Untuk menghibur diri, aku sering membaca komik dan novel yang membuatku tertarik. Beberapa judul sudah aku masukan daftar favorit dan salah satunya adalah Novel itu berjudul "Bunga Berbicara".
Aku mengikuti penulisnya di salah satu laman online aplikasi Nine Chat dan karyanya yang satu ini membuatku sangat tertarik.
"Apa kamu tau novel yang sering aku baca Ren?" ucapku.
"Huh? Tentu dan apa hubungannya dengan itu?"
"Kalau kamu tanya seperti apa kisah asmaraku, itu kisah yang sama persis dengan tokoh Naonie."
Aku sengaja menggantung ini untuk memicu rasa penasaran Renata semakin tinggi. Dia sering melihatku membacanya sehingga pada akhirnya Renata ikutan karena penasaran.
"Naonie... Naonie... bukannya itu teman si pemeran utama?" tanya Renata.
"Yups. Benar sekali" jawabku.
"Kamu mau ngerjain aku ya Gill? Aku tau kamu suka banget sama cerita itu tapi masa kisahnya bisa sama banget? Ceritanya si Naonie ini kan penyuka sesama jenis dan dia jatuh cinta pada sahabatnya yang telah menikah dengan keponakan raja.......... ASTAGA!!! Kamu penyuka sesama jenis?!!!"
Renata berteriak kencang sekali karena terkejut setelah menyadarinya. Beberapa orang yang kami lewati langsung melihat dengan kebingungan.
"Stttt!!! Diam! Suaramu kencang banget!"
Aku segera membungkam mulutnya agar tidak berteriak. Renata memberontak dan langsung menjauhiku.
"Bilang kalau ini bohong!" sambil menunjukku dengan jari telunjuknya.
Lihat wajah paniknya itu, aku sungguh tidak tahan! Pffftt haruskah aku lanjut mengerjainya?
"Ehmm... jujur saja saat pagi ini kamu mengajak aku pacaran, hatiku ini sangat bahagia. Tapi apalah dayaku karena hubungan kita pasti akan menjadi hubungan yang terlarang." ( berakting dengan sempurna )
"K-Kamu!" ucap Renata yang semakin kaku.
"Demi kamu Ren. Aku sudah mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Alasanku tidak dekat dengan laki-laki adalah...."
"Cukup! Kamu pasti bohong! Semua itu pasti ngak mungkin!"
"Ren, kata-katamu menyakitiku. kamu ngak percaya sama aku padahal kamu sendiri yang bilang bisa tidur sekamar denganku dan kita sudah sahabat yang bagaikan kepompong."
"I-Itukan beda! Ayolah ini ngak serius kan?!"
"Ren aku, .... pfft!"
"Kampret! Kamu ketawa!"
Dari awal aku memang tidak berbakat di bidang akting. Akhirnya aku keceplosan karena tidak bisa menahan tawa.
"Kamu ngerjain aku ya?! Gila jantungku sudah mau copot tau ngak!"
"Habisnya kamu penasaran banget dan lagian langsung percaya sih. Hahaha!"
"Sungguh teganya. Sandiwaramu itu menakutkan banget ...." sahut Renata lagi yang lemas karena kaget.
"Jangan khawatir karena aku masih doyan dengan roti sobek~" hibur ku.
"Aku nyaris ngak bisa percaya kata-katamu lagi. Aku syok Gill, syok banget,"
"Sudah, sudah. Ayo kita jalan lagi dan sembuhkan syok kamu dengan makan~"
Aku mengelus pundak Renata dan kelihatannya dia masih kesal karena kejadian tadi.
...****************...
Kafe Hello Morning
Aku dan Renata tiba dan kami langsung memesan tempat. Ternyata tempat ini lebih ramai daripada yang dibicarakan orang-orang. Saat aku berpikir tidak ada tempat, ternyata secara kebetulan ada meja yang baru saja kosong ; Lucky!
"Syukurlah kita dapat tempat~" ucap Renata yang semangatnya sudah kembali.
"Memang ya tempat baru itu selalu ramai." jawabku.
