"Tunggu, apa ini tidak teralu berlebihan?"
Aku melihat Federick tersenyum tulus. Bahkan untuk sekian lama, aku tidak pernah melihat seorang pria tersenyum seperti itu padaku. Dengan masih menggenggam tanganku, Federick melanjutkan perkataannya.
"Saya berniat untuk mendekati anda secara berlahan. Saya tau kalau saya terburu-buru, anda akan merasa tidak nyaman. Tapi saya ingin mengatakannya setulus perasaan saya saat ini."
"S- Saya ... " ucapku. Aku benar-benar tidak tau mau menjawab apa. Kali ini hatiku merasa goyah olehnya.
"Anda tidak perlu menjawabnya sekarang kok. Saya ingin lebih mengenal anda lagi. Saya juga ingin anda lebih mengenal saya. Sekarang kita bisa memulainya dari berteman bukan?" lanjutnya dengan penuh perasaan.
Benar, saat ini Federick hanya menyatakan niatnya untuk mendekatiku dan bukan berarti sedang menembak. Ya walaupun hampir mirip sih.
"Baiklah, saya mengizinkannya. Tapi bukan berarti saya menerima lho,"
Sepertinya inilah yang terbaik saat ini. Aku bisa mulai menjaga jarak darinya agar dia mundur dengan sendirinya. Federick, anda orang yang sangat baik, jadi aku tidak ingin menyakiti hatimu. Ketika kamu tau aku sudah punya anak, mungkin kamu tidak ingin melihatku lagi. Ugh! Jadi nyesek banget ya.
Wajah Federick langsung berubah menjadi sangat senang, dia bahkan menghela nafasnya. Sepertinya dia sungguh gugup saat mengatakan semuanya.
"Kalau saya sudah mendapat izin, saya akan berusaha lebih keras untuk anda!"
"Pffft, anda bisa pelan-pelan saja,"
"Tidak~ Kalau saya pelan-pelan, nanti bisa di tikung orang lain."
"Saya tidak punya tikungan kok," kayaknya dia mau coba tes aku nih.
"Tapi Federick, ini bukan salah satu dialog di novel lagi kan?" lanjutku sambil menggodanya.
"Hahaha, tentu tidak. Kali ini serius dari hati saya lho."
Kami beranjak pergi dari mall dan Federick mengantarku pulang. Sepanjang perjalanan suasananya seperti semakin akrab saja. Federick benar-benar ramah dan sering tertawa. Kadang aku jadi berpikir sangat nyaman berada di sisinya.
Jika saja aku bertemu dengan kamu duluan, apa mungkin kita bisa seperti ini sekarang? Kini Leon adalah yang utama untuk aku. Semoga kedepannya kamu benar-benar bertemu dengan wanita yang baik untukmu.
Ponselku tiba-tiba berdering. Aku mengeceknya dan itu adalah pesan dari Renata.
*Pesan dari Renata*
"Gill sayang! Sorry aku baru balas chat dari kamu. Aku sibuk dan sekarang baru pulang."
"Ngak apa. Kamu ke tempat tante? Tumben kamu ngak ke rumah,"
"Aku nginep di rumah mama. Besok juga aku ngak sempat ke rumahmu ya."
"Oke ngak apa. Titip salam untuk tante ya."
"Oke, bye. Aku beneran butuh istirahat,"
"Iya, iya. Istirahat gih,"
Aku selesai membalas pesan dari Renata. Dia benar-benar sibuk belakangan ini karena harus ke lokasi langsung untuk toko baru yang akan di buka.
Federick mengantarku sampai di depan rumah. Kali ini dia benar-benar memaksaku untuk menunjukkan jalannya walau pagi tadi kami bertemu di taman depan. Federick ikut turun dari mobil sambil membawa sesuatu.
"Gill, terimakasih sudah menghabiskan waktu bersama saya. Saya benar-benar senang."
"Tidak apa-apa, saya juga senang kok,"
Federick memberikanku sebuah bingkisan. Sepertinya ini barang yang dia beli tadi.
"W-wah, apa ini? Anda tidak perlu repot-repot," kataku sambil berusaha menolak hadiah darinya.
"Tidak, anda harus menerimanya. Ini tanda terimakasih saya untuk hari ini. Kalau tidak terima, saya akan merasa sedih lho,"
Ini pemaksaan secara halus namanya. Tapi kalau mau di tolak, aku ngak tega dibuatnya.
"Tapi anda kan sudah memberikan saya gelang ini,"
"Itu untuk tanda niat saya pada anda~"
Orang ini benar-benar susah ditolak! Kayaknya aku harus belajar banyak cara untuk menolak pria seperti dia.
"Kalau begitu, saya akan menerimanya. Terimakasih ya. Oh iya, apa anda mau masuk dulu?"
"Tidak, mungkin lain kali. Anda perlu istirahat juga habis jalan tadi. Kalau anda sampai sakit lagi, saya benar-benar akan merasa bersalah~"
"Hahaha! Sungguh, tolong jangan begitu. Saya ini tahan banting kok. Kalau begitu selamat malam, hati-hati di jalan,"
"Istirahat yang cukup. Selamat malam dan sampai berjumpa lagi,"
Federick kembali ke mobilnya dan beranjak pergi. Aku juga sudah harus masuk ke rumah, suhunya terasa dingin. Apa mau hujan ya?
Perjalanan pulang Federick.
Federick membawa mobilnya melewati taman depan perumahan. Dia melihat sebuah mobil hitam terparkir di bawah pohon di sudut taman yang membuatnya tidak asing dengan mobil itu.
G 2502? Bukannya itu plat mobilnya Vince? Apa yang di lakukannya di sekitar sini? ; ucap Federick dalam hatinya.
Vince baru beberapa waktu lalu kembali dari Hong Kong dan sepertinya dia tidak memiliki keperluan untuk datang ke tempat seperti ini menurut Federick. Menganggap itu cuma kebetulan, Federick tidak menanggapinya dan terus melaju.
Keesokan harinya.
Tidak tau teralu lelah atau apa, aku jadi bangun sedikit kesiangan. Rasanya benar-benar malas untuk memasak sekarang, tapi aku bebas karena memang tinggal sendiri. Tanpa sadar aku melirik ke arah gelang di pergelanganku. Federick benar-benar memberikan ini padaku.
"Gill, sekarang kamu dalam masalah. Federick benar-benar serius dan kamu harus menjaga jarak darinya supaya tidak menyakiti hati pria baik itu," ucapku pada diriku sendiri.
Sikapnya benar-benar berbeda dengan Oscar. Mereka sungguh seperti langit dan bumi. Federick benar-benar lembut dan penuh perhatian. Apa itu cuma modus cowok saja?!
"Sadarlah Gill! Ingat siapa kamu! Huff, kayaknya aku benar-benar kehabisan kata-kata deh," sambil menepuk-nepuk pipiku.
Walaupun dia tulus, pasti akan sulit menerima kalau aku sudah punya Leon.
Karena berpikir teralu rumit, kepalaku jadi sakit dan sekarang aku jadi lapar. Karena sudah terlanjur malas memasak, aku pergi ke depan perumahan untuk membeli beberapa makanan.
Aku keluar dan berjalan. Lingkungan di sini sangat nyaman. Aku benar-benar harus berterimakasih pada Tante Emila karena sudah menemukan lokasi seperti ini untukku. Dan lebih menyenangkannya lagi, cicilannya akan selesai dalam 4 bulan. Setelah itu, rumah ini akan terbeli atas namaku.
Wah, senangnya~ Habis lunas nanti mungkin aku akan ajak Leon tinggal di sini. Ya tapi kalau ibu mengizinkannya.
Keinginanku, aku ingin bisa seperti orang tua lainnya. Tinggal bersama anak sendiri. Melihat perkembangannya sewaktu kecil karena semua itu tidak akan bisa terulang lagi. Tapi apa dayaku yang merupakan single parent.
Aku masuk ke dalam toko makanan cepat saji. Aku membeli beberapa menu ayam dan kebetulan menu puding kesukaanku juga tersedia. Puding susu blueberry! Ini adalah puding terbaik menurutku.
Tiba-tiba aku merasa ada seseorang di belakangku dan benar saja sekarang dia berdiri tepat di sana. Aku pun langsung menoleh ke belakang.
"Anda suka puding ini juga?" ucapnya dengan tenang tepat di belakangku.
"V-Vince?!"
Hoi! Kamu buat orang kaget! Bisa-bisa kamu di sangka copet kalau berdiri di belakang orang seperti itu! Malah dekat banget lagi!
"Oh, Halo." lanjut Vince. Halo apanya?!
"Kenapa anda bisa di sini?" tanyaku. Karena sepertinya dia bukan orang sekitar sini, aku merasa aneh jika bisa bertemu dengannya di toko ini.
"Saya kebetulan lewat. Cuma melihat ada toko yang bagus dan di luar ada pajangan puding, jadi saya masuk dan bertemu anda."
Ucapannya benar-benar langsung ke inti.
Dia mengambil beberapa puding berbagai rasa dan membelinya. Aku sendiri juga membeli beberapa yang aku suka. Sepertinya dia tipe yang lebih banyak diam. Karena dari tadi wajahnya serius dan tidak berkata apa-apa lagi.
Kami keluar dari toko. Sepertinya dia tidak membawa mobilnya karena aku tidak melihatnya di area parkir.
"Saya antar pulang." ucap Vince dengan datar.
"H-Hah? A-apa?"
"Saya akan mengantar anda pulang,"
Lah, kok tiba-tiba? Apa aku ngak salah dengar? pikirku.
"Tidak apa-apa. Tidak perlu kok. Lagi pula rumah saya juga tidak jauh."
"Karena tidak jauh, makanya saya antar."
"Kalau pakai mobil, harus memutar lebih jauh. Nanti malah akan boros uang bensin."
"Saya tidak bawa mobil. Jadi jalan kaki saja,"
Ugh! Orang ini benar-benar ya! Kok dia maksa banget sih?!
"Aha ha ha... . Tapi sungguh kok, saya tidak perlu di antar."
"Jangan sungkan. Lagipula anda belum mengembalikan jaket saya kan?"
Kampret! Nih orang benar-benar nyebelin banget! Iya! Iya! Aku bakal balikin jaketnya kok!
"Y-ya... . Baiklah, anda bisa sekalian mengambil jaket anda, eh? Anda mau kemana?"
"Ayo cepat. Kita jalan kaki ke sana."
Dia langsung berjalan menuruni tangga duluan dan meninggalkanku di belakang sebelum aku memberikan jawaban setuju. Orang ini benar-benar cuek sekali!
Hei! Sebenarnya itu rumah siapa?! Kok malah kamu yang jalan duluan!
•
•
•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Dhina ♑
Author
2021-08-15
0
Dhina ♑
Boleh yaaaaa
2021-08-15
0
Dhina ♑
jawab sih Thor
2021-08-15
0