"Ha? Apa? Anda meminta saya apa tadi?"
"Saya menyuruh anda untuk menangis."
Apa pria ini terbentur sesuatu di kepalanya?! Kok ngomongnya ngak jelas begini?!
"Menangis bukan sesuatu yang salah. Saya yakin hati anda sedang bercampur aduk sekarang,"
"Maaf saya tidak mengerti maksud anda ini,"
"Bukankah anda tidak bisa mencurahkannya?"
"Kenapa anda bersikeras seperti ini?!"
"Tidak ada yang bisa anda lakukan sekarang. Saat ini juga saya yakin anak yang anda pertahankan itu adalah alasan utama anda hidup saat ini."
Leon... . Benar, masih ada Leon yang ingin aku bahagiakan. Kenapa pria ini tau? Aku kesal dengannya sekarang, tapi yang dia bilang juga benar.
Rasa ingin menangis yang ku tahan dari tadi akhirnyapun meluap. Aku sudah tidak kuasa lagi. Rasanya banyak beban yang menumpuk dan berat sekali.
Oh sial! Aku malah beneran nangis di depan pria yang bahkan belum aku kenal! Mukaku pasti kacau banget saat ini.
"Hiks... hiks..."
"Mau tisu?" sambil menyodorkan sekotak tisu dari dashboard mobilnya.
"Makasih,"
Aku kesal! Bisa-bisanya dia santai begitu! Aku merasa dikerjain! Orang ini serius ngebantu?!
Tidak lama itu, Vince mengantarku sampai di depan rumah. Aku turun dari mobilnya. Karena ini sudah teralu malam juga, aku tidak bisa menawarinya untuk masuk kedalam.
"Terimakasih banyak sudah mengantar saya sampai rumah,"
"Tidak apa-apa. Anda masuk saja, anginnya semakin dingin."
"Baik. Sampai jumpa."
Tanpa menoleh lagi, aku masuk kedalam rumah. Walaupun kepalaku berat, tapi kok rasanya aku lupa sesuatu ya?
Setelah Gill masuk kedalam rumahnya, Vince menutup kembali kaca mobil dan beranjak pergi.
Drrrttttt! Drrrrtttt!
"Halo?"
"Oii, Vince?! Kamu dimana? Kok ngak nyampe-nyampe sih?"
"Aku tersesat,"
"Kampret! Tersesat di mana kamu?! Theodore sampai ketiduran di kafe nih nungguin kamu!"
"Aku titip kamu bawa Theodore,"
"Apaa-apaan itu?! Ya sudahlah, aku minta Federick saja yang bawa Theodore. Aku juga udah mau pulang,"
"Ya,"
"Woi!! Ngomongnya cuma itu doang?!"
"Nanti aku telpon balik,"
"Terserah dah!"
Tuuutttt..... .
Vince menutup telponnya. Dia membawa mobilnya keluar dari area perumahan itu. Ekspresinya menunjukan sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Jadi perempuan itu namanya Gill ya. Ekspresinya aneh, siapa dia sebenarnya.
Keesokan paginya.
Pikiranku masih belum jernih karena semalam, tapi sekarang aku harus berurusan dengan masalah lain.
"Gill! Kamu menghilang kemana semalam?! Aku telpon kamu ngak diangkat, chat di NC juga ngak di balas!"
Sial! Aku lupa kalau semalam Renata mau datang ke rumah. Aku juga ngak sadar kalau ponselku berdering. Mati aku! Harus cari alasan apa?!
"Ren, kamu pagi-pagi datang cuman buat marahin aku doang nih?"
"Aku khawatir sama kamu! Kamu tau ngak aku nungguin sejam lebih di luar tapi kamu ngak pulang-pulang!"
"Ada sedikit insiden semalam,"
"Cih, kamu ya. Kamu bisa jelasin kenapa ada jaket cowok di situ?" Renata menunjuk kearah jemuran yang ku gantung itu.
Gawat! Aku lupa kalau aku gantung jaketnya Vince di sana!
"Kamu pulang sama siapa semalam?"
Renata menatapku dengan serius dan tajam. Ahh! Aku harus ngomong apa?!
"Gill, kamu habis kencan ya~."
Bukan!!!
"Hahaha! Kok kamu ngak bilang sih mau kencan sama seseorang? Jadinya aku kan ngak enak minta kamu ambil dokumen~."
