BAB 15 - Semua Yang Tak Terduga

Sepulang makan siang, kami pun pulang ke rumah. Suasana hening dan kaku kembali menguasaiku. Untung Pak Bima tidak membahas apa pun atas ucapan Rumana yang ceplas ceplos tadi itu. Aku berbaring di ranjang. Dari kisi-kisi jendela, angin bertiup sepoi dan basah, mengusik tubuhku.

Kuambil novel yang kubaca malam kemarin. Tapi, mataku tak lagi mampu membacanya. Rasa penat hampir memadamkan seluruh seleraku. Mandi malas, apalagi baca buku. Aku hanya bisa bermalas-malasan, dikutuk kesunyian yang mematikan.

"Benar kata Mas Andrean," aku menggumam pelan. "Ternyata aku benar-benar kelelahan."

Aku menggeliat di ranjang, pelan dan tenang, seakan aku tak ingin kehilangan sedikit pun nikmatnya berbaring di atas kasur empuk dan seprei abu yang wangi.

"Bulan ini, kalau gajian sepertinya harus kusisihkan sedikit buat beli alat pijat." Kataku meyakinkan. "Untung ditawari kerja sama Pak Bima, kalau tidak mungkin belum tentu bisa mikir begitu. Beli nasi ayam saja harus sepuluh kali berkorban tidak jajan, apalagi mau beli alat pijat!"

Aku dapat mengerti kalau uang yang kuhasilkan tidak serta merta adalah milikku semuanya. Ibu, selama ini jauh lebih membutuhkannya di banding aku. Belum lagi Ibu masih suka berhutang dengan rentenir; entahlah, dulu Ibu paling pantang gali lubang tutup lubang apalagi untuk beli barang-barang yang tidak perlu.

Sekarang tabiat Ibu berubah sepuluh kali lipat. Mungkin karena masih kecewa dengan yang kulakuan waktu itu.

Aku tersadar dari lamunan, begitu ku dengar suara ketukan dari pintu kamarku. Tentu saja aku kaget.

"Iya siapa? Sebentar..." wajahku yang lesu mau tidak mau harus segar dan segera bangkit dari ranjang.

"Iya sebentar, ada apa----" Kataku menggantung, begitu ku buka pintu kamar. Aku memang tahu yang mengetuk pintu kamarku pasti Pak Bima, karena kalau bukan dia siapa lagi? Namun sayangnya yang ku temui bukanlah sosok Pak Bima semata, melainkan juga bersama anaknya.

"Pak Bima?"

Aku agak heran melihat penampilannya yang berantakan, air menetes dari rambutnya yang panjang. Semua basah, dari ujung ke ujung, dia seperti baru selesai mandi dan tidak sempat mengeringkan diri.

Dan yang membuatku cemas karena Lily ada dalam rengkuhannya. Memang dia sering menimang Lily, hanya saja entah mengapa sore ini nampak lain. Dilihat dari caranya menatap, dia menatapku dengan tatapan tak biasa, matanya lesu tak berbinar dan semangat seperti biasanya,

"Ada apa Pak? Apa terjadi sesuatu?" Kataku. "Lily kenapa tidur begitu? Kenapa tidak langsung ditidurkan di kasur?"

"Lily rewel ya Pak? Sini biar saya yang urus."

Aku tidak sempat berpikir apa pun. Yang ku yakinkan, kenapa Pak Bima datang sambil menggendong Lily; ya karena anaknya sedang rewel.

Lantas dia berbalik, mengambil sesuatu yang dia sembunyikan dari balik badannya. "Julia, ini."

"Ini-----" Aku mengambil benda itu dari tangannya,

"Inhaler? Untuk siapa, Pak? Siapa yang sesak napas?" Mataku melebar begitu ku lihat Pak Bima begitu.

"Lily yang sesak napas?" Kataku mulai bergetar,

Ku hela nafas panjang, dengan mata yang mulai berair. "Kok bisa Pak?"

"Penyakitnya kambuh."

Melemas aku, begitu ku dengar ucapan Rambo yang menyampaikan kesehatan Lily. Penyakitnya kambuh. Aku tak tahu harus apa dan bagaimana, Aku tiba-tiba merasa merambang, tersesat dan hilang arah bersama dengan seluruh energi dan kekuatanku yang melayang...

"Saya tidak tahu apa sebabnya, tapi saat saya selesai mandi Lily mulai sesak."

Lantas tiba-tiba, dengan gerakan yang tak ku sadari, Pak Bima meraih salah satu sisi pipiku menyadarkan aku. "Bisa temani aku tidak?cepatlah! kita harus ke rumah sakit sekarang."

"Bisa!"

