Bab 17

Senja meletakkan bungkusan nasi uduk di atas meja, hari ini dia masuk kerja siang jadi Senja bisa menunggu ibunya dulu di rumah sakit, Sebenarnya dari semalam Senja sudah menginap di rumah sakit bersama ayahnya, pagi ini ayah akan pulang dan kembali lagi siang bersama Laras. mereka harus bergantian agar bisa membagi waktu.

"Sarapan dulu yah, nanti baru pulang" ucap Senja pada ayahnya yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Ayah mengangguk sambil mengambil satu nasi uduk dan duduk di kursi dekat ranjang istrinya, di kamar inap ibunya senja ada empat ranjang pasien dan kebetulan pasien nya hanya ada dua orang, ibunya Senja dan satu orang laki-laki muda yang ada di ranjang paling pojok. jadi Senja bisa tidur di ranjang pasien yang kosong dan ayahnya tidur menggelar selimut yang di bawa dari rumah.

"Ayah di lemari ada cincin mas kawin ibu, ibu taro di bawah baju sama suratnya di jual saja buat kita di sini" ucap ibu Sumyah, dia tau di rumah sakit ini butuh uang meskipun biyaya rumah sakit sudah ditanggung BPJS tapi kebutuhan mereka untuk sarapan, membeli makan dan minum itu butuh uang, apalagi sudah dua hari ini Ayah Senja tidak bisa mencari ikan karena ibu di rumah sakit.

Senja hanya diam dia sangat Sedih jika maskawin ibu sampai terjual, tapi Senja juga tidak bisa apa-apa karena gaji senja di Caffe baru satu minggu lagi cairnya, apalagi saat ini Senja punya hutang pada pak Wiyon. Senja melirik kearah bapak sambil menyuap kan lagi bubur pada ibunya. Senja yakin Ayah juga tidak akan Setuju karena cincin itu adalah kenang-kenangan pernikahan mereka. "Gak usah di jual bu, nati Senja nyari pinjaman saja seminggu lagi juga Senja gajian"

Ibu tersenyum menatap Putri sulungnya itu, Senja benar-benar anak yang baik ibu merasa bersyukur bisa melahirkan putri sebaik Senja.

"Tidak perlu menjual mas kawin, tidak perlu juga mencari pinjaman" Ayah berucap hingga membuat dua wanita itu menatap kearahnya. Ayah memasukkan bungkus nasi uduk yang sudah habis itu kedalam plastik lalu membuangnya di tempat sampah. "Alhamdulillah ayah dapat rezeki" Ayah mengeluarkan uang dari saku jaketnya, dia meletakkan uang itu di hadapan Senja dan ibu.

"Ayah dapat uang dari mana? " Ibu menatap Ayah penuh tanya, bukankah selama dua hari ini ayah tidak bekerja lalu uang itu dapat dari mana.

Ayah duduk kembali di kursi. "Dari pak Darren, dia bilang uang ini ucapan terimakasih dia karena sudah membantu mengenalkannya pada pak h. Aming hingga bisnisnya lancar, bapak tadinya menolah tapi pak Darren maksa"

"Bapak ketemu pak Darren di mana? " Senja tentu bingung, kemarin saat Darren ingin menjenguk ibu tiba-tiba saja ponselnya berbunyi dan saat laki-laki itu selesai menerima sambungan telepon Darren langsung pamit pada Senja dan meminta maaf karena tidak bisa menjenguk ibunya.

"Kemarin di bawah, pas Ayah habis makan. Ayah juga tidak tau kenapa pak Darren ada di rumah sakit"

Senja diam menatap uang Dari Darren yang mungkin ada sekitar satu jutaan, kenapa tiba-tiba laki-laki itu memberi uang. apa ini wajar? jujur Senja merasa tidak enak, bukankah hubungan bisnis antara Darren, Ayah dan pak h. Aming itu sama-sama menguntungkan. Senja harus menemui Darren nanti untuk mengucapkan terimakasih secara langsung, bagaimanapun di memang membutuhkan uang itu.

