BAB 16 - Saya Mau Berhenti Kerja, Pak

"Lain kali tolong perhatikan makanan dan aktivitas Lily, ya Pak."

Begitu pesan yang sangat kuingat setelah dokter keluar dari ruangan. Aku yakin betul dari tadi Lily tidak melakukan hal aneh. Semuanya masih sangat wajar. Makan siang, dari tadi sudah ku yakinkan tidak ada yang aneh. Lalu kenapa?

"Kamu istirahat saja dulu," kata Pak Bima sembari menunjuk sofa di ujung ruangan. Pak Bima memang kaya, ruang rawat saja sudah seperti kamar hotel. Ini yang namanya kamar VIP itu.

"Tidak apa-apa Pak, nanti saja."

"Atau kalau kamu risih, kamu pulang saja sekalian jaga rumah."

"Bukan begitu, Pak. Tapi saya mau tunggu Lily siapa tahu sebentar lagi sadar." Tukasku cepat.

"Ya. Kalau begitu istirahat lah dulu, biar nanti saya bangunkan atau kabari kalau Lily sudah sadar."

Aku cuma menggeleng, menghentikan perdebatan.

"Kenapa ya Pak, bisa kambuh begini?" Aku bertanya dengan suara pelan.

"Memang tubuh Lily yang lemah atau bisa karena saya kecolongan lagi." Jawabnya dengan nada yang sama, kemudian pergi menuju sofa di seberang sana.

"Dia sarapan dengan benar, cuma makan sayur bening dan ayam goreng. Makan siang juga makan kentang goreng. Kalaupun kelelahan, kita dari tadi pergi pakai mobil bukan jalan kaki."

"Tidak, saya tidak ngomong soal dia bersama kita. Tapi, kecolongan yang saya maksud; waktu dia sendirian."

"Maksud Pak Bima saat kita berdua kerja tadi?"

"Dalam perkiraanku, ya," jawabnya.

Aku menatap Pak Bima dan dia balik menatapku, kutatap wajah Lily yang masih dipasang masker oksigen sekadar agar ia mampu bernapas.

Ini salahku. Aku yakin.

Bukan kah aku dipekerjakan Pak Bima sebagai pengasuh Lily? Tapi, aku masih juga bekerja sebagai petugas kebersihan di universitas dan meninggalkan dia sendirian. Lantas sudah jelas dimana letak khilaf-ku sebagai pengasuhnya 'kan?

Lily begini, akibat kelalaianku menjaganya.

"Pak ... Maafkan saya, ya Pak?" ucapku gemetar. Berat rasanya menahan isak, tapi aku takut itu cuma buat Pak Bima tambah kesal.

Kutundukkan pandangan. Hampa dan perih. Kini aku tak berani melihat kedalaman matanya, melihat dirinya.

"Ini salah saya," lanjutku dan keluarlah air mata itu. "Kalau bukan karena saya lalai, Lily tidak akan sakit begini. Kalau saja saya tidak tamak sama pekerjaan, mungkin Pak Bima tidak akan kecolongan."

"Saya paham maksudmu." Jawabnya, ku dengar langkah kaki Pak Bima mendekat. "Tapi semua sudah terjadi, tidak ada yang perlu disesali. Lagian, saya juga tidak ada bedanya, saya cuma kerja dua jam tapi buktinya juga masih sama kecolongan. Intinya, penyakit Lily kambuh masih belum jelas sebabnya. Jadi, tidak perlu menyalahkan diri sendiri."

"Saya mau berhenti kerja saja Pak,"

Dengan hati-hati dan agak gemetar, aku mengangkat kepala. Sampai berhadapan dengan Pak Bima, air mata ku tahan sebentar sehingga nampak tegar.

"Huuuuhh...." Dia mendengus.

Pak Bima menghela napas. Dia terdiam sejenak, berpikir. Matanya menerawang ke atas, ke langit-langit ruang rawat. Lehernya jenjang dan kecokelatan mirip pohon jati yang di pahat, dan dagunya yang dipenuhi janggut tipis bagaikan padang rumput yang manis. Dadanya tampak sempurna dan bidang dalam balutan kaus hitam berkerah. Pakaian dan rambutnya sudah kering kena angin.

"Begini," dia melanjutkan kata-katanya dan membangunkan lamunanku. "Kalau begini, saya bingung dengan reaksi Lily nanti."