Renata memanggil waiters untuk memesan. Sambil menunggu, aku melihat keluar dan perhatianku tertuju pada sebuah taman kecil di luar sana. Sebuah taman yang disusun dengan cantik memanfaatkan berbagai tanaman bunga anggrek.
Bukankah ini jenis anggrek yang sama seperti ditanam oleh Ibu di rumah?
"Gill, Gill? Hei Gill!"
"Aah i-iya?!"
Aku terkejut karena sempat melamun. Renata ternyata sudah memanggilku beberapa kali dan aku tidak mendengarnya.
"Kamu mikirin apa sih? Aku udah panggil tiga kali tapi masih saja bengong. Kamu mau pesan apa?"
"Ahaa haa haa, maaf aku cuma kurang fokus. Boleh aku lihat menunya?"
Setelah selesai memesan, kami mengembalikan buku menunya. Renata dan aku membicarakan suasana kafe ini. Pelayanannya cepat dan tanggap. Tidak membutuhkan waktu yang lama, pesanan kami berdua sudah datang semua.
Sepertinya pemilik kafe ini pasti sangat selektif memilih pekerja dan juga sangat teliti. Dilihat dari dekorasi dan tata ruang, semua benar-benar disusun dengan rapi dan mendetail
"Wah aku kenyang banget, makananya enak-enak deh," ujar Renata setelah menghabiskan makanannya.
"Iya, tumben pilihan kamu bagus," ucapku mulai mengusili.
"Maksudnya biasanya ngak bagus gitu?" jawab Renata yang tau kalau aku sedang usil padanya.
"Duh, kayaknya aku kebanyakan makan deh dan sekarang perutku mules. Kamu mau iku aku ke toilet ngak?"
"Hm? Ngak ah, ngapain aku ikut. Perutmu itu responnya cepat banget,"
"Iya nih aduh, begini nih yang buat ngak enaknya"
"Baru saja makan dan sekarang sudah mau dibuang, kalau kata orang tua dulu sih keberuntunganmu bisa ikut terbuang lho, hehehe "
"Pakai acara ketawa lagi, bodo ah! Aku sudah mules banget, titip tas ya!"
Renata langsung bergegas ke toilet, sepertinya sudah tidak tertahankan lagi. Aku menyelesaikan makan siangku dan pikiranku mulai terhanyut.
Beberapa tahun yang lalu hidupku benar-benar hancur. Segalanya harus dibuang dan tidak bisa diubah lagi, bahkan aku hampir mengalami gangguan mental kalau tidak bisa sadar.
Hari ini, pekerjaan ini dan hidup ini bisa aku dapatkan lagi adalah karena kalian. Beribu terimakasih bahkan sepertinya tidak cukup untuk itu, tapi apakah aku pantas?
"Anggrek itu berkata, saat hujan aku menunduk agar tidak basah, saat cerah aku melihat ke atas untuk berkaca,"
Seseorang seperti sedang membacakan salah satu bagian percakapan dari novel yang biasanya aku baca. Aku menoleh ke samping dan melihatnya sudah berdiri di sini.
"Aah Anda Dokter Federick ya?" ucapku dengan bertanya.
Pria tinggi berkulit putih ini sepertinya adalah Dokter Federick yang menangani pemeriksaan rutin Tante Emila. Ingatanku samar-samar, tapi aku mengenali kacamata yang digunakannya sama seperti saat di ruang praktik.
"Ternyata memang benar Nona Gill ya, saya senang bertemu dengan Anda di sini," ucapnya lagi sambil tersenyum ke arahku.
"Wah, saya juga tidak menyangka akan bertemu dengan Anda di sini Pak Dokter,"
Aku menawarkannya untuk duduk, sepertinya dia juga baru sampai di sini. Dia orang yang sangat ramah juga untuk seorang dokter yang bekerja di rumah sakit besar seperti Rumah Sakit Pelayanan Gabriella (RSPG), Dokter Federick ini pasti orang hebat.
"Itu, apakah ucapan Anda tadi diambil dari dialog novel Bunga Berbicara?" tanyaku penasaran.
