun tangannya sedikit gemetar. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan gejolak di hatinya.

"Yang Mulia," suaranya lembut namun tegas, "Mungkin ada penjelasan lain di balik semua ini. Kita belum mengetahui seluruh fakta." Ia menatap mata sang kaisar, mencoba untuk meredam amarahnya dengan tatapan yang penuh pengertian. "Sebelum mengambil keputusan, bukankah lebih baik jika kita memanggil Pangeran Zhao dan menanyakan langsung kepadanya?"

Kaisar Li mendengus, "Kau masih membelanya? Dia telah mempermalukan kita semua! Tidak ada penjelasan yang bisa membenarkan perbuatannya!" Ia berdiri, menjelajahi ruangan dengan langkah-langkah berat. "Pernikahan ini tidak akan pernah terjadi! Aku akan menghukumnya atas perbuatannya yang memalukan ini!"

Permaisuri Liu Yuhe berdiri juga, mendekati sang kaisar. "Yang Mulia," suaranya sedikit lebih keras, "Hukuman memang perlu, namun kita juga harus bijaksana. Memang benar, pernikahan ini tidak pantas, namun menghukumnya secara tergesa-gesa tanpa mengetahui alasannya... bukankah itu juga sebuah kesalahan?" Ia menatap sang kaisar dengan penuh harap, mencoba untuk membujuknya agar berpikir lebih jernih. "Berikan dia kesempatan untuk menjelaskan. Berikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya."

Kaisar Li terdiam sejenak, menatap Permaisuri Liu Yuhe yang berdiri di hadapannya. Wajahnya masih dipenuhi amarah, namun ada sedikit keraguan yang mulai muncul di matanya. Aroma teh hijau yang pahit, bau dupa yang menusuk, dan keheningan yang mencekam di ruang takhta itu, seakan-akan menjadi saksi bisu dari pergulatan batin sang kaisar.

"Baiklah. Bawa dia ke hadapanku," perintah kaisar Li.

"Baik Yang Mulia !" Lalu, permaisuri Liu Yuhe memanggil pelayan dengan nada sedikit keras. " Pelayan ? Panggilnya. Detik kemudian, seorang pelayan pria datang dan langsung membungkuk hormat .

"Panggilkan pangeran Zhao, suruh ia menghadap Kaisar."

"Baik Yang Mulia!" Pelayan itu segera beranjak dari sana, menuju kediaman pangeran Zhao.

***

Sementara di kediaman Pangeran Zhao, suasana berubah menjadi kacau. Semua tamu yang tadinya hadir untuk merayakan kebahagiaan, kini dibubarkan dan diusir secara paksa oleh para prajurit yang bersikap tegas dan tanpa kompromi. Pangeran Zhao dan Putri Mei Yin, yang seharusnya menikmati momen bahagia mereka, malah merasakan sebaliknya.

Di ruang kerja yang megah namun kini berantakan, Pangeran Zhao tampak mengamuk. Wajahnya memerah, matanya menyala penuh kemarahan. Semua barang-barang yang ada di hadapannya dilempar dengan kekuatan penuh, menghantam dinding dan lantai, menciptakan suara pecahan dan dentingan yang memekakkan telinga. Ruangan yang biasanya tertata rapi kini berubah menjadi medan kekacauan, dengan pecahan vas, kertas-kertas berserakan, dan perabotan yang terbalik.

"Bagaimana bisa semua ini terjadi padaku?" gerutunya, suara itu bergetar dengan amarah yang membara. Kedua tangan pangeran Zhao terkepal kuat, tulang-tulang jarinya memutih, mencengkeram meja kayu jati yang kokoh di hadapannya.

Dengan gerakan cepat, pangeran Zhao berbalik, tatapannya tajam menusuk Ye Chen, pengikut setianya yang berdiri tegap di sudut ruangan. Mata Ye Chen menunduk, tak berani menatap sang pangeran.

"Ye Chen," suara pangeran Zhao dingin, menusuk seperti es, "Apa saat itu, kau sudah benar-benar memastikan jika yang dibawa oleh pelayan dari kediaman pangeran lemah itu adalah putri Mei Ling?"