"Kamu sudah terlalu membekas di hatinya. Dan kamu sudah memiliki satu tempat tersendiri di hidupnya, kita memang lalai karena meninggalkan dia beberapa jam sendirian. Tapi, kalau kamu mundur kerja menjadi pengasuhnya, bukankah itu lebih menyakiti Lily?" Ujar Pak Bima sambil mengelus-elus kepala Lily. "Dia butuh ibu, dan orang itu cuma kamu. Saya sih tidak menyalahkan siapa pun, terutama kamu, Jul. Jadi coba kamu pikirkan lagi."

Air mata memenuhi mataku. Aku menundukkan kepala sambil mengusap kelopak mata dengan jari tangan. Sementara di luar sudah mulai gelap, saksi mata sebuah sejarah yang kutorehkan.

"Tapi saya bukan mau berhenti kerja jadi pengasuh Lily, Pak." Jawabku sambil terisak. "Saya mau berhenti jadi petugas kebersihan."

Mendadak ekspresi Pak Bima berubah. Dia langsung mendengus sambil berkacak pinggang melihatku.

"Apa sih! Kenapa tidak bilang dari awal?!" Hardiknya.

"Lagian, Pak Bima langsung menyela." Jawabku tenang, berpura-pura serius dan membela diri. "Aku kan belum selesai bicara."

"Terserah kamu, sana!"

Di tengah kebisingan kami itu. Tanpa kami sadari Lily mulai bangun, tangannya bergerak-gerak pelan, menyentuhku.

"Ma, Mama..." Ucapnya dengan suara lirih.

"Ly? Lily sudah sadar?"

Pak Bima meninggalkan kami dan bergegas keluar mencari dokter untuk memeriksa keadaan Lily. Begitu dokter masuk melewati pintu, Aku segera menyingkir lagi ke ujung ranjang, namun tiba-tiba aku mendengar suara lirih dari Lily berkata,

"Mama ... di mana!"

Dokter segera memeriksa dada Lily pakai stetoskop. Lalu melempar senyum ke arahku.

"Dia sudah melewati masa daruratnya, aku akan datang lagi nanti untuk periksa."

Aku mengangguk berkaca-kaca, "Terima kasih, dokter."

Tatapan ku bertemu dengan mata Pak Bima menyiratkan keheningan dan syukur yang sama saat Lily akhirnya sadar. Kemudian aku mencondongkan tubuh ke dekat wajah Lily dan ku peluk dia erat-erat.

"Mama di sini, sayang. Mama sayang Lily. Mama sangat bersyukur Lily baik-baik saja."

Aku mulai sesenggukan lagi, "Apa Lily merasa kesakitan?" Kataku begitu melepas pelukannya. "Mama bisa panggilkan dokter lagi jika Lily merasa ada yang sakit atau tak nyaman."

"Tidak." Jawabnya tersenyum. Tatapannya dalam menyusuri sorot mataku yang terharu. Lantas dengan susah payah dia berusaha mengangkat tangannya untuk menyentuh wajahku. "Maafkan Lily, buat Mama panik -----"

"Tidak, jangan pikirkan soal masalah itu lagi. Mama akan jaga Lily, biar Lily tidak sakit lagi."

"Jangan menangis,"

"Tidak, Mama tidak menangis. hanya terharu dan sangat bersyukur." Jawabku.

Omongan Lily barusan, tiba-tiba mengingatkan aku pada Pak Bima. Di luar ruangan tadi dia juga mengatakan hal yang sama, 'jangan menangis'. Aku pun merasa tenang.

"Apa yang Lily lakukan waktu Papa dan Mama tidak ada?" Sahut Pak Bima di sisi kiri sana.

"Tidak ah, tidak buat apa-apa!"

"Bohong," Pak Bima kali ini serius. "Coba bilang,"

"Lily bereskan kamar di ujung dekat tempat belajar Papa, terus buatkan bunga tabur." Jawab Lily, lesu. "Biar Papa dan Mama bisa tidur berduaan malam ini di sana."

"Bunganya dari mana?" Pak Bima menginterogasi lagi.

"Taman belakang."

"Kamar itu kan sudah lama tidak kepakai. Debunya banyak, Lily tahu kan tidak boleh ada di tempat kotor? Lily juga tidak boleh kecape'an..."

