Gadis muda itu melangkah maju, matanya bersinar penuh keberanian. Angin malam yang dingin menyapu rambutnya, membuatnya tampak seperti sosok dari legenda. Pangeran Li Wei masih berdiri di belakangnya, wajahnya pucat namun matanya tak lepas dari gadis itu.
Sosok berbaju hitam itu maju dengan langkah berat, pedangnya berkilat di bawah cahaya bulan. "Kau akan menyesal," ancamnya, suaranya serak penuh kebencian.
Gadis muda itu hanya tersenyum tipis, lalu dengan gerakan cepat, ia mengeluarkan senjata lain dari balik jubahnya. "Kita lihat saja," katanya dengan nada tenang namun tajam.
Pertarungan pun dimulai. Suara dentingan pedang dan desingan senjata memenuhi udara. Gadis muda itu bergerak lincah, menghindari setiap serangan dengan mudah. Setiap gerakannya penuh dengan keanggunan dan ketepatan, seolah-olah ia menari di tengah medan perang.
Gadis muda itu berhasil memukul mundur serangan sementara, menghindar dengan lincah seperti angin yang berhembus di antara pepohonan. Ia kembali ke sisi Pangeran Li Wei yang wajahnya sudah sangat pucat dan dipenuhi ketakutan.
"Pangeran, sebaiknya cari tempat untuk bersembunyi," titahnya dengan suara tegas namun lembut, tanpa melepaskan pandangan dari sosok para penyerang yang semakin mendekat.
Pangeran Li Wei menoleh sejenak, matanya bertemu dengan gadis muda itu, seolah mencari keberanian dalam tatapannya. Dengan cepat, ia beranjak dari area pertarungan, langkahnya tergesa-gesa namun tetap anggun, mencari tempat persembunyian di antara reruntuhan bangunan tua.
Gadis muda itu kembali melanjutkan pertarungan yang tertunda. Kali ini, dia menggunakan pedang yang diambil dari musuh yang sudah tak sadarkan diri. Pedang itu terasa riang di tangannya, ia mengayunkan dengan penuh keyakinan, setiap gerakannya seperti tarian yang mematikan. Suara dentingan logam dan desahan napasnya berpadu dalam simfoni pertempuran yang intens.
Gadis muda itu mulai terlihat kewalahan saat menghadapi lima sosok berbaju hitam. Tenaga mereka seakan tidak ada habisnya, sementara napas mereka tersengal-sengal. Mereka terdiam sejenak, berusaha mengambil oksigen. Hanya dalam hitungan detik, kelima sosok berbaju hitam itu kembali menyerang saat gadis muda itu belum siap sepenuhnya. Akibat perlawanan yang tidak seimbang, pedang dari salah satu sosok itu mengenai lengan sang gadis, membuatnya terhuyung dan terjerembab ke tanah.
Dengan susah payah, gadis muda itu berusaha bangkit, namun gerakannya kalah cepat dengan sosok berbaju hitam tersebut yang sudah menghunuskan pedang di lehernya.
"Jika nyawamu yang berharga ini ingin selamat, serahkan pria yang pergi bersamamu," ucap salah satu sosok tersebut dengan suara dingin. Gadis muda itu menatap tajam sosok berbaju hitam itu.
"Siapa kalian? Siapa yang menyuruh kalian untuk menyerang kami?" Bukannya menjawab, gadis itu malah bertanya balik, membuat para penyerang itu semakin emosi.
"Sudah seperti ini, kau masih tidak mau menyerah juga. Jangan salahkan aku jika berbuat kejam terhadapmu." Sosok berbaju hitam itu mulai mengayunkan pedang, siap menebas leher sang gadis. Gadis muda itu meringis ngeri, lalu memejamkan matanya.
Tiba-tiba, terdengar suara keras dari kejauhan, diikuti oleh kilatan cahaya yang menyilaukan. Sosok berbaju hitam itu terhenti, matanya membelalak. Gadis muda itu membuka matanya perlahan, melihat bayangan seseorang yang berdiri di antara mereka.
