Aku mendengarkan kisah yang Federick ceritakan. Sepertinya ini akan menjadi hal yang rumit baginya.
"Ya, surat itu dari seorang gadis yang seangkatan dengan saya. Namanya Mira."
"Apa dia sering menulis surat untuk anda?"
"Hmm, ya cukup sering. Dia memberikan beberapa surat dalam seminggu."
"Dia sungguh-sungguh bekerja keras ya."
"Ya, saya akui memang begitu. Kalau untuk fisik, dia memang... ehem, lumayan cantik,"
Hahaha, anda mengakuinya tuan~.
"Dia menghubungi saya beberapa kali. Kami sempat dekat dan mungkin beberapa kali kencan,"
Aku dengan serius memperhatikan apa yang Federick katakan. Kalau di lihat dari ekspresi wajahnya, dia tidak berbohong atau berusaha menyembunyikan perasaan sukanya.
"Pada akhir masa sekolah sebelum saya sempat mengungkapkan perasaan saya, dia menghilang begitu saja. Tidak ada kabar atau penjelasan apapun, mungkin pada saat itu saya jadi tau apa itu sakit hati dan rasa dicampakkan."
"Apa anda mencoba untuk mencarinya?" sebenarnya aku tidak enak juga menanyakan ini, tapi aku harus merespon yang Federick katakan.
"Hmm, iya. Saya berusaha mencarinya dengan mencari tau dari keluarga dan teman-teman terdekatnya. Tapi saya tidak menemukan jejak apapun."
"Maaf membuat anda harus menceritakan ini, Federick,"
Federick tersenyum padaku dengan sedikit menutupi kesedihannya. Aku mengerti apa yang dirasakannya saat ini, karena bukan hal yang mudah untuk bercerita tentang kenangan pahit. Tapi dia mulai menarik nafas kembali dan melanjutkan ceritanya.
"Satu tahun setelah saya berangkat ke Singapura untuk kuliah. Saat saya berumur 19 tahun, saya benar-benar tidak punya perasaan untuk menyukai seseorang lagi. Tidak tau kedengarannya aneh atau tidak semuanya menjadi tawar. Pada pertengahan Februari tahun itu, adik saya menelpon dan menyampaikan kabar bahwa dia akan segera menikah, dan wanita yang akan dinikahinya itu adalah Mira."
Sontak aku merasa terkejut mendengarnya. Aku secara refleks sadar dan merasa tidak enak hati karena Federick menyadari reaksiku. Bukannya ini menjadi suatu tragedi untuknya?
"Maaf, saya tidak bermaksud begitu..." ucapku padanya.
"Tidak apa-apa kok. Saya tau anda pasti terkejut mendengarnya. Setelah itu saya berusaha mendapatkan izin, dan terbang kembali kesini. Saat saya kembali, yang pertama kali saya lihat adalah Mira yang tidak berubah dari ingatan saya selama ini."
Federick, aku tau bagaimana rasanya hati anda saat itu. Wanita yang anda sukai tiba-tiba menghilang dan disaat yang sama dia akan menjadi adik ipar anda. Apakah ini salah satu cerita yang menyedihkan selain aku?
"Saya pernah mencoba meminta penjelasan padanya. Bahkan saya pernah tidak menyetujui pernikahan itu. Tapi saya juga sudah tidak bisa berbuat apa-apa karena Mira sudah mengandung saat itu,"
"A-apa?! T- Tunggu sebentar, maafkan saya. Jadi Mira sudah berhubungan dengan adik anda saat dia menghilang? Dan ketika anda kembali setahun kemudian Mira sudah hamil? B-Bagaimana...?"
Kepalaku langsung dipenuhi pertanyaan. Wanita yang Federick sukai saat itu menjalin hubungan juga dengan adiknya?
"Ya saya juga tidak tau jelasnya bagaimana. Yang pastinya pada saat itu, adik saya harus bertanggung jawab. Saya juga tidak tau itu benar, maaf... benar anak dari adik saya atau bukan."
"Bagaimana dengan adik anda sendiri?"