"Sudah, Pak. Sudah!" Ucap ku melerai. Begitulah pria, orang baru sadar langsung dimarahi.

Sebenarnya aku mengagumi kebaikan hati seorang Lily. Dia bekerja sangat keras untuk orang tuanya. Niatnya baik. Cuma salah sasaran ya, Ly. Pikirku.

Kalau sungguh tidur berduaan, bisa panjang urusan.

Terpopuler

Comments

Nur Hayati

Nur Hayati

Thor, maaf ya, ini kan kamar VIP, biasa nya ad tombol di ujung kepala ranjang pasien untuk memanggil dokter..

2024-09-01

0

Mamah Nisa

Mamah Nisa

ceritanya mengandung bawang....bikin mewek....tapi bagus....

2024-08-22

0

ummah intan

ummah intan

nikhkan dl mereka ly spy bs tidur bersama

2024-08-17

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 00 - Gerbang Cerita
2 BAB 01 - Pria Asing di Malam Perayaan
3 BAB 02 - Benih Dari yang Tak Dikenal
4 BAB 03 - Profesor Galak dan Calon Ibu?
5 BAB 04 - Proposal Jadi Ibu
6 BAB 05 - Kesalahan Atau Bukan?
7 BAB 06 - Malam Pertama di Rumah Majikan Baru
8 BAB 07 - Hari Ini Menjadi Ibu Palsu
9 BAB 08 - Kekasih Yang Mencinta
10 BAB 09 - Pak Bima dan Rahasianya
11 BAB 10 - Lily Hilang
12 BAB 11 - Dosen Galak Bisa Senyum Juga
13 BAB 12 - Dua Lelaki Penguntit
14 BAB 13 - Keluarga Palsu
15 BAB 14 - Tragedi Pacar
16 BAB 15 - Semua Yang Tak Terduga
17 BAB 16 - Saya Mau Berhenti Kerja, Pak
18 BAB 17 - Dia Pacarku
19 BAB 18 - Cinta Murni
20 BAB 19 - Masih Mencinta
21 BAB 20 - Dingin dan Rapuh
22 BAB 21 - Larangan Cinta
23 BAB 22 - Bagaimana, ya?
24 BAB 23 - Jatuh Cinta Dengan Bima
25 BAB 24 - Saya Nikahin Kamu!
26 BAB 25 - Kalau Tidak Ada, Biar Saya
27 BAB 26 - Permintaan Maaf Dari Majikan
28 BAB 27 - Romansa Dua Pria
29 BAB 28 - Lelaki Sejati
30 BAB 29 - Masa Lalu yang Tak Pantas dimaafkan
31 BAB 30 - Ksatria dan Tabir Kebenaran
32 BAB 31 - Malam Pengakuan
33 BAB 32 - Bukti di Tubuhnya Terungkap
34 BAB 33 - Pria Malam Itu Adalah ---
35 BAB 34 - Isak Tangis dan Derita
36 BAB 35 - Kita Berpisah
37 BAB 36 - Jangan Lupa Jalan Pulang
38 BAB 37 - Melepaskan, Mengikhlaskan
39 BAB 38 - Penyambung Ikatan
40 BAB 39 - Obrolan Malam-malam
41 BAB 40 - Perasaan Yang Sesungguhnya
42 BAB 41 - Rebutan Pria
43 BAB 42 - Perasaan Yang Mulia
44 BAB 43 - Patah Hati dan Bahagia
45 BAB 44 - Ketemu Camer
46 BAB 45 - Calon Mantu Dan Restu Ibu
47 BAB 46 - Trauma Orang Tua
48 BAB 47 - Luka di Usia Belia
49 BAB 48 - Keputusan Yang Harus Diambil
50 BAB 49 - Mang Koes
51 BAB 50 - Tuntutan Kebenaran
52 BAB 51 - Ikatan Ibu dan Anak
53 BAB 52 - Luka
54 BAB 53 - Ingatan Untuk Orang Asing
55 BAB 54 - Kabar Baik Kabar Buruk
56 BAB 55 - Tes DNA
57 BAB 56 - Rasa Benci dan Hormat
58 BAB 57 - Mengungkap Tabir Tentang Jafar
59 BAB 58 - Lelaki Jahat