"Kamu salah paham deh, aku ngak pergi kencan tau,"
"Cieeee, ngak usah di rahasiain deh. Siapa dia? Federick ya?"
"Bukan. Aku ngak sengaja ketemu mantan,"
"Hahaha!! Kamu mah begitu, ketemu mantan saja sampai ditutupin segala dari aku.... mantan? Apaaa?!!! Kamu ketemu mantan?!!"
"Kagetnya biasa saja kali,"
Aku menurunkan kotak obat dari rak atas. Bagaimanapun luka lecet di kaki dan tanganku harus di obati dengan benar kalau tidak mau ada infeksi nantinya.
"Gill!! Kakimu kenapa?! Kenapa lecet begitu?!"
Apa aku harus menceritakannya sekarang... . Tidak, di sisiku sekarang adalah Renata, dia orang yang bisa aku percayai bukan? Mungkin ini sudah saatnya aku jujur akan masalahku.
Aku duduk di sebuah kursi tidak jauh dari situ. Rasanya sangat berat untuk mengatakannya, tapi jika aku hanya seperti ini, selamanya aku tidak akan bisa bebas dari jeratan bayangan masa lalu.
"Gill, kamu kenapa? Apa ada sesuatu yang salah?"
"Ren, sebelumnya aku minta maaf karena tidak pernah bilang. Aku harap kamu percaya akan ini,"
Dengan memantapkan hatiku, aku mulai menceritakan semua kisah uang aku tutupi selama ini bahkan pada Renata. Masa lalu yang pernah terjadi, hubunganku dengan Oscar, bahkan kenyataan bahwa Leon adalah putraku. Pastinya ini akan sulit di terima.
"Gill.. Bagaiamana? Maksudku kenapa baru sekarang?"
Ekspresi Renata berubah. Aku tidak tau apakah itu menandakan dia marah atau kecewa padaku. Tapi aku sudah siap untuk semua yang akan diucapkannya.
"Ren, aku minta maaf karena tidak pernah cerita sebelumnya."
"Apa mama sudah tau?"
"Iya, Tante Emila yang bantu merahasiakan ini, aku juga sebenarnya,"
"Dasar Bodoh!!!"
Renata membentakku, wajahnya memerah dan dia langsung menangis.
"Kamu pikir aku apa?!"
"Ren, kamu.."
"Aku tau ini aku ngak ada hak dalam urusan ini, tapi kenapa sekarang kamu baru ngomong! Selama ini kupikir kamu ngak ada masalah apa-apa, kamu yang selalu bantu aku nyelesaikan masalahku tapi nyatanya kamu lebih menderita,"
"Aku pikir kamu baik-baik saja karena kamu ngak pernah cerita dan kamu ketawa terus, bahkan waktu kejadian Raian juga kamu masih begitu,"
"Maaf Ren,"
"Aku pikir kamu lebih dewasa walau aku lebih tua, aku selalu ngerepotin kamu tapi kamu ngak pernah ngeluh, tapi kita sudah kayak saudara kan?"
Renata mendatangiku dan langsung memelukku. Sontak saja air mataku langsung mengalir. Renata benar-benar mempercayaiku.
"Ren, makasih... . Aku..."
"Aku selalu mendukung kamu kok Gill, tapi ku mohon biar aku tau supaya bisa bantu kamu juga. Aku ngak mau cuma kamu yang ada untuk aku, tapi aku juga mau aku ada untuk kamu. Aku ngak punya adik atau kakak, jadi kamulah satu-satunya saudaraku,"
Maaf, maaf karena aku tidak cerita dari awal. Maaf juga karena aku ngak percaya sama kamu Ren.
Setibanya di toko.
"Waduh?! Mata kalian berdua kenapa?! Kalian habis nonton drama tadi malam?!"
Karena tadi pagi aku dan Renata menangis habis-habisan, mata kami berdua jadi bengkak banget. Sekarang hidungku juga masih mampet banget nih!
Tapi beban ku terasa lebih terangkat. Aku bersyukur Renata mendukungku dan mau membantuku melindungi Leon. Tuhan benar-benar mengirimkan aku sahabat yang luar biasa. Aku juga berjanji akan selalu di sisinya dalam keadaan apapun.
"Kampret kamu Nit, aku sudah acak-acakan begini malah kamu ketawain! Minta air dingin dong buat kompres mata," ucap Renata saat itu.