"Dia meminta maaf pada saya dan ayah. Dia benar-benar menyesal karena telah terjatuh dalam godaan. Dia juga harus menanggung beban yang berat pada saat itu walaupun sebenarnya saya juga yakin adik saya bukanlah orang semacam itu. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur,"
"Ini pasti menyakitkan bagi anda menerima kenyataan yang pahit itu,"
"Ya memang ada benarnya. Saya sudah melupakannya dan saat ini benar-benar membenci Mira. Saat pernikahan mereka, saya berharap Mira benar-benar mau mendampingi adik saya. Tapi, setelah dia melahirkan anak, setahun kemudian dia kabur dengan pria lain, meninggalkan anaknya dan adik saya begitu saja,"
Wanita macam apa itu?!! Sungguh apakah dia berhak di sebut seorang ibu bagi anaknya dan apakah dia masih memiliki hati nuran dan harga dirii?! Astaga, aku jadi merasa tersakiti mendengarnya. Aku yang sendirian berusaha membesarkan anak yang ku lahirkan, tapi wanita ini malah membuangnya?!
"Ini sungguh kejam! Bagaimana dia bisa tega begitu?!"
Federick menghela nafasnya. Rasanya pasti sulit di percaya. Aku benar-benar merasa kasihan dengannya dan adiknya itu. Kehidupan mereka benar-benar dihancurkan.
Sorot matanya yang bersedih tidak bisa disembunyikan. Aku tau kedua perasaan yang hancur itu bersamaan, karena aku juga merasakan kepahitan yang tidak kalah menyedihkan dari itu.
"Kejadian itu juga sudah lama sekali. Sekarang saya memiliki kehidupan yang baik. Keponakan dan ayah saya sehat. Dan untuk adik saya, mungkin kehidupannya lebih berat, tapi sekarang dia sudah benar-benar bangkit. Bagi saya semua itu adalah yang terpenting sekarang,"
"Saya berharap yang terbaik untuk anda dan adik anda, Federick. Saya percaya suatu saat pasti akan ada kebahagian sesungguhnya yang kalian dapatkan,"
Federick terlihat lebih lega. Sepertinya bebannya sedikit terangkat karena bisa menceritakannya. Bahkan bagi seseorang yang belajar psikologi dan kedokteran juga, luka yang dialami sendiri tidak bisa disembuhkan oleh dirinya sendiri. Orang sepertinya juga sangat membutuhkan tempat bersandar.
"Terimakasih. Anda benar-benar pendengar yang baik Nona Gill,"
"Anda bisa bicara santai dengan saya. Anda bisa memanggil saya dengan Gill saja,"
Aku tidak tau apa yang mungkin dipikirkannya sekarang, tapi wajahnya sedikit berubah. Ekspresinya mulai terlihat cerah kembali.
"Gill, apakah anda tau saya sudah sering memperhatikan anda sebelumnya?"
"Y-Ya?"
"Saat anda menemani Nyonya Emila dan Nona Renata ke rumah sakit dan masuk ke ruangan saya, anda sudah mencuri perhatian saya,"
"Aha ha ha...B-Begitu ya?"
"Kesan pertama saya tentang anda adalah ekspresi anda. Ekspresi yang tidak bisa saya baca dengan pasti dan hanya bisa saya tebak. Melihat anda benar-benar tulus mempercayai dan menolong, tapi disisi lainnya ekspresi akan ketakutan dan kesedihan. Sama seperti saat ini, saya tidak bisa menebak perasaan hati anda sekarang,"
"Pfffftt!" Maaf aku tertawa! Astaga aku ngak bisa mengontrol diriku. Rasa geli di hatiku ini ngak bisa aku tahan lagi!
Aku mengerti maksud Federick itu bagaimana, hanya saja penyampaiannya itu terasa ya, sedikit aneh. Sekarang wajahnya Federick yang kebingungan itu sangat sempurna!
"A-Ah.. Apa ada sesuatu yang aneh?" Dengan tatapan bertanya-tanya, Federick memandangiku dengan kebingungan.
"Tidak, aduh maaf aku kelepasan. Tapi untuk kedepannya, ehem. Anda bisa bersikap senyaman mungkin. Anda tidak perlu berpikir keras atau menebak-nebak yang tidak pasti. Anda hanya perlu mengikuti arusnya saja,"
Federick sepertinya sedikit terkejut dengan yang aku katakan barusan. Sekarang matanya berbinar-binar dan mulai tersenyum lagi.
"Anda benar juga. Saya menyadari kenyamanan bersama anda,"
"Hahaha, jangan memulai lagi,"
"Saya serius kok,"
"Ckckck, saya akan pura-pura tidak mendengarnya~"
"Anda melukai hati saya lagi lho,"
"Orang yang hatinya terluka ngak akan tersenyum seperti itu, hahaha."
