Tunggu dulu! Kenapa dia tak melepas topengnya. Apa dia sengaja supaya aku tak bisa mengenalinya? Jangan-jangan dia ...
“Hei! Pesta selesai. Kenapa kau masih pakai topeng?” tanyaku penasaran.
Ia tak menjawab hanya menatapku dalam.
“Hei! Siapa kau sebenarnya?” sidikku menyipitkan mata sembari menunjuk depan wajahnya dengan ujung jari telunjukku. Tiba-tiba saja kedua mataku berkunang-kunang, kepalaku terasa pusing.
Sudut pandang matanya meremehkan “Aku?” balasnya melontarkan tanya menunjuk diri.
Aku menggeleng pelan, mencoba menghilangkan pening. “Siapa lagi. Tidak ada orang lain di sini,” tukasku ketus.
“Aku … mantan, juga teman mantan pacarmu.”
Seutas senyum miring tersungging dari bibirnya, sontak membuatku bergidik ketakutan.
Mantan? Teman mantan pacar? Maksudnya?Siapa orang ini. Jangan-jangan … dia, orang jahat. O, tidak! Semoga cuma perasaanku saja. Aku berharap sebaliknya, batinku meyakinkan diri, menahan napas sejenak.
Saking penasarannya, tanpa permisi tanganku menarik tali yang mengikat topengnya. Belum sempat kuraih. Eh! Dia malah mencondongkan badannya, bergerak pelan menghimpitku ke punggung sofa.
“Apa yang kau lakukan?” pekikku benar-benar terkejut. Kudorong dadanya kuat-kuat berharap dia menjauh dariku.
Ia semakin bergerak menghimpitku dengan tatapan penuh hasrat. “Berani buka topengku? Kau harus jadi istriku,” ancamnya dengan senyum menyeringai lebar.
Aneh! Ucapannya barusan terdengar seperti sebuah tawaran menggiurkan bagiku.
“Lepaskan!”
“Kau takut sekarang?” ledeknya seakan sengaja. Ujung hidungnya hampir menyentuh hidungku.
Aku mengulum bibir pelan. “Aku ...” mendadak asam lambung dalam perutku seakan membuncah hebat. Alhasil, semua isi dalam perutku terlontar keluar. Uwek!
Kausku basah penuh cairan kental berbau asam. Eiyuh! Secara otomatis lelaki di depanku menjauh jijik. Mengamati T-shirt putihnya yang terkena muntahanku.
Aku segera berdiri dari duduk, berlari ke arah kamar mandi. “Uwek!” Kali ini tidak ada cairan yang keluar hanya mual kurasa, mungkin gara-gara aku minum terlalu banyak.
Kubasuh bekas muntahan pada kaus dengan air, membiarkannya basah menerawang.
“Apa kau tak apa?”
Spontan terperanjat mendengar suara dan kemunculannya yang tiba-tiba dari balik pintu kamar mandi.
“Tidak. Aku tidak apa-apa,” jawabku melirik pantulan dalam cermin, tampak jelas terlihat dada bidang kotak-kotak tengah berdiri menatapku dengan wajah ….
Tanpa topeng!
Kepalaku reflek menoleh menyipitkan kedua mata mencoba mencari kejelasan wajah yang kini tampak buram. Ada apa dengan penglihatanku?
Aku mengibaskan kepala ke kanan dan ke kiri, berharap pusingku segera hilang. Sekujur badanku terasa panas, lemah tak bertenaga—napasku terengah. Kubalikkan badan menopang diri pada kedua tangan yang bertumpu di titian washtafel.
Lelaki itu berjalan mendekat sembari bertanya, “Kau tidak apa-apa?”
Aku hanya sanggup menggelengkan kepala pelan tanpa membalas tanya.
“Sini, biar kubantu.”
Ia mengambil handuk membersihkan mukaku pelan-pelan. Aku bisa memandang wajahnya dengan jelas sekarang. Ganteng!
Tapi .... Aku tidak kenal lelaki ini! Kenapa dia bilang kalau dia mantanku?
“Kau bisa jalan?” tampak segurat kecemasan dari raut wajah tampannya.
Kucoba untuk bergerak, berdiri lebih tegak, tapi badanku terlalu lemah. Dengan cepat lelaki itu meraup tubuhku ke dalam pelukannya, membopongku ringan—membawaku sampai ke tempat tidur.