Berangkatlah kami, Sepanjang jalan, di dalam mobil ku peluk erat-erat tubuh Lily. Kubalut dan kuselimuti tubuhnya dengan mantel tebal. Aku memang cuma pengasuh, tapi entah kenapa rasanya pengap sekali lihat Lily terkulai dan susah bernapas. Ada sesuatu, seolah dia adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagiannya.

Begitu sampai, aku dan Pak Bima segera berlari dengan gontai. Ku coba untuk menepis pikiran buruk yang ada di benakku tentang Kondisi Lily yang berada dalam dekapan Pak Bima sekarang. Harapku, Dia tetap baik-baik saja bahkan tidak separah yang sering kubaca di internet. Namun sayang Prasangka buruk mengenai Lily pun semakin kuat  merajai pikiranku.

Kami berhenti di ruang IGD, dokter dan perawat lekas mengambil Lily dari Pak Bima. Dan kami cuma boleh menunggu di luar.

"Maaf ya, jadi ganggu istirahat kamu." Pak Bima berkata padaku, aku tahu saat itu dia tengah bertingkah tenang. Berpura-pura tenang.

Aku terdiam, tak memberi respon apa pun, dadaku sesak menahan isak yang berada di ujung tenggorok. Satu-satunya yang menyelamatkanku hanyalah boneka kelinci yang masih dipegang Lily tadi, ku rengkuh dan berada dekat di jantungku.

"Lily memang sering sakit begini, Pak?"

Pak Bima mengangguk pelan. "Dia begini malah dari bayi."

"Kenapa Pak?" Tanpa sadar kutarik kerah kemeja Pak Bima. "Kenapa Pak Bima bisa sesantai ini? Lily seperti mau mati, Pak! Kenapa Pak Bima santai begini?!"

"Saya tidak santai, Jul." Pak Bima membela diri. "Kalau bisa ditukar, lebih baik saya yang sesak dan ambil sakitnya Lily. Tapi, itu tidak bisa Julia. Yang bisa saya lakukan sekarang cuma diam dan percayakan semuanya ke dokter di dalam sana!"

"Saya diam, bukan berarti saya santai Jul. Tapi cuma itu yang bisa saya lakukan."

Begitu melihat sorot mata Pak Bima yang redup itu. Entah mengapa aku malu; malu karena bersikap berlebihan dan bisa-bisanya aku marah padanya cuma karena mengatakan ganggu istirahatku, di saat genting begini. Aku seolah lupa, kalau aku ini cuma sekadar ibu pura-pura.

Pak Bima mengusap punggungku untuk menguatkan, meski sebenarnya aku pun tak merasakan dampak apa pun dari sentuhannya.

Aku segera berbalik dan memutar badan menuju jendela bening untuk menatap Lily di dalam. Hanya bisa mematung di bibir jendela, Ku tatap semua orang yang berada di samping ranjang Lily satu persatu. Beberapa orang dokter dan perawat. Lalu, Lily? Aku hanya bisa melihat jemari kecilnya yang menjuntai. Lily akan baik-baik saja, kan? Batinku menerka-nerka.

"Dari bayi, sejak saya menemukan Lily, dia memang sering sesak begini. Dulu, saya juga sama paniknya dengan kamu, tapi bukan berarti sekarang tidak lagi. Intinya saya bakal tetap khawatir." Pak Bima masih berada di belakangku, rupanya ia tidak jera untuk menguatkan ku.

"Dokter bilang ini kemungkinan karena Lily minum air ketuban sebelum lahir. Jadi imbasnya ganggu ke pernapasan."

Aku diam saja, takut salah ngomong lagi.

"Karena air ketuban, ya ..." aku menggumam pelan. Panik dalam diriku makin bertambah, sebab teringat pada anakku yang sudah tiada, sebabnya juga sama karena air ketuban....

Sesuatu dalam hatiku berdesir, aku takut terulang ... Saat itu aku merasa takut, takut kehilangan Lily.

Begitu ku lihat dokter yang berkutat dengan alat mirip masker tapi yang ini ada pompanya. Ku lihat kondisi Lily yang mengap-mengap.

Aku mematung, Buliran air bening itu terasa menghangat mengalir di wajahku. Aku mendekatkan pandangan ke arah Lily yang tengah berjuang melawan sakitnya.

Pasien yang berada di depanku ini adalah benar-benar Lily, sosok anak hebat yang kehilangan orang tua, tapi tidak kehilangan perannya, karena dia memiliki Pak Bima.

Aku memang baru mengenal dia, dan aku sadari bahwa aku memang tak sehebat dia. Tapi, sejak pertemuan pertama ku dengannya, dari bantuan yang diberikannya padaku dan orang-orang disekitarnya, dia menjadi salah satu orang paling penting dalam hidupku.