Sosok misterius itu tinggi dan tegap, dengan jubah panjang yang berkibar tertiup angin. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, hanya sepasang mata tajam yang terlihat, memancarkan aura membunuh yang membara. Di tangannya, ia memegang pedang yang berkilauan di bawah cahaya bulan, siap untuk melindungi gadis muda itu dari ancaman yang ada di hadapannya.
"Jangan ikut campur urusan kami !" seru sosok berbaju hitam itu, menunjuk nya dengan pedang.
"Kalian hanya sekumpulan pengecut. Melawan seorang gadis kecil yang hanya seorang diri," ucapnya dengan nada lembut namun tegas.
"Cepat, habisi orang itu !" teriaknya, memerintah kelompoknya untuk menyerang secara serempak.
Sosok misterius itu tidak bergeming, hanya menatap dingin ke arah para penyerang yang mulai mendekat. Angin malam berhembus kencang, membuat jubahnya berkibar lebih dramatis. Gadis muda itu, yang masih terbaring di tanah, menatap sosok misterius tersebut dengan harapan baru di matanya.
Para penyerang berbaju hitam itu menyerang serempak, pedang mereka berkilauan di bawah sinar bulan. Namun, sosok misterius itu bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, menghindari setiap serangan dengan gerakan yang anggun dan efisien. Pedangnya berputar, memantulkan cahaya bulan saat ia menangkis dan menyerang balik dengan presisi mematikan.
Satu per satu, para penyerang jatuh ke tanah, terkapar oleh serangan sosok misterius tersebut. Gadis muda itu hanya bisa menyaksikan dengan kagum dan ketakutan, menyadari betapa kuatnya sosok yang datang untuk menyelamatkannya.
Akhirnya, hanya tersisa pemimpin kelompok berbaju hitam. Ia mundur beberapa langkah, matanya penuh ketakutan.
"Siapa kau sebenarnya?" tanyanya dengan suara gemetar.
Sosok misterius itu tidak menjawab, hanya menatapnya dengan mata yang penuh amarah.
"Pergilah, dan jangan pernah kembali," ucapnya dengan suara yang dalam dan mengancam.
Pemimpin kelompok itu berbalik dan melarikan diri, meninggalkan anak buahnya yang terkapar di tanah. Sosok misterius itu kemudian berbalik, menatap gadis muda yang masih terbaring di tanah. Ia mengulurkan tangan, membantu gadis itu bangkit.
"Apakah kau baik-baik saja?" tanyanya dengan lembut.
Gadis muda itu mengangguk, meskipun tubuhnya masih gemetar.
"Terima kasih pendekar, sudah menolong ku" ucapnya dengan suara pelan. "Bolehkan aku tahu siapa nama, Anda?"
Sosok misterius itu tersenyum samar, namun tidak menjawab. "Yang penting, kau selamat sekarang. Mari kita pergi dari sini sebelum mereka kembali."
Gadis muda itu berlari dengan cepat, menyusuri gang-gang sempit yang gelap, berusaha menemukan temannya. Hatinya berdebar kencang, penuh kekhawatiran. Di tempat persembunyian, Pangeran Li Wei masih duduk meringkuk, ketakutan yang mencekam membuatnya sulit berpikir jernih. Jemarinya yang gemetar menyentuh bibir, matanya liar mencari-cari tanda bahaya di sekelilingnya.
Tiba-tiba, suara langkah kaki yang cepat mendekat membuatnya semakin cemas. Ia berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam, namun ketakutan yang mencekam membuatnya sulit berpikir jernih. Saat ia hampir menyerah pada rasa takutnya, gadis muda itu muncul di hadapannya, terengah-engah.
"Pangeran, kita harus pergi sekarang!" serunya dengan suara mendesak. "Ada seorang pendekar yang membantu kita, tapi kita harus cepat sebelum mereka kembali."
