PART. 2. PRIA TAK DIKENAL

“Hai, Nesya. Aku sudah dengar. Selamat atas kontrak barunya, apa kau tidak ingin bekerjasama denganku lagi. Pasti menyenangkan.” Sapa lelaki paruh baya berkacamata yang berdiri di depanku sekarang.

Rambut klemis beruban dengan setelan jas serta celana panjang berwarna merah jambu tampak pas membalut tubuh tambun yang tidak terlalu tinggi, bisa dibilang, kerdil. Mr. Nelson, produser paling rese yang pernah kukenal meski yang lainnya ada juga seperti dia, tapi tidak terlalu parah.

Genit dan mesum.

Aku paling sebal kalau harus berhadapan dengan orang tipe macam beginian.

Perlahan – lahan menempatkan posisinya berdiri tepat disebelahku, bahunya hampir menyentuh lenganku.

Firasat buruk, aku langsung menghindar sedikit memberi jarak. Namun sebelah tangannya menarik paksa pinggangku dari belakang.

Alamak! Sialan!

Aku berontak, mencoba melepaskan diri dari sebelah tangannya yang mencengkeram lenganku, kuat. Jari - jemarinya hampir menggerayang ke bawah pinggangku. Ketika....

GRAB!

Sebuah tangan lain mencengkram kuat punggung tangan Mr. Nelson, menampiknya keras. “Anda terlalu vulgar di depan publik.” Sanggah lelaki bertopeng itu mengingatkan.

Aku terperanjat ketika topengnya berada terlalu dekat dengan topengku, sorot mata penuh amarah sengaja dia tunjukkan padaku.

Tanpa permisi lelaki itu menarik, menggelandang paksa membawaku keluar dari tempat pesta.

Sambil masih menggandeng pergelangan tanganku, menyusuri sepanjang jalan di antara selimir angin laut yang menerpa gaun merah menjuntai. Keluar dari ruang booking room menuju ke arah jalan setapak, menuruni beberapa tangga.

Senja kala ini perlahan tenggelam di penghujung cakrawala, ketika syafak mulai menutup tirai berganti dengan ribuan bintang bertaburan. Fasad biru terpantul temaram di antara lampu – lampu kota yang menyinari sepanjang jalan OIA. Sungguh mempesona, saat teropong mata telanjang milikku menatapnya dari kejauhan.

OUCH!

Lelaki itu mendadak menghentikan langkah, hidungku membentur keras tulang pungungnya. Tanpa kusangka ia memutar badan, mendorong pelan kedua bahuku menghimpit tembok. Kedua mata hazel itu menatap tajam seakan ingin melubangi kedua bola mataku.

“Akh! Sakit... Lepaskan!” erangku mendorong dadanya menjauh dariku. Tanpa disuruh, kedua kaki ini menjangkah pergi.

Hanya selangkah ketika telapak tangannya meraih pelan pergelangan tanganku.

“Jangan pergi! Sea,” cegahnya, mampu membuatku terperangah.

SEA? Siapa Sea? Namaku Nesya bukan Sea.

“NgG, maaf. Kurasa anda salah orang. Nama saya bukan Sea,” jawabku berbalik badan seraya melepas pegangan tangannya.

Lelaki di depanku menatap sejenak kemudian berkata. “Oh ya.., mungkin saya salah orang. Tadi saya pikir anda mirip teman saya. Maaf….. Apa saya mengganggu? Maaf kalau anda merasa tidak nyaman, saya akan pergi. Maaf…” ia beranjak pergi setelah mengatakan bahwa dia salah mengenali orang. Nada suaranya terdengar murung.

Entah mengapa ujung jari ini, tanpa disuruh malah menarik lengan baju sebelah kirinya.

Sontak menoleh memandangku.

“Kenapa?” tanyanya singkat.

“Aku tidak tahu jalan. Antar aku,” pintaku padanya.

Berdiri menyamping sambil berkata, “Okey! Tapi tidak langsung pulang,” jawabnya santai.

“Apa? Hei! Kau yang menyeretku keluar dari pesta. Jadi kau harus mengantarku pulang,” tukasku ketus.

Lelaki itu menggaruk sebelah alisnya, kemudian menghampiri mengulurkan tangan. “Ikutlah denganku. Tempat ini terlalu indah untuk diabaikan.” Seutas senyuman manis tersungging dari bibir tipis miliknya.

Ekspresinya berubah saat tanganku tak jua menyambut, “Kenapa? Apa kau takut padaku?” tebaknya memastikan.

Aku masih belum bisa percaya pada lelaki ini, pasti dia sama saja dengan lelaki lainnya. Huh! Sama – sama buaya dan mesum.

Menghela napas sebentar, “Ya sudah, silahkan kalau kau ingin pulang sendiri,” ujarnya sambil nyelonong pergi meninggalkanku berdiri terpaku, sendirian.

Kuputuskan untuk berbalik arah, kembali ke jalur sebelumnya. Berharap akan tiba di tempat semula, hotel. Aku bahkan lupa nama hotel tempatku menginap.

Setelah berjalan agak jauh, kakiku mulai terasa sakit, perih. Sepertinya tulang kaki bagian sampingku lecet, gara – gara sepatu sial yang kukenakan sekarang.

Terpaksa melepas sepatu, berjalan di gang kecil tanpa beralaskan kaki sambil menenteng sepatu merah cabai di kedua tanganku.

🔘🍃

Malam guys. Bantu jempol untuk Miels.

Terima kasih

follow me 😙

Terpopuler

Comments

Lisa Z

Lisa Z

jempol buat kak miels itu, pasti dong

2022-03-20

0

erlin

erlin

lanjutttt

2020-06-11

0

JC 💋 🆗

JC 💋 🆗

kak, udah ku like dan vote ya 😊
tetap semangat 😊😊😊

2020-05-20

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!