"Lily -----"

Sambil berdiri di depan jendela, memandangnya dari sela-sela gorden yang terbuka. Ku peluk erat bonekanya, "Ly, kamu harus sehat. Boneka kesayangan Lily ada di sini. Mama tidak mau cuma peluk boneka, Mama mau peluk Lily." kataku dalam hati.

"Pak... " Kataku, begitu Pak Bima berdiri di sampingku.

"Lily itu anak yang kuat, dia jauh lebih kuat dari yang bisa kamu duga. Jangan berhenti berdoa, dia sedang berjuang di dalam." katanya, membuat hatiku makin bergejolak.

"Kenapa ya, Pak ..."

"Apa?"

"Di dunia ini banyak yang tidak bisa ditebak..." Jawabku lesu. "Padahal baru saja kita makan siang bertiga, Lily juga senang dan sehat-sehat saja. Kenapa waktu kita pulang dia malah sakit tiba-tiba?"

Pak Bima rupanya memelukku, sama sekali tidak kuduga dan aku pun tenggelam dalam dadanya, menggambarkan gairah kesedihan yang sama hebatnya dengan yang kumiliki. Aroma harum pakaiannya yang lembab tercium hidungku dan merasuk ke dalam diri. Rasanya aku tengah dikuatkan lewat hangat dan wangi parfumnya.

"Jangan menangis..." Bisiknya lembut. "Semua akan baik-baik saja."

Terpopuler

Comments

Yus Warkop

Yus Warkop

lanjut itu lily pasti bayi yg fikatakan meninggal sama mak nya julia padahal gak meninggal hanya untuk nutupin aib aj bayi dihanyutkan

2024-08-30

0

Esther Lestari

Esther Lestari

Lily anaknya Julia kayaknya nih.

Pak Bima sudah main peluk2 aja sama Julia🤭

2024-08-20

0

Danny Muliawati

Danny Muliawati

BP nya bima yah thor

2024-08-17

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 00 - Gerbang Cerita
2 BAB 01 - Pria Asing di Malam Perayaan
3 BAB 02 - Benih Dari yang Tak Dikenal
4 BAB 03 - Profesor Galak dan Calon Ibu?
5 BAB 04 - Proposal Jadi Ibu
6 BAB 05 - Kesalahan Atau Bukan?
7 BAB 06 - Malam Pertama di Rumah Majikan Baru
8 BAB 07 - Hari Ini Menjadi Ibu Palsu
9 BAB 08 - Kekasih Yang Mencinta
10 BAB 09 - Pak Bima dan Rahasianya
11 BAB 10 - Lily Hilang
12 BAB 11 - Dosen Galak Bisa Senyum Juga
13 BAB 12 - Dua Lelaki Penguntit
14 BAB 13 - Keluarga Palsu
15 BAB 14 - Tragedi Pacar
16 BAB 15 - Semua Yang Tak Terduga
17 BAB 16 - Saya Mau Berhenti Kerja, Pak
18 BAB 17 - Dia Pacarku
19 BAB 18 - Cinta Murni
20 BAB 19 - Masih Mencinta
21 BAB 20 - Dingin dan Rapuh
22 BAB 21 - Larangan Cinta
23 BAB 22 - Bagaimana, ya?
24 BAB 23 - Jatuh Cinta Dengan Bima
25 BAB 24 - Saya Nikahin Kamu!
26 BAB 25 - Kalau Tidak Ada, Biar Saya
27 BAB 26 - Permintaan Maaf Dari Majikan
28 BAB 27 - Romansa Dua Pria
29 BAB 28 - Lelaki Sejati
30 BAB 29 - Masa Lalu yang Tak Pantas dimaafkan
31 BAB 30 - Ksatria dan Tabir Kebenaran
32 BAB 31 - Malam Pengakuan
33 BAB 32 - Bukti di Tubuhnya Terungkap
34 BAB 33 - Pria Malam Itu Adalah ---
35 BAB 34 - Isak Tangis dan Derita
36 BAB 35 - Kita Berpisah
37 BAB 36 - Jangan Lupa Jalan Pulang
38 BAB 37 - Melepaskan, Mengikhlaskan
39 BAB 38 - Penyambung Ikatan
40 BAB 39 - Obrolan Malam-malam
41 BAB 40 - Perasaan Yang Sesungguhnya
42 BAB 41 - Rebutan Pria
43 BAB 42 - Perasaan Yang Mulia
44 BAB 43 - Patah Hati dan Bahagia
45 BAB 44 - Ketemu Camer
46 BAB 45 - Calon Mantu Dan Restu Ibu
47 BAB 46 - Trauma Orang Tua
48 BAB 47 - Luka di Usia Belia
49 BAB 48 - Keputusan Yang Harus Diambil
50 BAB 49 - Mang Koes
51 BAB 50 - Tuntutan Kebenaran
52 BAB 51 - Ikatan Ibu dan Anak
53 BAB 52 - Luka
54 BAB 53 - Ingatan Untuk Orang Asing
55 BAB 54 - Kabar Baik Kabar Buruk
56 BAB 55 - Tes DNA
57 BAB 56 - Rasa Benci dan Hormat
58 BAB 57 - Mengungkap Tabir Tentang Jafar
59 BAB 58 - Lelaki Jahat
60 BAB 59 - Dikta
61 BAB 60 - Cinta Gila
62 BAB 61 - Rusak Persahabatan Karena Cinta
63 BAB 62 - Laki-Laki Tegas
64 BAB 63 - Lily Tiada?
65 BAB 64 - Hasil Tes Keluar
66 BAB 65 - Maaf
67 BAB 66 - Impian Di Taman Surga
68 BAB 67 - Permintaan Terakhir
69 BAB 68 - Kata Nikah Terucap
70 Kabar Nove(l)mber 🩷
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 00 - Gerbang Cerita
2
BAB 01 - Pria Asing di Malam Perayaan
3
BAB 02 - Benih Dari yang Tak Dikenal
4
BAB 03 - Profesor Galak dan Calon Ibu?
5
BAB 04 - Proposal Jadi Ibu
6
BAB 05 - Kesalahan Atau Bukan?
7
BAB 06 - Malam Pertama di Rumah Majikan Baru
8
BAB 07 - Hari Ini Menjadi Ibu Palsu
9
BAB 08 - Kekasih Yang Mencinta
10
BAB 09 - Pak Bima dan Rahasianya
11
BAB 10 - Lily Hilang
12
BAB 11 - Dosen Galak Bisa Senyum Juga
13
BAB 12 - Dua Lelaki Penguntit
14
BAB 13 - Keluarga Palsu
15
BAB 14 - Tragedi Pacar
16
BAB 15 - Semua Yang Tak Terduga
17
BAB 16 - Saya Mau Berhenti Kerja, Pak
18
BAB 17 - Dia Pacarku
19
BAB 18 - Cinta Murni
20
BAB 19 - Masih Mencinta
21
BAB 20 - Dingin dan Rapuh
22
BAB 21 - Larangan Cinta
23
BAB 22 - Bagaimana, ya?
24
BAB 23 - Jatuh Cinta Dengan Bima
25
BAB 24 - Saya Nikahin Kamu!
26
BAB 25 - Kalau Tidak Ada, Biar Saya
27
BAB 26 - Permintaan Maaf Dari Majikan
28
BAB 27 - Romansa Dua Pria
29
BAB 28 - Lelaki Sejati
30
BAB 29 - Masa Lalu yang Tak Pantas dimaafkan
31
BAB 30 - Ksatria dan Tabir Kebenaran
32
BAB 31 - Malam Pengakuan
33
BAB 32 - Bukti di Tubuhnya Terungkap
34
BAB 33 - Pria Malam Itu Adalah ---
35
BAB 34 - Isak Tangis dan Derita
36
BAB 35 - Kita Berpisah
37
BAB 36 - Jangan Lupa Jalan Pulang
38
BAB 37 - Melepaskan, Mengikhlaskan
39
BAB 38 - Penyambung Ikatan
40
BAB 39 - Obrolan Malam-malam
41
BAB 40 - Perasaan Yang Sesungguhnya
42
BAB 41 - Rebutan Pria
43
BAB 42 - Perasaan Yang Mulia
44
BAB 43 - Patah Hati dan Bahagia
45
BAB 44 - Ketemu Camer
46
BAB 45 - Calon Mantu Dan Restu Ibu
47
BAB 46 - Trauma Orang Tua
48
BAB 47 - Luka di Usia Belia
49
BAB 48 - Keputusan Yang Harus Diambil
50
BAB 49 - Mang Koes
51
BAB 50 - Tuntutan Kebenaran
52
BAB 51 - Ikatan Ibu dan Anak
53
BAB 52 - Luka
54
BAB 53 - Ingatan Untuk Orang Asing
55
BAB 54 - Kabar Baik Kabar Buruk
56
BAB 55 - Tes DNA
57
BAB 56 - Rasa Benci dan Hormat
58
BAB 57 - Mengungkap Tabir Tentang Jafar
59
BAB 58 - Lelaki Jahat
60
BAB 59 - Dikta
61
BAB 60 - Cinta Gila
62
BAB 61 - Rusak Persahabatan Karena Cinta
63
BAB 62 - Laki-Laki Tegas
64
BAB 63 - Lily Tiada?
65
BAB 64 - Hasil Tes Keluar
66
BAB 65 - Maaf
67
BAB 66 - Impian Di Taman Surga
68
BAB 67 - Permintaan Terakhir
69
BAB 68 - Kata Nikah Terucap
70
Kabar Nove(l)mber 🩷

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!