Bagaimana Dia Tahu Jalan ini?

Rombongan dari Kerajaan Dayu, yang dipimpin oleh Pangeran Zhao, telah memasuki gerbang istana. Penyambutan yang diadakan oleh Kerajaan Tang sungguh meriah. Ledakan suara petasan menggema di udara, menciptakan irama yang penuh semangat. Suara riuh para rakyat yang berantusias menyambut kedatangan rombongan tersebut terdengar seperti gelombang sorak-sorai yang tak berujung. Aroma dupa yang terbakar menyebar di udara, menambah kesan sakral pada acara tersebut. Bendera-bendera berwarna cerah berkibar di sepanjang jalan, sementara para penari dengan kostum tradisional menampilkan tarian yang memukau di bawah sinar matahari yang cerah.

Sementara itu, di dalam kereta kuda yang dinaiki oleh seorang putri dari Kerajaan Dayu, suasana terasa berbeda. Putri tersebut tampak murung dan tidak bersemangat, matanya menatap kosong ke luar jendela kereta. Gaun sutranya yang indah, dihiasi dengan bordiran emas, tidak mampu menyembunyikan kesedihan yang terpancar dari wajahnya. Suara riuh di luar hanya menjadi latar belakang yang samar, seolah-olah dunia di sekitarnya tidak lagi berarti.

Pangeran Zhao dan jenderal Zhu dengan anggun turun dari atas kuda, matanya menyapu kerumunan yang bersorak. Kemudian, jenderal Zhu menghampiri kereta kuda yang terlihat megah di belakangnya.

"Yang Mulia Kaisar, kita sudah sampai !" seru jenderal Zhu dari luar kereta.

Tak berselang lama, seorang pria tua mengenakan jubah kebesarannya, keluar dari dalam kereta. Wajahnya tampak gagah dan agung. Kemudian, disusul oleh wanita cantik dan anggun turun dari kereta.

Kemudian, Di tengah keramaian, kaisar Dayu ia melihat kaisar Li dari kerjaan Tang sedang berdiri bersama istri dan putra-putrinya.

"Selamat datang di istana kami, kaisar Dayu," sapa kaisar Li dengan senyum lembut, suaranya seperti alunan musik yang menenangkan.

"Kami sangat berbahagia atas kedatangan Anda dan rombongan dari Kerajaan Dayu."

Kaisar membalas senyumnya, merasakan kehangatan yang terpancar dari tatapan keluarga kerajaan itu.

"Terima kasih, Kaisar. Sambutan ini sungguh luar biasa. Kami merasa sangat dihormati."

Kaisar Li mengangguk pelan, matanya berbinar. "Kami berharap kunjungan ini akan mempererat hubungan antara kedua kerajaan kita."

Kaisar Dayu mengangguk setuju, merasakan angin sepoi-sepoi yang membawa aroma bunga dari taman istana.

"Saya juga berharap demikian. Kerajaan Dayu dan Tang memiliki banyak kesamaan, dan saya yakin kita bisa saling belajar dan berkembang bersama."

***

Di tempat lain, Pangeran Li Wei yang tidak diizinkan untuk menghadiri pesta istana tersebut, duduk termenung di bawah pohon sakura yang sedang bermekaran sambil menatap kalung batu giok separuh hati. Kelopak-kelopak bunga sakura yang lembut berjatuhan di sekelilingnya, menambah suasana melankolis yang ia rasakan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma manis bunga sakura, seolah-olah mencoba menghiburnya.

Saat ia tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara dari atas tembok. "Hei, apa yang kau lakukan di sini sendirian?" suara itu terdengar ceria dan penuh semangat. Li Wei mendongak dan melihat seorang gadis muda dengan senyum lebar di wajahnya, duduk di atas tembok dengan kaki yang bergoyang-goyang.

"Aku... hanya ingin menyendiri," jawab Li Wei dengan suara pelan, ia dengan cepat menyembunyikan kalung itu dan matanya kembali menatap tanah.

Gadis itu melompat turun dari tembok dengan lincah dan mendekati Li Wei. "Menyendiri di bawah pohon sakura? Itu terdengar seperti sesuatu yang dilakukan oleh seorang pangeran yang sedang melarikan diri dari tanggung jawabnya," katanya sambil tertawa kecil. Suara tawanya yang riang seolah-olah mengusik ketenangan malam yang sunyi.

Li Wei menatap gadis itu dengan tatapan tajam, matanya yang gelap memancarkan ketidakpuasan.

"Pergilah. Jangan menggangguku," balasnya dengan nada dingin, suaranya terdengar seperti es yang retak di musim dingin. Ia kembali menundukkan kepala, mencoba mengabaikan kehadiran gadis itu.

Namun, gadis itu tidak menyerah. Ia duduk di samping Li Wei, merasakan dinginnya tanah di bawah mereka.

"Kenapa kau begitu murung? Bukankah ini seharusnya menjadi hari yang indah?" tanyanya dengan lembut, mencoba menembus dinding yang dibangun Li Wei di sekeliling hatinya.