Sejauh ini jarang ada yang megungkapkan sesuatu secara tidak langsung lewat kata-kata dari bacaan. Bahkan Renata saja tidak mengerti dan mempertanyakan kenapa aku suka membaca novel atau komik, dia itu timnya menonton drama.
"Wah Nona juga membaca novel itu? Saya kira tidak ada yang tau lho ketika saya menyebutkannya tadi," ucapnya terlihat senang akan pertanyaanku.
"Sebenarnya saya juga menebak saja, soalnya saya pernah membaca dan masih mengingatnya,"
"Berarti ingatan Anda sangat kuat ya, Anda juga langsung mengenali saya tadi,"
"Aah, itu juga cuma kebetulan karena saya mengenali kacamata Anda,"
"Oh kacamata ini? Luar biasa padahal biasanya tidak ada yang mengingat ke bagian ini," ujarnya kemudian.
Dokter Federick melepas kacamatanya dan menggantungnya di bagian kancing depan kemeja yang dia pakai.
Wajahnya kini terlihat jelas dan ini untuk pertama kalinya aku perhatikan. Dia melihat ke arahku dengan tersenyum manis, ternyata dia sangat ehem, tampan menurutku.
Terutama senyumnya, memang ya kalau orang ganteng ditambah senyuman itu kadar gulanya tinggi banget
"Oh iya, bagaimana Anda tau kalau ini saya?"
"Hmm sebenarnya saya sedang mengunjungi teman, tapi ketika masuk saya tidak sengaja melihat Anda jadi sekalian saja saya sapa," jawabnya.
"Ohh ternyata begitu ya,"
"Sempat terpikir juga kalau seandainya saya salah orang, saya akan pura-pura bicara sendiri,"
"Pfft maaf, jadi itu alasan Anda menggunakan kalimat dari novel itu tadi?" kataku dengan sedikit tertawa kecil.
"Iya mungkin jadi terdengar aneh ya," ucapnya ikut tertawa.
"Kalau saya tidak tau novel itu bagaimana?"
"Ya paling tidak Anda pasti akan menoleh ke arah saya bukan?"
"Ya memang benar juga sih, astaga mungkin lain kali saya akan mencoba cara ini,"
Sepertinya dia orang yang menyenangkan, obrolan kami nyambung dan dia juga tidak kikuk. Kami jadi membahas soal novel karena kebetulan membaca judul yang sama
"Tempat ini sangat bagus dan hampir sama dengan yang tergambar di novel, apa jangan-jangan pengelolanya juga pembaca yang sama ya," kataku sambil melihat lagi ke arah taman kecil di luar.
Federick sepertinya tidak merespon perkataanku dan aku pun menoleh ke arahnya. Disaat yang sama mata kami tidak sengaja saling bertemu, sedikit terkejut dan kami jadi canggung.
Federick terdiam dan langsung mengalihkan pandangannya, terlihat sedikit bahwa telinganya memerah dan dia pura-pura memperhatikan sekeliling.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?! Suasananya jadi canggung banget dan aku ngak tau harus membahas apa. Dia juga terdiam begitu, ayolah Pak ngomong sesuatu
"Ehm, apakah Anda sedang tidak bertugas?" kataku yang mau tidak mau harus memecahkan keheningan ini.
"Aah iya, saya kebetulan sedang libur praktik,"
Itu saja? Dia hanya mengatakan itu dan kembali terdiam sementara aku pusing memikirkan topik pembicaraan. Situasi macam apa ini
"Apa nona suka makan di sini?" ucapnya kemudian.
Akhirnya dia yang memulai topik pembicaraan, kalau tidak aku bisa membeku karena keheningan ini
"Sebenarnya ini pertama kali saya kesini, makananya cocok dengan lidah saya dan sepertinya itu bisa masuk hitungan kalau saya suka,"
"Ternyata Anda menyukai masakan Asia yang direbus atau dikukus ya,"
"Iya itu karena rasanya tidak menyangkut di tenggorokan, tapi saya juga menyukai gorengan sih. Kalau Dokter Federick sendiri bagaimana?" tanyaku.
"Nona bisa memanggil saya dengan Federick saja, akan canggung kalau menyebutkan kata dokter bukan?" lanjut Federick yang kembali tersenyum ke arahku.
Ahahaha... astaga, senyum Anda cukup menggangguku karena rasanya silau banget
Kami kembali berbincang dan sesuatu yang aku ketahui bahwa Federick lebih menyukai masakan yang ditumis kering.
Tidak berselang lama kemudian, Renata kembali menghampiriku sehabis dari toilet. Sepertinya dia menyadari ada seseorang yang sedang bersamaku saat ini.
"Gill maaf buat kamu nunggu lama, tadi antriannya panjang banget. Ngomong-ngomong kamu lagi bareng siapa?" ucap Renata sambil memperhatikan Federick.
"Ren, kamu ngak mengenalinya?" tanyaku.
Renata memperhatikan, tapi sepertinya dia tidak bisa menangkap siapa yang sedang duduk bersebrangan denganku saat ini. Federick hanya tersenyum, sepertinya dia juga sengaja tidak langsung memperkenalkan diri.
"Aku ngak yakin sih, tapi kok rasanya pernah kenal ya? Gill kamu lagi ngerjain aku nih?" ujar Renata yang mencurigaiku.
"Apanya yang ngerjain, dia ini Dokter Federick yang di rumah sakit itu lho,"
"Halo apa kabar Nona Renata," jawab Federick kemudian saat aku memperkenalkannya.
"S-Serius?! Ya ampun aku beneran ngak ngenalin, astaga aku minta maaf Pak,"
"Tidak apa-apa kok, Anda tidak perlu meminta maaf. Bagaimana dengan kabar Nyonya Emila?"
"Mama sekarang semakin membaik, terimakasih juga karena semua berkat bantuan dari Dokter,"
Pada akhirnya kami duduk bertiga sambil mengobrol. Dengan sifat keingintahuan Renata yang besar, sepertinya Federick kewalahan untuk menjawabnya.
K**alau bareng Renata kayaknya ngak harus pusing cari topik pembicaraan deh. Aku jadi kasihan sama Federick yang bahkan belum sempat menjawab
DRRRTT DRRRTT
Ponsel Renata berdering dan dia pamit sebentar untuk menerima panggilan di luar. Federick langsung menghela nafas setelah itu.
"Pfftt! Sepertinya Anda kewalahan ya?" ucapku dengan menahan tawa.
"Saya hanya tidak menyangka ternyata Nona Renata begitu penasaran," ujarnya dengan tertawa kecil.
"Tapi dia juga orang yang menyenangkan untuk diajak bicara," kataku.
Tanpa sadar aku menunjukkan ekspresi yang begitu senang pada Federick. Dia melihatku dan tidak lama dia tersenyum sendiri.
"Nona juga orang yang menyenangkan,"
"A-Ah iya?"
Renata kembali setelah menerima telpon dan sepertinya ada hal yang mendesak kalau dilihat dari ekspresinya.
"Sepertinya kita harus balik lebih cepat Gill. Bagian pengiriman baru saja sampai dan minta konfirmasi pesanan, maaf nih kayaknya jam istirahatmu jadi berkurang," ucap Renata dengan sedikit tidak enak.
"Ngak apa kok Ren, lagipula jamnya juga sudah mau habis,"
"Aku minta maaf banget, nanti kapan-kapan biar aku ajak kamu kesini lagi ya,"
"Kamu tenang saja kok Ren, lagian tempatnya dekat. Bicara soal itu Dokter Federick aaa... maksud saya Federick, maaf sepertinya kami harus undur diri dulu,"
"Tidak masalah kok, kita bisa bertemu lagi lain kali," ucapnya dengan hangat.
Sekilas dari ucapannya, aku merasa kalau Federick ini sepertinya menyimpan sesuatu dan aku tidak tau apa itu
"Tenang saja Dokter Federick! Saya akan sering mengajak Gill kemari dan siapa tau akan bertemu dengan Anda lagi," ujar Renata dengan sangat bersemangat.