Ye Chen terdiam sejenak, tubuhnya gemetar, sebelum akhirnya menjawab dengan suara gemetar, "Hamba sudah memastikannya, Yang Mulia. Bahkan, hamba sendiri melihat langsung, saat putri Mei Ling dibawa keluar oleh pelayan dari dalam kamar pangeran Li Wei." Ye Chen menundukkan kepalanya lebih dalam, tubuhnya semakin bungkuk.

Pangeran Zhao terdiam, amarahnya berubah menjadi kekecewaan. Ia mengusap wajahnya dengan tangan kasar, mencoba menenangkan diri. Namun, amarah itu kembali meledak ketika suara langkah kaki terdengar mendekat dari luar ruangan.

"Yang Mulia pangeran Zhao, Anda diperintahkan Kaisar untuk menghadap ke istana kekaisaran sekarang," ucap seorang kasim, suaranya bergetar, seakan takut dengan aura pangeran Zhao yang sedang membara. Kasim itu adalah utusan dari permaisuri Liu Yuhe, wanita yang terkenal dengan kecerdasan dan pengaruhnya di istana.

Pangeran Zhao mendongak, tatapannya tajam menusuk . Namun, ia tak berkata apa-apa. Ia beranjak dari tempat ia berdiri, tubuhnya tegak, penuh dengan amarah yang terpendam.

Ia berjalan melewati pengawal setianya , tanpa melirik sedikitpun. Pintu ruangan terbuka dengan keras, membuat orang-orang yang berada di luar ruangan itu berhamburan ke samping.

Pangeran Zhao berhenti sejenak, tangannya merapikan jubah sutra yang dikenakannya, mencoba menenangkan diri. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam amarah yang membara di dadanya.

Dengan dada yang membusung, pangeran Zhao melangkah keluar, meninggalkan ruangan itu dengan langkah penuh amarah dan kesombongan. Ia tahu, ia harus menghadap Kaisar, namun ia tak akan membiarkan kejadian ini begitu saja. Ia akan menuntut keadilan, dan ia akan memastikan bahwa pangeran Li Wei akan membayar perbuatannya.

Setelah pangeran Zhao melangkah keluar dari kamarnya, langkahnya terasa berat, seakan setiap langkah menuju istana kekaisaran adalah beban yang tak terangkat. Pikiran-pikirannya melayang antara kemarahan dan kekhawatiran tentang nasib reputasinya yang sudah hancur akibat ulahnya sendir. Ia bertekad untuk mendapatkan jawaban dari Kaisar, meskipun ia tahu bahwa pertemuan itu tidak akan mudah.

Ketika ia tiba di pintu gerbang istana, suasana di sekelilingnya berubah drastis. Kesibukan para pelayan dan prajurit yang berlalu-lalang menambah ketegangan di udara. Pangeran Zhao merasakan tatapan mereka, campuran rasa hormat dan ketakutan, seakan mereka tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sang pangeran.

Begitu memasuki aula utama, aroma dupa yang membara memenuhi hidungnya, memicu rasa gelisah di dalam hati. Di depan, di atas tahtanya, Kaisar yang bijaksana namun menakutkan duduk dengan anggun, mengenakan jubah kekaisaran yang berkilauan. Wajahnya tenang, tetapi mata tajamnya mengawasi setiap gerakan pangeran Zhao.

"Yang Mulia," pangeran Zhao membungkuk dalam-dalam, berusaha menahan emosi yang bergejolak di dalamnya. "Saya datang karena..."

"Kau datang karena kekacauan yang kau ciptakan," potong Kaisar, suaranya dalam namun tegas. "Beritahu aku, apa yang terjadi dengan pernikahan itu? Dimana pikiranmu sampai kau ingin menikahi seorang waria? Sungguh memalukan."

Pangeran Zhao merasakan tenggorokannya tercekat. "Yang Mulia, hamba sungguh tidak tahu apa-apa, bagaimana kereta kuda pengantin pangeran Li Wei itu, bisa berisi seorang waria. Hamba. . ."

"Apa kau berharap, jika yang ada di dalam kereta kuda itu adalah putri Mei Ling?" potong kaisar Li, matanya menyipit menyelidik.

"Tidak seperti itu, Ayah. I-ini...." Tiba-tiba pikiran pangeran Zhao menjadi kosong sehingga tidak tahu apa yang harus di katakan. Tidak mungkin ia mengakui kejahatan yang memang sengaja ingin merebut puteri Mei Ling dari pernikahan pangeran Li Wei.