Li Wei menghela napas panjang, merasakan beban yang menekan dadanya. "Itu bukan untukku. Aku tidak diizinkan menghadiri pesta istana. Sebaiknya kau pergi, sebelum pengawal istana menangkap dirimu," usir pangeran Li Wei pada gadis itu.

Gadis itu menatap Li Wei dengan tatapan kesal. "Kau tega sekali,mengusir seorang gadis kecil sepertiku," katanya sambil memetik kelopak bunga sakura dan meletakkannya di tangan Li Wei. "Aku sengaja mencari tempat yang aman untuk menghindari acara pesta tersebut. Bagiku, sangatlah membosankan," sambungnya.

Lie Wei menatap bunga sakura yang ada di tangannya. Kemudian, gadis itu kembali berkata, "Pangeran, bagaimana kalau kita menerobos keluar?"

Gadis itu tersenyum lebar, matanya bersinar penuh kegembiraan. "Ayo, Pangeran!" katanya sambil menarik tangan Li Wei. Mereka berdua berlari melewati taman istana yang dipenuhi bunga-bunga sakura yang sedang mekar, kelopak-kelopaknya berjatuhan seperti salju merah muda di sekitar mereka.

Mereka terus berlari hingga mencapai gerbang belakang istana, yang jarang digunakan dan hampir terlupakan. Pangeran Li Wei menatap heran saat gadis itu membawa mereka ke pintu belang istana, yang tidak banyak di ketahui orang-orang.

"Bagaimana dia tahu jalan keluar ini?" gumamnya dalam hati.

Lalu, gadis itu mendorong gerbang itu dengan hati-hati, dan mereka menyelinap keluar ke jalanan kota yang ramai. Suara hiruk-pikuk pasar malam menyambut mereka, dengan aroma makanan yang menggoda dan suara tawa yang riuh.

Gadis itu berhenti sejenak, menghirup udara malam yang segar. "Lihat, Pangeran, dunia di luar istana begitu hidup dan penuh warna," katanya dengan mata yang berbinar. "Di sini, kita bisa menjadi siapa saja yang kita inginkan."

Pangeran Li Wei tersenyum tipis, merasakan kebebasan yang jarang ia rasakan. Tidak ada jawaban dari mulutnya. Kemudian, ia teringat kembali tentang masa kecilnya bersama Xiao Ling, gadis kecil yang selalu mengisi hatinya.

"Pangeran, ayo kita pergi kesana?" ajak gadis itu seraya menarik pangeran Li Wei ke arah keramaian. Mereka berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi lampu-lampu berwarna-warni, menikmati kebebasan yang baru mereka temukan. Udara sore yang sejuk membawa aroma manis dari kios-kios makanan di sepanjang jalan, menambah semarak suasana. Gadis itu tertawa riang, suaranya seperti lonceng kecil yang bergemerincing di tengah keramaian. Pangeran Li Wei merasa hatinya menjadi lebih ringan, seolah beban yang selama ini menghimpitnya perlahan menghilang. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa benar-benar hidup. Namun, meskipun demikian, ia masih tetap bersikap dingin, menjaga jarak emosional yang telah menjadi kebiasaannya.

Ketika mereka sampai di pusat keramaian, mata mereka tertuju pada sebuah atraksi barongsai yang memukau. Singa-singa berwarna cerah itu melompat dan menari dengan lincah, diiringi oleh dentuman genderang yang menggema di udara sore.

Tanpa mereka sadari, dari kejauhan seseorang tengah mengintai mereka berdua. Lalu, mata-mata tersebut beranjak dari tempat persembunyiannya, pergi ke tempat lain. Baik, mari kita lanjutkan ceritanya dengan adegan ketika mata-mata tersebut melaporkan apa yang telah dilihatnya:

Mata-mata itu menyelinap melalui lorong-lorong sempit yang gelap, menghindari pandangan orang-orang yang lalu lalang. Ia tiba di sebuah bangunan tua yang tampak tak terawat, pintunya berderit saat ia membukanya perlahan. Di dalam, ruangan itu hanya diterangi oleh cahaya lilin yang redup, menciptakan bayangan yang menari di dinding.

Di sudut ruangan, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam berdiri tegap. Ia menatap mata-mata itu dengan penuh harap.

"Apa yang kau temukan?" tanyanya dengan suara rendah namun tegas.

"Lapor Pangeran. Itu memang pangeran Li Wei, tetapi hamba tidak tahu siapa gadis itu. Mereka sedang berada di tempat atraksi barongsai," ucapnya.

"Berani sekali dia keluar dari istana. Giring dia kemari, pastikan dia tidak menaruh curiga."

"Baik pangeran!".

Mata-mata itu mengangguk dan segera berbalik, meninggalkan ruangan dengan langkah cepat namun senyap. Pria itu tetap berdiri kokoh, pikirannya berputar-putar dengan rencana dan strategi.

"Sepertinya, ini adalah waktu yang tepat untuk menyingkirkannya," gumamnya dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!