Ia membaringkan tubuhku di atas kasur dengan amat sangat pelan seakan diriku sebuah vas bunga yang mudah pecah.
Kedua mata kami saling bersiborok, napasnya berembus halus di wajah. Sesaat kami berdua terdiam dalam sepi. Tubuhnya menghimpit membeku.
Kedua bola mataku menelusiri paras tampan yang tersaji sempurna di depanku. Ganteng! Lebih ganteng dari Leon.
Kebiasan burukku muncul di saat suasana menggoda iman. Jari jemari lentikku seakan ingin meraih—menangkup erat wajahnya.
Tiba-tiba muncul ingatan singkat di benakku tentang kejadian saat pertama kali ia membawaku keluar dari pesta.
Pria ini … dia baik. Ganteng pula, batinku berkomentar.
“Ehm, bajumu basah. Aku ambilkan baju dulu,” ucapnya seolah menghindar dari momen yang mengundang "hawa nafsu".
Secara spontan tanpa sadar aku menarik lengan kekarnya. Ia terperanjat mendapati sikapku yang tak di sangka-sangka. Bola matanya menatap mencari tahu lebih dalam.
Aku bisa lihat saat jakunnya naik turun menelan ludah, membuatku tersenyum dalam hati, ia tampak gugup sama sepertiku. Itu artinya dia belum pernah melakukan sebelumnya.
Tanpa permisi dengan cekatan kedua tanganku menangkup wajahnya, mendaratkan sebuah kecupan lembut nan singkat di bibir tipisnya. Aku melakukannya dengan mahir seperti biasa saat sedang beradegan ciuman dengan aktor lawan mainku dalam drama sinetron.
Awalnya dia sempat terkejut, mendorong—melepas tanganku yang melingkar cantik di lehernya. Sampai dia berkata, “Menikahlah denganku?” sebuah lamaran tanpa embel-embel terlontar dari mulut orang yang sama sekali tak kukenal.
Mungkin aku ling lung atau otakku sedang tidak beres. Kepalaku malah mengangguk mengiyakan seketika itu juga.
Bau masculine tubuhnya seakan menempel permanen di badan. Setiap jengkal sentuhan halus lembut darinya membuatku semakin yakin akan dia.
Sampai di mana keesokan harinya ….
Dok … dok … dok … dok …. Suara daun pintu terketuk kasar. Mengerjap pelan, tanganku terasa kram. Kubalikkan badan enggan, menatap langit-langit kamar yang putih pucat pasi.
“Bajuku?” kepalaku masih terasa pening. Aku sedikit terkejut. Tapi … aku, tak menyesal. Senyumku merekah saat manik mataku menatap paras malaikat tampan yang masih saja tertidur pulas di sebelahku.
Suara gedoran pintu semakin keras terdengar di telinga dibarengi dengan sebuah teriakan menyebut namaku, “NESYA KELUAR! AKU TAHU KAU DI DALAM”
Tersentak hebat, spontan menoleh pintu mendengar suara teriakan barusan.
“KELUAR SEKARANG, ATAU AKU DOBRAK PINTUNYA!”
Aku bergerak hati-hati, turun dari tempat tidur. Tak ingin membangunkan pria itu. Kuraih kaus miliknya yang ada di sebelah tempat tidurku.
Berjalan cepat menuju lemari mencari celana, beruntung aku segera mendapatkan sebuah celana pendek kolor berwarna gelap, tampak kebesaran “tapi tak apalah”.
O, ya kemeja! Kuraih cepat kemeja hitam yang tergantung tak jauh dari pandanganku.
Dengan terburu-buru aku berlari menuju pintu. Berhenti sebentar di depan pintu membetulkan tatanan rambutku yang acak-acakan.
CLEK!
Tampak wajah Leon merah padam menahan amarah. Bola matanya menyorot tajam, menatapku sinis mulai dari kepala sampai ujung kakiku. “Kau …” telunjuknya menunjuk diriku dengan dahi berkerut penuh lipatan curiga.
Serta merta aku menarik lengannya-menyeretnya segera pergi dari tempat ini.
🔘😚
Jangan lupa like dan komennya. Terima kasih😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Chocooya
udah selingkuh, marah marah lagi. aduh emang anehhhhh
2022-04-01
0
Lisa Z
dia yang selingkuh duluan, dia yang marah 2
2022-03-20
0
Lisa Z
gampang banget kasih persetujuan yaa
2022-03-20
0