Putri Mei Ling melangkah melewati gerbang tinggi yang dihiasi ukiran naga emas, matanya terbelalak takjub. Cahaya bulan menyinari deretan marmer putih yang membentang megah di sepanjang jalan setapak menuju kediaman Pangeran Li Wei. Aroma bunga krisan yang harum semerbak tercium lembut di udara, bercampur dengan aroma kayu cendana yang khas dari bangunan megah di hadapannya.
Di kedua sisi jalan setapak, para pelayan wanita dan pria berderet rapi, tubuh mereka tegap dan wajah mereka datar. Mereka mengenakan seragam sutra berwarna biru tua, dihiasi dengan lambang keluarga Li Wei yang berukir indah. Kemewahan yang terpancar dari setiap detail membuat Putri Mei Ling merasa seperti terjebak dalam mimpi.
"Selamat datang, Putri Mei Ling," sapa seorang pelayan tua yang berjalan di belakang Pangeran Li Wei. Wajahnya berkerut, namun matanya berbinar tajam.
Putri Mei Ling menundukkan kepala sebagai tanda hormat.
"Terima kasih," gumamnya, suaranya bergetar sedikit karena gugup.
Pangeran Li Wei tersenyum tipis, matanya berbinar-binar seperti batu permata yang berkilauan.
"Kau tak perlu sungkan, Putri. Mulai sekarang kau adalah nyonya di kediaman ini."
Putri Mei Ling mengangkat kepala, matanya tertuju pada Pangeran Li Wei. Wajahnya tampan, dengan hidung mancung dan bibir tipis yang selalu terukir senyum tipis. Rambutnya yang hitam legam disisir rapi ke belakang, memperlihatkan dahi yang lebar dan mata yang tajam.
"Baiklah. Kalau begitu aku tidak akan sungkan," ucap Mei Ling seraya menepuk pundak pangeran Li Wei. "Ayo. Lanjutkan berkelilingnya," sambungnya.
"Kediaman Pangeran, sungguh menakjubkan. Apa pangeran tidak kesepian tinggal di kediaman sebesar ini?_ decak Putri Mei Ling, suaranya bergetar karena kekaguman.
"Tentu tuan, Putri. Karena kediaman ini di desain oleh Yang Mulia Pangeran sendiri," jawab pelayan tua itu, suaranya beresonansi dengan nada hormat yang dalam.
Putri Mei Ling mengangguk, matanya masih tertuju pada bangunan megah di hadapannya. Dindingnya terbuat dari batu bata merah yang kokoh, dihiasi dengan ukiran rumit yang menggambarkan kisah-kisah legenda Tiongkok. Di atas atapnya, terdapat patung naga emas yang tampak gagah perkasa, seolah menjaga kediaman ini dari segala bahaya.
"Benarkah?" ucap putri Mei Ling, menghentikan langkahnya. Ia menatap pangeran Li Wei dengan mata berbinar-binar.
Dia merasa jantungnya berdebar kencang, seolah ingin keluar dari dadanya.
Putri Mei Ling mengikuti langkah Pangeran Li Wei, merasakan dinginnya lantai marmer di bawah kakinya dan aroma harum bunga melati yang memenuhi udara. Mereka berjalan melewati koridor panjang yang dihiasi lukisan-lukisan indah dan lampu kristal yang berkilauan, menciptakan suasana yang kontras dengan perasaan berat di hati Putri Mei Ling.
Setelah beberapa saat, mereka tiba di sebuah ruangan yang lebih kecil namun tetap mewah, dengan dinding berlapis sutra dan perabotan kayu jati yang diukir dengan rumit. Pangeran Li Wei mempersilakan Putri Mei Ling duduk di sebuah sofa empuk yang terletak di dekat jendela besar yang menghadap taman istana.
"Silakan duduk, Putri," kata Pangeran Li Wei dengan nada yang lebih lembut namun tetap penuh wibawa.
Putri Mei Ling menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum mulai berbicara.
"Pangeran, disaat kita tengah melakukan janji temu, saat itu aku bersiap untuk pergi menemui pangeran. Tetapi, diwaktu yang sama, seorang pengawal memberiku sebuah kabar, bahwa ibuku tiba-tiba jatuh sakit." Putri Mei Ling menceritakan kejadian 20 tahun lalu, dimana mereka berpisah tanpa memberikan penjelasan.
Tiba-tiba saja, pangeran Li Wei beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah jendela. Ia berdiri sambil menatap bulan purnama yang bersinar terang.
"Pangeran, apa kau marah padaku?" tanya Putri Mei Ling dengan nada sendu. Namun, pangeran Li Wei bergeming.
Kemudian, putri Mei Ling ikut beranjak dan menghampiri pangeran Li Wei. Matanya mulai memerah dan berkaca-kaca.
"Wajar saja jika pangeran sangat marah padaku," gumam putri Mei Ling . "Tetapi, meskipun kita berpisah aku tidak pernah melupakan mu walau sedikitpun." Pikir putri Mei Ling, setelah pertemuannya kembali dengan pangeran Li Wei akan berakhir bahagia. Namun, semua di luar perkiraannya.
"Pangeran, apakah kau marah padaku?" ucap Mei Ling dengan nafas yang mulai terasa sesak, karena menahan tangis.