KRIINGG~
Suara lonceng yang terpasang di pintu berbunyi, sepertinya ada pelanggan lain yang masuk. Aku melihat seorang pria tinggi bersama seorang anak laki-laki menghampiri Federick.
"Wah! Paman Federick di sini!"
"Theodore? Wah, kok bisa kemari?"
"Aku datang sama paman Dilan ke sini. Soalnya ayah bilang mau mengurus dokumen katanya,"
"Wah, ayahmu benar-benar sibuk ya,"
"Federick, kok kamu tidak bilang mau kesini? Ah, bareng siapa nih kamu?"
Apakah ini keponakannya Federick? Mereka terlihat akrab dan dia memanggil Federick dengan sebutan paman. Dan juga pria tinggi ini melihatku. Sepertinya kami pernah bertemu, tapi dimana ya?
"Ehhh?!! Kamu nona yang di mall waktu itu kan?"
Aku baru ingat sekarang! Dia pria yang di toko pakaian waktu itu! Lah kok bisa kebetulan begini?
"Wah, saya tidak menyangka akan bertemu lagi dengan anda di sini," kataku.
"Kalian sudah pernah bertemu?" tanya Federick.
"Iya, aku ketemu sama nona ini waktu beliin baju buat Theodore, dia benar-benar kasih saran yang bagus!"
"Wah, jadi kakak ini ya yang bantuin paman Dilan? Terimakasih banyak kak, bajunya pas sekali lho!"
Federick memperkenalkan mereka padaku. Anak yang bernama Theodore ini adalah benar keponakannya dan pria yang kutemui sewaktu di toko pakaian itu adalah Dilan, sahabatnya Federick dan adiknya. Yang mengejutkan juga adalah, Dilan merupakan pemilik kafe ini. Mereka masih muda tapi karirnya sangat bagus! Apalah dayaku ini.
"Oke, maaf harus aku tinggal dulu ya, aku ada urusan sebentar. Nona Gill silahkan lanjutkan makannya ya dan Federick, titip keponakanmu itu ya!"
Dilan pergi meninggalkan meja kami. Sulit di percaya kalau mereka saling mengenal setelah aku bertemu secara acak. Ini kebetulan yang luar biasa.
"Sttttss...Paman, apa paman sedang kencan dengan kakak ini?" Theodore diam-diam berbisik pada Federick.
Nak, aku tidak tau apa maksud kamu, tapi aku denger lho barusan kamu ngomong apa! Jangan salah paham!
"Hahaha, iya. Tadi sore paman yang ajak kakak ini makan malam." Dia benar-benar bisa santai di tanyai begitu oleh keponakannya sendiri?!
"Sebenarnya aku sedikit kecewa lho paman tidak jemput aku di rumahnya paman Dilan. Tapi karena ini untuk masa depannya paman, jadi aku bisa memakluminya kok~."
Haaah?! Masa Depan?!! Nak kamu ngomong apa?! Ini ngak sesuai umur kamu! Sama sekali ngak sesuai, titik! Federick kenapa malah ketawa saja sih?!
"Aha haa haa... . Oh ya, namamu Theodore bukan? Aku dengar kamu akan kembali bersekolah?"
"Ah iya, kok kakak bisa tau?"
"Soalnya pamanmu pernah menceritakannya. Apa kamu mau coba ikut acara 'Daftar Acak Kado Natal' di tempat kakak bekerja? Kamu bisa mendapat kado bagus lho."
Tentu, Ini sudah menjadi rencana tahunan aku dan Renata. Kami akan memberikan kado acak kepada anak-anak.
"Sungguh?! Tapi apa tidak apa-apa kak?"
"Tidak apa-apa kok. Karena ini dilakukan setiap tahun untuk anak-anak sampai batas usia 14 tahunan. Dan pamanmu sudah berbelanja banyak, jadi aku yang akan memberikan tiketnya untukmu,"
"Wah, terimakasih banyak kak! Ini pasti seru karena aku belum pernah ikut acara seperti itu!"
"Aku senang kalau Theodore akan menyukainya. Untuk tiket acaranya akan di siapkan beberapa hari lagi."
"Apa hanya Theodore? Padahal saya lho yang sudah belanja banyak," *Saya tidak akan dapat kado nih?
"Untuk tuan Federick, anda sudah melewati batas usia~" Aku tidak tahan kalau tidak mengerjai Federick sekarang, hahaha!