Ayah sudah pulang, Senja menatap ibu yang terbaring lemah di ranjang pesakitan, mungkin karena epek obat jadi ibu sering sekali tidur. setiap mengingat kondisi ibu hati Senja terasa sakit. Senja sudah membicarakan kondisi ibu pada Ayah dan Laras, mereka setuju jika ibu harus melakukan cuci darah beberapa kali sebelum melakukan pemasangan ring jantung. Senja menghala nafas dengan berat, penyakit diabetes yang selalu ibu anggap sepele ternyata bisa membuat ibu terbaring di rumah sakit dengan kondisi yang cukup memperihatinkan.

Senja mengusap rambut ibu penuh sayang, ibunya sudah berkorban banyak untuk anak-anak nya dan ibu tidak pernah mengeluh sama sekali. sekarang saatnya senja berbakti pada ibu, Senja akan melakukan apapun agar ibu sembuh berapapun biyaya yang harus di keluarkan Senja akan berusaha mencari uang nya yang penting ibu bisa sembuh kembali.

****

Sore hari sudah menjelang Darren masih berada di ruangannya, biasanya jika sudah Sore seperti ini Darren selalu pulang tapi entah kenapa hari ini dia masih memilih untuk tetap tinggal di Caffe nya.

"Lo gak mau pulang? " Ucap Rio, laki-laki itu tengah duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.

Merasa tidak dapat jawaban dari Darren, Rio menghentikan aktivitas nya. laki-laki itu menatap temannya yang tengah berdiri di depan jendela yang menghadap ke arah pantai sekaligus memperlihatkan area luar Caffe dimana meja outdoor berada.

Rio beranjak untuk menghampiri Darren, dia menatap kearah Darren menatap saat ini, banyak pengunjung Caffe dan beberapa waiters di area outdoor. "Lo liatin apa si? atau liatin siapa? "

Darren yang baru menyadari adanya Rio di sampingnya sedikit terhenyak. dia berdecak Seraya berjalan kembali ke arah meja kerjanya.

"Pulang yuk, kita kan udah janji mau makan bareng Luna, nanti malam" Rio menyusul Darren yang sudah duduk, laki-laki itu memilih untuk berdiri di depan meja kerja Darren.

"Lo duluan ajah, tar gue nyusul, sekalian lo jemput Luna"

Dahi Rio mengerut, dia menatap Darren dengan wajah heran. "Lah rumah lo kan deket sama Luna, kenapa gue yang di suruh jemput"

"Lo jemput Luna. gue masih ada urusan jadi gak bisa pulang dulu"

Sebenarnya Rio masih merasa heran dengan ucapan Darren, urusan seperti apa yang di maksud laki-laki itu, bukankah semua pekerjaan sudah di handle olehnya. tapi Rio tidak mau ambil pusing, saat ini dia hanya mau pulang untuk mengistirahatkan tubuhnya terlebih dulu meski hanya sebentar. "Ok, jam tujuh kita kumpul di lestoran biasa"

Darren hanya mengangguk sambil memainkan ponselnya tanpa mau menatap Rio yang sudah pergi keluar. cukup jenuh memainkan ponselnya Darren meletakkan ponsel itu di atas meja, tubuhnya menyandar ke sandaran kursi sambil menatap langit-langit ruangannya. kenapa dia masih bertahan di sana padahal tidak ada pekerjaan apapun yang bisa ia lakukan, sungguh Darren tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

Darren keluar dari ruangannya untuk ke toilet, kenapa saat merenovasi ruangannya kemarin dia tidak terpikir untuk menambah toilet di dalam ruangannya, benar-benar menyebalkan setiap kali ingin ke toilet dia harus keluar dari ruangannya, belum lagi turun tangga.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!