Pangeran Li Wei akhirnya menghela napas panjang, seolah-olah mencoba mengusir beban yang menghimpit dadanya. Ia berbalik menghadap Putri Mei Ling, matanya yang tajam kini dipenuhi dengan campuran emosi yang sulit diartikan.
"Mei Ling, aku tidak marah padamu," katanya dengan suara yang dalam dan tenang. "Aku hanya merasa kecewa dan terluka. Selama bertahun-tahun, aku bertanya-tanya mengapa kau pergi tanpa sepatah kata pun."
Putri Mei Ling menundukkan kepalanya, air mata mulai mengalir di pipinya.
"Aku tahu, Pangeran. Aku tahu aku telah menyakitimu. Tapi percayalah, aku tidak punya pilihan lain. Ibuku sangat membutuhkan aku saat itu."
Pangeran Li Wei mendekat, mengangkat dagu Putri Mei Ling dengan lembut sehingga mata mereka bertemu. "Aku mengerti sekarang," katanya pelan. "Tapi rasa sakit itu tetap ada. Kita kehilangan begitu banyak waktu yang berharga."
Putri Mei Ling mengangguk, merasakan kehangatan dari sentuhan Pangeran Li Wei. "Aku juga merasakan hal yang sama, Pangeran. Setiap hari aku merindukanmu, berharap kita bisa bersama lagi."
Mereka berdiri dalam keheningan, hanya ditemani oleh sinar bulan yang menerangi ruangan. Perlahan, Pangeran Li Wei menarik Putri Mei Ling ke dalam pelukannya, merasakan kehangatan tubuhnya yang selama ini dirindukan.
"Mulai sekarang, kita tidak akan berpisah lagi," bisik Pangeran Li Wei di telinga Putri Mei Ling. "Aku tidak ingin kehilangan dirimu lagi."
Putri Mei Ling mengangguk dalam pelukan Pangeran Li Wei, merasa aman dan dicintai. "Ya, Pangeran. Kita akan bersama selamanya."
Putri Mei Ling melepas pelukannya secara perlahan dan menatap pangeran Li Wei. Pangeran Li Wei mengusap air mata putri Mei Ling dengan sentuhan lembut.
"Kenapa kau sekarang jadi cengeng." Putri Mei Ling tertawa ringan.
"Baiklah. Untuk menebus kesalahan ku di masa lalu, aku akan melakukan apapun untuk Pangeran tampan ini," ucap putri Mei Ling dengan riang. Suasanan hatinya kini mulai membaik meskipun masih ada rasa penyesalan .
"Karena putri ini yang sudah meminta, aku tidak akan menolaknya.
Setelah malam yang penuh emosi itu, Pangeran Li Wei dan Putri Mei Ling memutuskan untuk tidak membiarkan masa lalu menghantui mereka lagi. Mereka bertekad untuk memulai lembaran baru bersama, dengan cinta yang lebih kuat dari sebelumnya.
Hari pun berlalu dengan cepat, dan hubungan mereka semakin erat. Sebelum hari pernikahan tiba, mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pangeran Li Wei sering mengajak Putri Mei Ling berjalan-jalan di taman istana, tempat kenangan indah mereka dulu. Di bawah pohon sakura yang sama, mereka berbagi tawa dan cerita, seolah-olah waktu tidak pernah memisahkan mereka.
Suatu hari, Pangeran Li Wei mengajak Putri Mei Ling ke sebuah tempat rahasia di dalam istana. Tempat itu adalah sebuah paviliun kecil yang tersembunyi di antara pepohonan, dengan pemandangan yang indah menghadap ke danau. Di sana, Pangeran Li Wei telah menyiapkan kejutan istimewa untuk Putri Mei Ling.
"Mei Ling, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," kata Pangeran Li Wei sambil menggenggam tangan Putri Mei Ling. Mereka berjalan bersama menuju paviliun, di mana sebuah meja kecil telah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan lilin yang menyala lembut.
Putri Mei Ling terkejut dan tersentuh oleh perhatian Pangeran Li Wei. "Pangeran, ini sangat indah," katanya dengan mata berbinar-binar.
Pangeran Li Wei tersenyum dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.
"Mei Ling, selama bertahun-tahun aku menyimpan ini untukmu. Aku berharap suatu hari kita bisa bersama lagi, dan hari itu akhirnya tiba."
Ia membuka kotak itu, memperlihatkan sebuah cincin indah yang berkilauan di bawah sinar lilin. "Mei Ling, maukah kau menjadi istriku dan mendampingiku selamanya?"
"Bukankah, kita memang akan menikah?"
"Anggap saja, ini sebagai lamaran dari diriku."
Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Putri Mei Ling.
"Ya, Pangeran. Aku mau," jawabnya dengan suara bergetar. "Aku akan selalu berada di sisimu, dalam suka dan duka."
Pangeran Li Wei memasangkan cincin itu di jari Putri Mei Ling, dan mereka berdua saling berpelukan dengan penuh cinta. Malam itu, di bawah sinar bulan dan bintang-bintang, mereka berjanji untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
🌺Zaura🌺
Up....Up....☕
2024-11-25
1