"Saya pasti akan menantikannya," jawab Federick dengan ramah.
Aku dan Renata akhirnya keluar dari kafe itu dan berjalan kembali ke toko. Saat ini Renata sedang menggodaku karena pertemuan dengan Federick tadi.
"Ehem, ehem, sekarang Gill sudah besar ya," katanya dengan nada yang usil.
"Apaan sih, ada-ada saja," jawabku dengan ketus.
"Gimana nih menurut kamu,"
"Menurut apanya?"
"Aaah anak ini, sudah diberi kode tapi ngak peka banget. Kayaknya Dokter ganteng naksir kamu deh, tadi saja curi-curi pandang,"
"Aku ngak perhatiin,"
"Serius ah! Respon dong Gill, respon! Kapan lagi bisa dekat sama cowok mapan dan ganteng banget kayak dia?" ucap Renata dengan semangat yang berkobar.
Bisa-bisanya Renata mengira begitu, aku saja ngak kebayang sama sekali
"Pfftt, kenapa ngak kamu saja yang incar dia?" balasku dengan nada bergurau.
"Yee, aku juga mikirin masa depan kamu. Masa kamu mau sendirian terus sampai tua, ingat sudah 23 dan tahun depan sudah 24 lho kamu," ujarnya dengan serius.
"Masih muda itu mah~"
"Muda sih muda, umur ngak bakalan nungguin tau,"
"Hahaha, ya kalau aku ngak tertarik mau bagaimana lagi,"
Saat kami sedang berjalan, aku seperti mendengar kalau ada yang memanggil namaku dan mengejar kami dari belakang.
"Nona Gill! Maaf, apa Anda bisa berhenti sebentar?!"
Federick mengejar kami, nafasnya menjadi tidak beraturan. Sepertinya dia berusaha menemukan kami sejak keluar dari kafe tadi.
"F-Federick, Anda tidak apa-apa?" ucapku dengan khawatir.
"I-iya saya tidak apa-apa, tadi saya melupakan sesuatu," ucap Federick sambil mengatur nafasnya kembali.
"Saya ingin memberikan Nona Gill ini,"
Federick memberikan aku sebuah kartu grup forum untuk aplikasi Nine Chat (NC). Disini bertuliskan ID resmi forum My Talking beserta kode undangannya.
"Kartu ini,"
"Ini kartu member khusus untuk forum My Talking di NC. Sebelumnya Nona mengatakan suka dengan novel bukan? Penulis dari novel Bunga Berbicara juga ada di forum ini, jadi Nona bisa berteman dengannya,"
Forum khusus yang pesertanya dibatasi itu?! Astaga, aku tidak tau darimana Federick mendapatkan ini tapi aku sangat senang bisa memilikinya
"Ini sungguh untuk saya?!" tanyaku untuk memastikan.
"Iya sungguh kok," jawabnya lagi.
"Wah Dokter Federick benar-benar baik, tapi Anda pasti lelah banget lari-larian untuk memberikan ini," kata Renata sambil menatap usil padaku.
"Tidak apa-apa, soalnya memang salah saya juga melupakannya tadi,"
"Saya sungguh berterimakasih! Saya sampai tidak tau harus bilang apa lagi karena senang,"
"Karena Nona menyukai itu, saja juga ikut senang kok,"
Setelah memberikan kartu itu Federick undur diri untuk kembali ke kafe. Aku tidak tau apa maksudnya, tapi aku benar-benar senang dengan hal ini.
"Cieee yang dapat hadiah dari calon gebetan~" goda Renata dengan berkata sangat dekat di telingaku.
"A-Apa-apaan kamu! Geli tau ngak?!"
Aku lupa kalau mahkluk iseng ini masih disini, habislah aku
•
•
•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Dhina ♑
Jangan sungkan untuk Like
2021-08-15
0
BELVA
mampir kembali di karya novel
#gadis imut diantara dua raja
mksh ya ka
2021-01-22
0
alien
like
2021-01-22
0