Permaisuri Liu Yuhe, melihat putra kesayangannya kesulitan seperti itu, langsung mendekat ke arah kaisar dan memenangkannya.

"Yang Mulia. Sebaiknya Anda minum dulu." Permaisuri Liu Yuhe memberikan cangkir teh pada kaisar. Dengan penuh kelembutan, kaisar Li menerimanya dan langsung meminum teh tersebut.

"Terima kasih, istriku." Kaisar Li sedikit lebih tenang.

"Yang Mulia. Anda pasti lelah karena menyambut tamu di pernikahan Li Wei tadi, bagaimana kalau Anda, istirahat saja?" bujuk permaisuri Liu Yuhe pada kaisar Li.

"Aku tidak bisa beristirahat jika masalah yang di buat oleh anak ini belum selesai," ucapnya geram.

"Yang Mulia, untuk urusan Maslah pangeran Zhao, hamba akan mengurusnya. Lagi pula, Anda sudah sangat terlihat lelah, tidak baik untuk kesehatan jika terus memaksakan diri." Mendengar kata-kata manis dari mulut Permaisuri Liu Yuhe, kaisar pun mengiyakan dan lebih memilih untuk pergi beristirahat.

"Baiklah. Aku serahkan masalah ini padamu."

Setelah Kaisar Li berlalu, suasana tegang di aula istana sedikit mereda. Pangeran Zhao masih berdiri kaku, keringat dingin membasahi dahinya. Permaisuri Liu Yuhe, dengan senyum yang tampak tenang namun menyimpan sejuta strategi, mendekati putranya. Aroma parfumnya yang lembut, biasa menenangkan, kini terasa mencekik bagi Pangeran Zhao.

"Zhao," suaranya lembut, namun tajam, "Ceritakan semuanya padaku. Jangan menyembunyikan apa pun."

Pangeran Zhao menghela napas panjang. Ia menceritakan semuanya, mulai dari rencananya untuk merebut Putri Mei Ling dari Pangeran Li Wei, hingga kegagalannya yang memalukan. Ia menjelaskan bagaimana ia menyewa seseorang untuk menggantikan iringan pengantin, dan bagaimana rencana itu gagal total. Ia menceritakan detail-detailnya, termasuk bagaimana ia memilih wa tersebut, Ia tidak meninggalkan detail sekecil pun, bahkan hingga ke rasa panik yang ia rasakan ketika ia menyadari bahwa rencananya telah gagal.

Permaisuri Liu Yuhe mendengarkan dengan sabar, sesekali mengangguk. Tatapan matanya tajam, mencermati setiap kata yang keluar dari mulut putranya. Ketika Pangeran Zhao selesai bercerita, ruangan itu sunyi sejenak, hanya diiringi suara lilin yang berderak pelan.

"Bodoh," Permaisuri Liu Yuhe akhirnya berkata, suaranya datar tanpa emosi. "Kau terlalu ceroboh. Kau terlalu percaya diri, dan kau meremehkan lawanmu."

Pangeran Zhao menunduk, menerima teguran ibunya. Ia tahu bahwa ibunya benar. Ia telah membuat kesalahan besar, dan ia harus menanggung akibatnya.

"Tapi jangan khawatir," Permaisuri Liu Yuhe melanjutkan, suaranya berubah menjadi lebih lembut. "Ibumu ini tidak akan membiarkanmu jatuh begitu saja. Kita akan atasi masalah ini."

Permaisuri Liu Yuhe mengeluarkan sebuah gulungan sutra dari lengan bajunya. "Ini adalah daftar orang-orang yang terlibat dalam rencana ini. Kita harus memastikan mereka tidak akan membocorkan rahasia kita."

Ia menjelaskan rencananya dengan detail. Mereka akan membayar para saksi kunci untuk tetap bungkam. Mereka akan menyebarkan rumor untuk mengalihkan perhatian dari Pangeran Zhao. Dan mereka akan menggunakan pengaruh mereka di istana untuk memastikan bahwa Pangeran Li Wei tidak akan menyelidiki masalah ini lebih jauh.

Pangeran Zhao mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia menyadari bahwa ibunya adalah seorang ahli strategi yang ulung. Ia percaya bahwa ibunya akan mampu menyelamatkannya dari situasi ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!