"Ini jadi sedikit tidak adil ya," jawab Federick dengan nada kecewa yang dibuat-buat.
"Ckckck, pamanku yang malang~."
Dengan bayangan Federick dan Theodore yang terlihat sangat akrab dan suasana di antara mereka yang terasa begitu hangat, aku sedikit berharap seandainya aku membawa Leon sekarang. Aku jadi merindukannya.
Tidak lama kemudian, ponselku berdering. Aku mengambilnya dari ransel dan mengecek panggilan masuk. Ternyata ini dari Renata,
"Maaf, aku mengangkat telpon sebentar ya,"
"Halo?"
"Gill? Kamu sudah pulang atau masih sekitar toko?"
"Aku ada di kafe HM, ada apa Ren?"
"Kamu bisa ambilkan berkas data yang ada di ruang staf ngak? Aku butuh banget, nanti aku balik ke rumahmu. Kamu punya kunci kan?"
"Ah iya punya. Oke aku ambilkan ya."
"Thanks banget Gill! Aku bisa stres ngak bisa tinggalin kerjaan di sini. Nanti aku kabarin ya, bye."
"Iya, Bye."
Telpon dari Renata terputus. Aku harus bergegas kembali ke toko untuk mengambil dokumen yang diminta Renata.
"Apa ada masalah?" tanya Federick dengan sedikit khawatir.
"Um, Federick maaf, sepertinya saya harus pergi duluan. Ada hal yang harus saya ambil di toko."
"Baiklah, kalau begitu biar saya antar ya."
"Tidak apa-apa. Lagipula keponakan anda kan ada di sini tidak enak meninggalkannya sendiri. Saya juga mengenal kawasan ini jadi terimakasih sudah menawarkan,"
"Baiklah kalau begitu, hati-hati ya,"
"Sampai ketemu lagi kak, hati-hati di jalan!"
"Iya, terimakasih banyak ya. Sampai ketemu lagi."
Aku pamit dengan mereka dan beranjak pergi dari kafe. Aku harus segera bergegas kalau tidak ingin area gedung semakin sepi karena pertokoan sudah mulai tutup.
Sesaat setelah Gill pergi meninggalkan kafe.
"Paman, sepertinya paman harus lebih berusaha keras lagi deh,"
"Wah, kamu ini ya, hahaha. Memangnya kamu sudah paham?"
"Aku sudah sering baca di novel lho~"
( ....... )
Aku membuka pintu belakang toko dengan kunci yang ku punya. Aku masuk ke ruangan staf dan mengambil dokumen yang Ren minta dan memasukannya ke dalam ranselku. Setelah memastikan semua pintu terkunci, aku kembali keluar.
Jika aku berputar melewati jalan depan, jaraknya akan lebih jauh dan lampunya semakin gelap kalau ke sana. Semuanya menjadi lebih seram ketika kamu harus sendirian berlari di area gedung tutup yang sepi seperti ini! Rasanya sudah dalam acara uji nyali! Gila, kadang aku malah terbayang seperti ada sesuatu yang muncul! Bayangkan seramnya gedung luas yang sepi dan gelap... . Jangan dibayangin!
Jalur terdekat yang bisa ku ambil adalah lift yang berada di sebelah kiri gedung. Lift itu akan langsung mengarah ke parkiran lantai dasar tembus ke arah jalan besar. Akupun berjalan kearah sana. Rasanya kakiku berjalan semakin cepat saja kalau situasinya begini.
Saat aku menunggu lift terbuka, aku mendengar suara langkah kaki seseorang yang mendekat. Matilah aku! Siapa itu?! Pintu ayo terbukalah kumohon! Berkeringat dingin jadinya.
Dengan gugup aku menunggu pintu lift terbuka, dalam pikirku coba saja aku mengajak Federick tadi. Menyesalkan sekarang?! Aku pura-pura tidak melihat sekeliling dan fokus menghitung kapan liftnya akan terbuka.
"Gill?"
Seseorang memanggilku. Detak jantungku seperti berhenti! Kumohon menjauhlah dariku!
"Kamu Gill yang dulukan?"
Astaga, suara yang sepertinya telah aku kenal. Suara yang membuatku ingin menangis karena mendengarnya lagi. Kumohon kali ini jangan ...
"Oscar...?"
•
•
•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Dhina ♑
Dukungan
2021-08-15
0
alien
likee
2021-01-22
0
🍫Bad Mood 🍰
Hadir lagi, like lagi
2020-12-30
1