Pangeran Li Wei mengangguk, berusaha bangkit meskipun kakinya terasa lemas. Dengan bantuan gadis muda itu, mereka berdua mulai berlari menjauh dari tempat persembunyian, menyusuri jalanan yang gelap dan sepi. Angin malam yang dingin menerpa wajah mereka, namun mereka terus berlari tanpa henti.
Saat mereka akhirnya mencapai tempat yang lebih aman, gadis muda itu berhenti sejenak untuk menarik napas. Ketika gadis muda dan Pangeran Li Wei tiba di tempat awal, hanya kesunyian yang menyambut mereka. Bahkan, mayat-mayat yang menyerang mereka pun sudah tidak ada di sana.
"Kemana dia pergi?" gumam gadis muda itu pelan, matanya menyapu area sekitar yang kosong.
"Di mana sosok pendekar yang kau maksud?" tanya Pangeran Li Wei, celingukan mencari sosok yang diceritakan gadis itu.
"Hm. Dia sudah pergi," ucap gadis muda itu seraya menghela napas lelah, rasa lega dan kelelahan bercampur aduk dalam dirinya.
"Sudahlah. Yang penting kita selamat," ucap Pangeran Li Wei seraya merangkul bahu gadis itu. Seketika, gadis itu langsung mengaduh kesakitan akibat rangkulan dari tangan Pangeran Li Wei yang mengenai luka sayatan pedang di lengannya.
"Aduh!" serunya, wajahnya meringis menahan sakit.
Pangeran Li Wei terkejut dan segera melepas rangkulannya. Ia berdiri di depan gadis muda itu, matanya membola saat melihat luka memanjang yang ada di lengan atas gadis muda tersebut. Darah masih mengalir pelan, membasahi kain yang membalut lukanya.
"Kau terluka? Ikut aku," kata Pangeran Li Wei dengan nada cemas. Tanpa menunggu jawaban, ia segera membawa gadis muda itu ke tempat pengobatan yang tidak jauh dari sana.
Di tempat pengobatan, aroma obat-obatan tradisional dan rempah-rempah memenuhi udara. Cahaya lampu minyak menerangi ruangan yang dipenuhi rak-rak kayu berisi berbagai ramuan. Seorang tabib tua dengan janggut putih panjang menyambut mereka, matanya penuh kebijaksanaan dan ketenangan.
"Tabib, tolong bantu kami," pinta Pangeran Li Wei dengan nada mendesak. "Temanku terluka parah."
Tabib tua itu mengangguk pelan, lalu memeriksa luka di lengan gadis muda tersebut. Dengan gerakan terampil, ia membersihkan luka dan mengoleskan salep herbal yang menenangkan. Gadis muda itu meringis saat salep menyentuh lukanya, namun perlahan rasa sakitnya mereda.
"Beristirahatlah di sini malam ini," kata tabib tua itu dengan suara lembut. "Lukamu akan sembuh dengan cepat."
Pangeran Li Wei dan gadis muda itu beristirahat di tempat pengobatan, merasakan kehangatan dari lampu minyak yang menerangi ruangan. Tabib tua itu dengan telaten merawat luka di lengan gadis muda tersebut, sementara Pangeran Li Wei duduk di sampingnya, matanya penuh rasa syukur dan kekhawatiran.
"Terima kasih, Tabib," ucap Pangeran Li Wei dengan suara pelan. "Kami sangat berterima kasih atas bantuanmu."
Tabib tua itu tersenyum bijak. "Tidak perlu berterima kasih, anak muda. Kalian hanya perlu beristirahat dan memulihkan diri. Dunia di luar sana penuh bahaya, kalian harus berhati-hati ."
Gadis muda itu mengangguk, merasa lega dan aman. Namun, pikirannya masih dipenuhi oleh sosok misterius yang telah menyelamatkan mereka.
"Siapa dia sebenarnya?" pikirnya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments