Darren mengusap punggung Senja yang masih bergetar, gadis itu tak henti-hentinya menangis saat mendapat kabar ibunya tidak sadarkan diri. ibu Sumyah di pindahkan keruangan ICU untuk mendapatkan perawatan intensif, sudah hampir satu jam mereka menunggu di luar ruangan tapi dokter belum juga ada yang keluar.
Senja mengusap air matanya, dia menatap ayah dan adiknya yang berdiri di depan pintu ruangan. Saat Laras menelpon tadi Senja masih di Caffe karena jam kerjanya belum selesai. Senja sangat panik dan takut ketika mendengar laras menangis dan memberi tau ibu tidak sadarkan diri, dengan cepat senja mencari pak Wiyon untuk meminta ijin pulang lebih awal, Saat Senja menemui pak Wiyon kebetulan ada Darren juga di sana yang memang sedang mengobrol dengan pak Wiyon.
Darren menawarkan untuk mengantarkan Senja ketika Senja sudah keluar dari Caffe, mungkin laki-laki itu sengaja mengejar Senja. tanpa fikir panjang Senja menerima tawaran Darren, karena dia memang membutuhkan tumpangan.
"Bapak pulang saja, ini sudah malam" ucap Senja yang sepertinya baru menyadari ada Darren di sampingnya. "Terimakasih banyak sudah mengantarkan saya" lanjutnya.
Darren tersenyum, dia menjauhkan tangannya dari punggung Senja. "Tidak apa-apa Senja, Saya akan menunggu di sini sampai dokter keluar memberi kabar ibumu baik-baik saja"
Perlakuan Darren sangat lembut, entah ini normal atau tidak seorang karyawan seperti dia mendapatkan perhatian seperti ini dari bosnya. Senja menggelengkan kepala dia tidak ingin berpikir macam-macam, saat ini fokusnya hanya boleh tertuju pada ibu.
Senja beranjak dari duduknya ketika melihat dokter keluar dari ruangan ibu, gadis itu mendekat kearah dokter yang di ikuti oleh Darren di belakangnya.
"Bagaimana kondisi istri saya Dok? " ucap ayah Senja.
Dokter terdiam sejenak, sebelum akhirnya memulai omongan. "Ibu Sumyah masih belum sadar, namun dia sudah bisa melewati masa kritisnya"
"Maksudnya apa dok? " Entah kenapa senja merasa takut meski dokter berkata ibu sudah melewati masa kritisnya.
Semua orang merasa cemas untuk mendengar penjelasan dokter selanjutnya, sangat terlihat jelas dari raut wajah mereka.
"Ibu Sumyah sudah melewati masa kritisnya meski tadi sempat kehilangan detak jantung" dokter menghentikan ucapannya sejenak sebelum akhirnya berucap kembali. "Seperti yang tadi saya katakan ibu Sumyah masih belum sadar, bisa dikatakan ia mengalami koma"
Tidak ada yang berucap kembali setelah mendengarkan penjelasan dokter, baik senja, ayah dan Laras masih terdiam menerima kenyataan atas penjelasan dokter. hingga tepukan lembut di pundaknya menyadarkan Senja, membuat gadis itu mengalihkan pandangannya kearah Darren.
"kau harus kuat" ucapan laki-laki itu membuat Senja harus sadar diri bahwa saat ini dia memang harus kuat.
Senja melirik kearah adik dan ayahnya yang masih terdiam, mata ayah sudah memerah menahan tangis sedangkan Laras sudah tidak perlu di tanya lagi, air mata gadis itu memang sedari tadi sudah membanjiri pipinya.
"Apa ibu saya bisa sadar kembali dok? tolong lakukan apa saja agar ibu saya bisa sembuh kembali dok" tidak ada kata-kata yang bisa Senja ucapkan selain keinginan untuk ibunya sembuh kembali, pikirannya sangat kacau hanya itu yang bisa ia katakan pada dokter.
"Kami tetep akan melakukan cuci darah pada ibu Sumyah meski kondisinya tidak sadarkan diri, kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk pasien kami"
Darren melirik jam tangannya sudah menunjukan pukul sepuluh malam, dia berjalan menjauhi senja dan keluarganya yang masih duduk di depan ruangan ICU. Darren mengeluarkan ponselnya yang terdapat banyak sekali panggilan tak terjawab dari Luna ada juga beberapa dari Rio, dia mengusap wajahnya setelah membaca pesan dari kedua sahabatnya.
"Hallo Darren" sura Luna langsung terdengar ketika dia memutuskan untuk menelpon gadis itu.
"Maaf karena aku tidak datang" hanya itu yang Darren ucapkan, dia merasa tidak perlu menjelaskan penyebabnya tidak datang pada Luna.
Untuk beberapa detik Luna terdiam sebelum akhirnya suaranya terdengar kembali. "it's okay, aku mengerti mungkin ada masalah mendesak atau sangat penting yang akhirnya membuat mu tidak bisa datang"
Suara Luna terdengar santai, sepertinya perempuan itu tidak marah ataupun kecewa padanya, Darren menghela napas lega. "Ya memang ada sedikit masalah" Darren melirik kearah Senja yang tengah berjalan kearahnya. "kalau begitu sampai bertemu besok di Butik, aku akan memberikan kado sepesial untukmu"
Sambungan telepon itu terputus tepat saat Senja sudah berdiri di depan Darren. mata gadis itu terlihat sayur dan bengkak karena menangis. tapi ada satu yang membuat Darren merasa kagum pada Senja, gadis itu terus berusaha untuk kuat karena ayah dan adiknya sudah terpuruk.
"Sudah malam Pak, bapak pulang saja. terimakasih banyak atas bantuan bapak" Senja sebenarnya merasa tidak enak, karena dia Darren jadi tertahan di rumah sakit.
Darren menatap wajah Senja dengan lekat hingga membuat gadis itu menjadi salah tingkah. "Are you okay? "
Senja mengangguk, sudah cukup dia menunjukkan sisi lemahnya pada orang lain apalagi itu adalah bosnya. "Saya sudah baik-baik saja pak, terimakasih atas perhatian bapak pada keluarga saya"
Darren tau gadis itu tidak baik-baik saja, bagaimana mungkin dia baik-baik saja setelah menerima kenyataan ibunya koma. tapi Darren menghargai sikap Senja yang tidak ingin menunjukkan kesedihannya pada orang lain, dia sadar atas batasannya. "kalau begitu saya pamit dulu pada ayah dan adik mu"
******
Rio menatap Luna yang masih terdiam setelah menerima telepon dari Darren, entah apa yang Darren ucapkan hingga membuat perempuan itu terlihat sedih. "Darren ngomong apa? "
Rio menyodorkan secangkir coklat hangat pada Luna, mereka duduk berhadapan di kursi kayu yang ada di balkon rumah Luna.
"Dia bilang besok mau ke butik, sekalian mau kasih kado sepesial" jawab Luna sambil menyeruput coklat hangat di tangannya.
"Harusnya lo senang dong, kenapa malah terlihat murung? "
Luna terdiam. ya... Rio benar seharusnya dia senang, tapi entah kenapa mendengar ucapan Darren tadi dia malah merasa sedih.
"Jangan berharap lebih dari Darren, sekali lagi gue cuma ngingetin"
Luna menatap Rio, laki-laki itu terlihat santai setelah mengucapkan kata itu padanya. "Lo kayaknya gak ngedukung banget hubungan gue sama Darren? " ada nada kesal dari ucapan Luna, perempuan itu bahkan meletakan cangkir coklat nya dengan kasar di atas meja.
Rio menghembuskan nafas dengan berat. perempuan itu selalu keras kepala, tidak mau mendengarkan orang lain meski itu demi kebaikannya. "Gue bukan gak suka sama hubungan lo sama Darren, kalo memang lo sama Darren saling suka gue juga senang, tapi lo tau sendiri kan kenyataannya" Rio meletakkan cangkir kopinya dengan pelan agar tidak semakin memancing amarah Luna. "Sampai kapan lo mau terus kaya gini. kalo lo terus kaya gini yang ada lo bakalan kehilangan Darren sebagai sahabat lo juga"
Luna mengusap air matanya yang jatuh, dia sadar apa yang di ucapkan Rio memang benar dan dia juga takut pada akhirnya dia benar-benar akan kehilangan Daren, tapi dia tidak bisa menghentikan perasaannya Darren sudah terlalu lama ada di hatinya. sebenarnya apa yang kurang darinya, selama ini Luna selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk Darren, dia bahkan selalu ada untuk Darren dalam kondisi apapun.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments