Rose And Orchid
Matahari bersinar dengan cerah di pagi hari ini. Embun yang terkumpul di setiap helai daun tanaman di teras menyisakan kelembapan hujan yang terjadi semalam. Udara yang dingin dan segar berlahan masuk melewati lubang angin yang berada di atas jendela.
Saat ini jam telah menunjukan pukul 07.15. Aku bangun lebih awal dan sudah selesai bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Aku menutup pintu kamar dengan berlahan agar temanku yang tidur tidak terbangun.
Namaku adalah Gill. Aku menjalani lembaran hidupku yang baru di kota ini sejak 2 tahun yang lalu dan untuk sekarang kehidupanku berjalan dengan normal.
Sambil berjalan ke arah dapur aku mengecek ponselku. Baru saja membuka pola kunci di layar, muncul sebuah notifikasi yang masuk.
TRING
Anda memiliki satu pesan baru yang belum terbaca :
"Selamat pagi! Leon tidak bisa tidur semalam. Hujannya lebat sekali dan petirnya sangat nyaring, apa disana juga hujan? Leon sudah belajar membuat buket bunga, jadi nanti akan Leon perlihatkan ya!
Oh iya, jangan lupa makan. Kata Nenek baik di rumah sebelah, kalau tidak makan nanti kurusan, kalau kurus jadi jelek!"
Setelah membacanya aku pun tersenyum. Anak yang sangat manis bukan?
Sesaat kemudian terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Seseorang keluar dari kamar sambil menguap besar, jalannya masih terhuyung-huyung karena mengantuk.
KRIEEETT ...
"Wah... kamu ngak siap-siap terlalu awal nih?" ujarnya sambil menggeser kursi dan duduk di meja makan. Rambutnya masih acak-acakan dan bahkan belum mencuci muka.
"Siap-siap lebih awal itu bagus. Kalau hujan lagi bisa repot, kamu mau aku bikinin teh?"
Dia pun hanya mengangguk setuju. Dengan menumpukan satu tangan ke meja, wajah mengantuknya tidak tertolong.
"Hoaaamm~ Kamu itu terlalu rajin Gill," ucapnya.
Orang yang berada di depanku saat ini adalah Renata. Sahabat dekat yang sudah bertahun-tahun aku kenal bahkan sebelum datang ke kota ini. Kami merupakan teman semasa kecil dan Renata adalah putri pemilik toko tempatku bekerja sekarang.
Aku membuatkannya teh hangat. Sambil mengaduk, aku menyadari kalau Renata sedang menatapku dengan wajah yang sangat serius.
"Hei Gill," ucapnya tak lama setelah itu.
"Hm?"
Aku meletakan cangkir di depannya. Aku kembali duduk ke kursiku dan menyeruput teh. Suasana menjadi hening sesaat karena Renata tidak melanjutkan perkataannya. Sambil tersenyum jahil, kini dia mulai berkata sesuatu.
"Gill, kita berdua pacaran saja yuk~"
"PUUHHH!!!! Uhuk, uhuk, uhuk, A-Apa?"
Aku terkejut dan tersedak, airnya terciprat kemana-mana karena aku tidak bisa menahannya.
"Hahaha!! Ihh jorok, airnya kena aku nih!"
"Lagian kamu ngomong apaan sih?!"
"Kita kan udah dekat banget, kamu juga ngak punya pacar sampai sekarang dan aku udah bosen sama cowok~"
"Gila, aku ngak bakal ngikutin kamu. Hubungannya apa coba, aku masih normal tau!"
"Ya kali kan, hahaha!"
"Apaan yang kali, memangnya aku jeruk makan jeruk,"
"Eittss, aku bukan jeruk, aku kan lemon~"
"Iya lemon, mirip banget asemnya,"
Renata tertawa puas setelah mengerjaiku tapi tentu saja dia tidak serius dengan perkataannya. Renata ini tipe orang yang suka usil dan bercanda ; yaa walaupun terkadang itu bisa membuat tekanan darah menjadi naik.
"Habisnya aku kesal banget, semua cowok itu sama saja!" ucapnya lagi dengan sekali meneguk habis teh dalam cangkirnya.
"Ya iyalah sama. Namanya juga sudah cowok, C-O-W-O-K dengan lima huruf~" ucapku sambil sedikit mengerjai balik.
"Ah, kamu ini begitu deh. Kalau itu aku juga tau,"
"Hahaha, terus maksud kamu mau yang bagaimana?"
"Aku mau yang beda, hehehe. Jadi aku ajak kamu pacaran saja deh biar ngak samaan terus, hahaha!"
"Dasar sinting kamu, habis obat ya?"
"Pfftt! Gila dari tadi aku di sumpahin mulu, nanti malah kasihan kamunya yang dosanya nambah karena marahin aku terus,"
"Omong kosong, adanya kamu yang kena karma sudah menyiksa orang pagi-pagi buta,"
"Hahaha! Aku kan anak yang baik hati dan tidak sombong, karma pun akan sayang sama aku~"
"Karma baik sih mending, kalau karma buruk gimana tuh,"
"Idih, tega banget kamu, hahaha!"
Renata sering menginap di rumahku walaupun sebenarnya dia sendiri memiliki apartemen pribadi. Kadang dia seenaknya keluar masuk seperti halnya rumah sendiri.
Berada di sisi luar perumahan elit, kompleks Maple E5 ini merupakan lokasi tempat tinggal yang lumayan bagus. Aku membelinya satu tahun lalu sambil membayar cicilan setiap bulannya.
Harganya memang lumayan, aku harus menabung mati-matian dan mencari penghasilan tambahan dari menjual hasil desainku kepada beberapa agen online atau ikut beberapa event terbuka.
Aku tinggal sendirian disini dan keluargaku berada jauh di kota lain. Dengan alasan tertentu, aku memilih untuk pergi jauh dari kampung halaman. Berterimakasih pada Renata dan ibunya, aku jadi mendapat banyak kemudahan saat pindah kesini.
"Gill~ teh ku sudah habis, buatkan lagi ya~"
"Buat sendiri saja sana,"
"Aku ngak bisa. Teh buatanmu itu yang paling enak jadi aku mau minum buatanmu~"
"Jangan manja deh,"
"Huhuhu hiks, kamu sudah ngak sayang lagi sama aku," pura-pura menangis.
Renata memiliki darah campuran. Ayahnya merupakan orang asal Belanda sedangkan ibunya merupakan orang Indonesia. Saat orang tuanya bercerai, ayah kandung Renata kembali ke Belanda meninggalkan Renata dan Ibunya di Indonesia.
"Ahhh... ngomongin soal itu, semalam aku tidurnya nyenyak banget. Kayaknya aku mau pindah kesini saja deh," ujar Renata kemudian sambil meregangkan tubuhnya.
"Bukannya apartemen kamu ngak ada orang? Kalau pindah kesini, itu apartemen mau diapain? Lagian kamarnya cuma satu doang," ucapku dengan berbalik untuk mencuci cangkir.
"Aku kan bisa tidur bareng kamu. Kita sudah jadi sahabat yang bagaikan kepompong,"
"Ngak ada kepompong yang tidurnya kayak kamu, ngak bisa diam dan ujung-ujungnya malah aku yang tidur di lantai,"
"Hahaha, nanti aku beli kasur lagi deh,"
"Ngak muat, kamarnya sudah sempit,"
"Begitu banget kamu sama aku, sedihnya hatiku ini, huhuhu,"
"Jangan akting deh, ngak mempan sama aku,"
"Gini-gini aku juara akting drama sekolah lho, hahaha!"
Renata tau bahwa aku tidak serius menanggapinya dan dia tertawa lepas. Setelah itu Renata terdiam, ekspresi yang terlihat sedang kesal keluar dari wajahnya.
"Kenapa? Tante Emila berkunjung ke tempatmu lagi?" ucapku.
"Kamu ini sudah kayak penyihir saja ya, padahal kan aku belum bilang apa-apa,"
"Semua sudah tertulis jelas di wajahmu," tambahku.
"Kamu kira aku papan tulis, bisa tertulis jelas? Haaa... memang iya~ Mama datang lagi ke apartemen dan kayaknya aku sudah ngak kaget lagi deh dengan kunjungan dadakannya itu," ucap Renata cemberut. Wajahnya jadi cuek dan bibirnya langsung ditekuk.
Sebelumnya aku sudah tau kalau hubungan Renata dengan ibunya jadi sedikit tidak begitu baik. Tante Emila terus mendesak Renata untuk menikah dan Renata dengan jelas menolak itu.
Renata kan baru berumur 27 tahun, menurutku belum terlalu tua juga sih untuk nikah. Tapi memang kasihan kalau di desak terus
BRUKK!!
( aku terkejut! )
"Gill! Kamu juga pasti tau kondisi aku gimana kan?! Yaa aku tau sih niat mama baik, tapi aku belum mau nikah! Terus kamu tau ngak yang paling gilanya, minggu kemarin mama malah ajak aku ke biro jodoh!"
Seketika Renata memukul meja dan hal itu sontak membuatku terkejut. Dia tiba-tiba saja emosi ; untung cangkirnya sudah aku pinggirkan tadi
"Huhuhu bagaimana dengan nasibku ini.... Para mantanku juga pasti akan mengejek kalau tau aku ke biro jodoh. Tidak... masa aku harus nikah muda dan kalaupun jadi mama muda, aku mau jadi mama muda cantik yang berkualitas!" ucap Renata pada dirinya sendiri.
Kayaknya anak ini sudah stres level tinggi. Mau di biarin kasihan, mau di tolongin juga aku ngak tau caranya
Saat aku sedang menghibur Renata yang menangis dengan menepuk pundaknya, terdengar suara bel pintu yang berbunyi dari luar.
TING TONG
"Siapa itu? Hiks, pagi-pagi begini kamu sudah dapat tamu saja Gill." kata Renata sambil mengelap hidungnya.
"Ngak tau juga sih. Perasaan aku ngak pernah punya tamu lain selain kucing cengengku ini deh. Nih tisu buat lap ingus kamu,"
"Kamu ngeledek aku ya," balas Renata dengan menatap tajam.
"Pffft, ngak kok. Sudahlah, aku coba cek sebentar dulu,"
Aku berjalan menuju ruang tamu kemudian mengintip dari lubang intip yang ada di pintu. Aku melihat seorang pria yang memakai kaos hitam bergaris kuning. Wajahnya asing, aku tidak pernah bertemu dengannya.
"Siapa? Kok pintunya ngak dibuka Gill?" tanya Renata penasaran.
"Aku ngak kenal, didepan ada cowok asing Ren," jawabku.
"Jangan-jangan pacar kamu ya? Cieee pake acara pura-pura ngak kenal segala," ucap Renata dengan kejahilannya yang sudah kembali.
"Jangan aneh-aneh deh kamu,"
TING TONG
Bel pintu kembali berbunyi dan pria itu masih menunggu disana walaupun tidak ada respon dari dalam rumah. Renata yang merasa penasaran pun datang menghampiri.
"Coba aku lihat juga. Siapa sih pria ganteng diluar sini,"
"Yeee tau dari mana kamu? Lihat saja belum tapi bisa bilang dia ganteng?"
"Iss iss iss, kamu sih ngak tau apa-apa. Gini-gini aku punya sensor cowok ganteng. Sekali menjentikkan jari dan klik! Aku sudah bisa tebak dia ganteng atau ngak," guraunya.
"Kebanyakan mimpi kamu. Hoi sadar hoi,"
"Bwahahaha! Ngak mendukung banget sih kamu. Teman macam apa ini. Sudah-sudah, coba aku lihat,"
Renata memintaku bergeser dan dia memastikannya sendiri.
"Hmm... eh? Lho bukannya itu dia?"
"Ng? Siapa Ren?"
•
•
•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
@Lala
hahahahahahahahahahahahahahahahahahaahahahahaahahahahaha
2021-11-29
0
Dhina ♑
Penambahan dukungan
karena penilaian berubah
2021-08-15
0
Bayangan Ilusi
Hai.. Salam kenal dari Pengagum Rahasia Senja, Thor..😊
Jika berkenan, mari saling dukung🤗
2021-05-06
0