60 BAB 59 - Dikta
61 BAB 60 - Cinta Gila
62 BAB 61 - Rusak Persahabatan Karena Cinta
63 BAB 62 - Laki-Laki Tegas
64 BAB 63 - Lily Tiada?
65 BAB 64 - Hasil Tes Keluar
66 BAB 65 - Maaf
67 BAB 66 - Impian Di Taman Surga
68 BAB 67 - Permintaan Terakhir
69 BAB 68 - Kata Nikah Terucap
70 Kabar Nove(l)mber 🩷
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 00 - Gerbang Cerita
2
BAB 01 - Pria Asing di Malam Perayaan
3
BAB 02 - Benih Dari yang Tak Dikenal
4
BAB 03 - Profesor Galak dan Calon Ibu?
5
BAB 04 - Proposal Jadi Ibu
6
BAB 05 - Kesalahan Atau Bukan?
7
BAB 06 - Malam Pertama di Rumah Majikan Baru
8
BAB 07 - Hari Ini Menjadi Ibu Palsu
9
BAB 08 - Kekasih Yang Mencinta
10
BAB 09 - Pak Bima dan Rahasianya
11
BAB 10 - Lily Hilang
12
BAB 11 - Dosen Galak Bisa Senyum Juga
13
BAB 12 - Dua Lelaki Penguntit
14
BAB 13 - Keluarga Palsu
15
BAB 14 - Tragedi Pacar
16
BAB 15 - Semua Yang Tak Terduga
17
BAB 16 - Saya Mau Berhenti Kerja, Pak
18
BAB 17 - Dia Pacarku
19
BAB 18 - Cinta Murni
20
BAB 19 - Masih Mencinta
21
BAB 20 - Dingin dan Rapuh
22
BAB 21 - Larangan Cinta
23
BAB 22 - Bagaimana, ya?
24
BAB 23 - Jatuh Cinta Dengan Bima
25
BAB 24 - Saya Nikahin Kamu!
26
BAB 25 - Kalau Tidak Ada, Biar Saya
27
BAB 26 - Permintaan Maaf Dari Majikan
28
BAB 27 - Romansa Dua Pria
29
BAB 28 - Lelaki Sejati
30
BAB 29 - Masa Lalu yang Tak Pantas dimaafkan
31
BAB 30 - Ksatria dan Tabir Kebenaran
32
BAB 31 - Malam Pengakuan
33
BAB 32 - Bukti di Tubuhnya Terungkap
34
BAB 33 - Pria Malam Itu Adalah ---
35
BAB 34 - Isak Tangis dan Derita
36
BAB 35 - Kita Berpisah
37
BAB 36 - Jangan Lupa Jalan Pulang
38
BAB 37 - Melepaskan, Mengikhlaskan
39
BAB 38 - Penyambung Ikatan
40
BAB 39 - Obrolan Malam-malam
41
BAB 40 - Perasaan Yang Sesungguhnya
42
BAB 41 - Rebutan Pria
43
BAB 42 - Perasaan Yang Mulia
44
BAB 43 - Patah Hati dan Bahagia
45
BAB 44 - Ketemu Camer
46
BAB 45 - Calon Mantu Dan Restu Ibu
47
BAB 46 - Trauma Orang Tua
48
BAB 47 - Luka di Usia Belia
49
BAB 48 - Keputusan Yang Harus Diambil
50
BAB 49 - Mang Koes
51
BAB 50 - Tuntutan Kebenaran
52
BAB 51 - Ikatan Ibu dan Anak
53
BAB 52 - Luka
54
BAB 53 - Ingatan Untuk Orang Asing
55
BAB 54 - Kabar Baik Kabar Buruk
56
BAB 55 - Tes DNA
57
BAB 56 - Rasa Benci dan Hormat
58
BAB 57 - Mengungkap Tabir Tentang Jafar
59
BAB 58 - Lelaki Jahat
60
BAB 59 - Dikta
61
BAB 60 - Cinta Gila
62
BAB 61 - Rusak Persahabatan Karena Cinta
63
BAB 62 - Laki-Laki Tegas
64
BAB 63 - Lily Tiada?
65
BAB 64 - Hasil Tes Keluar
66
BAB 65 - Maaf
67
BAB 66 - Impian Di Taman Surga
68
BAB 67 - Permintaan Terakhir
69
BAB 68 - Kata Nikah Terucap
70
Kabar Nove(l)mber 🩷

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!