"Hahahah! Kalau kamu nangis sampai mata bengkak itu sih wajar buat aku Ren, pas kamu baru putuskan juga begini. Aku cuma bingung sama Gill juga bisa ikut-ikutan, nih air dinginnya,"
"Makasih, kamu ngak ada pengertiannya banget sih Nit,"
"Aku cuma kena sedikit insiden kok Kak Nita, makanya bisa begini."
"Aduh, kamu itu ya. Ren, kamu apaain Gill sampai ngikut jejakmu?!"
"Enak saja! Aku ngak ada sangkut pautnya tau!"
Yuanita terus mengerjai Renata, tapi aku terhanyut dalam pikiranku sendiri. Malam itu Oscar bertemu denganku di sekitar area ini, jika dia benar-benar nekat, dia pasti akan mencariku lagi.
"Gill, tadi Louis sempat cari kamu tuh. Katanya design katalog kamu sudah selesai dibuat, dan bagian pemasaran senang dengan hasilnya. Jadi selamat ya!"
"Wah, makasih Kak Nita, paling ngak urusannya sudah selesai satu jadi kita tinggal tunggu event natalnya."
"Bener nih, aku hampir lupa lho. Event kali ini bakalan di adain di Panti Asuhan Gabriella. Mama yang langsung nyusun agendanya,"
"Wah, kalau Nyonya Emila sendiri, pasti eventnya besar banget nih. Gill kamu udah ada rencana mau ngundang siapa? Seingat aku, kamu ngak bawa siapa-siapa lho. Padahal natal bersama, tapi kamu malah sendirian,"
"Emang kamu anggap aku apa Nit? Tahun lalu aku kan barengan sama Gill,"
"Ckckck, datang aja barengan, habis itu kamu malah pacaran sama siapa itu, aku lupa namanya,"
"Yah, aku sudah bawa rekomendasi sih,"
"Eh?!! Serius??!!"
Renata dan Yuanita serempak terkejut mendengar perkataanku. Jujur saja, tentu aku membawa seseorang, karena aku sudah mengundang Theodore kemarin malam.
"Kamu bawa dokter Federick?!" Yuanita langsung menembakku dengan pernyataannya.
"Ya bukan! Aku ngundang keponakannya Federick, dia kan anak-anak jadi bisa ikut berpartisipasi,"
"Ya ampun~ Kamu sampai kenalan sama keponakannya Federick?" Renata mulai menggodaku lagi,
"Aku cuma ngak sengaja ketemu kemarin malam di kafe,"
"Wah, kayaknya calon tante baru akan mengikat hati keponakannya dulu nih, hahaha!" Tawa Yuanita terdengar sangat puas,
Kamu ngak berencana bawa Leon? ; Renata berbisik padaku. Aku tau sebelumnya Renata juga sudah sangat sayang dengan Leon, tapi ini bukan saat yang bagus membawanya mengingat insiden kemarin.
Seseorang masuk dari pintu masuk. Pria dengan kaos merah dan bertubuh atletis mendatangi kami di dekat kasir.
"D-Dave?!!! Kok di sini?!"
Ahh, teman kencan butanya Renata. Aku hampir lupa dengan orang ini.
Mereka berbincang dengan riangnya mengabaikan aku dan Yuanita di sudut. Kayaknya hubungan mereka semakin baik deh.
"Temen kalau sudah punya pacar, pasti sudah lupa juga sama temennya,"
"Hahaha, itukan biasa kak,"
Triingg!!
Pesan di notifikasi ponselku berbunyi. Sepertinya ini dari grup di NC. Waduh! Aku lupa menambahkan nama pengguna Federick beberapa waktu lalu!
Aku membuka pola kunci dan melihat ada pesan baru di Grup. Akun dengan nama pengguna Sapu Lidi mengirimiku pesan. Sebenarnya ini siapa ya? Padahal ngak pernah chat tapi tiba-tiba kirim pesan? pikirku.
Aku pun mencoba untuk membacanya,
*Pesan baru dari Sapu Lidi ke Blue Owl.
Gill, aku mau kita bicara. Aku ngak mau kehilangan kamu, dan aku tau aku salah saat itu, tapi ku mohon beri aku kesempatan lagi.*
Sial! Apa-apaan pesan ini?!!
•
•
•
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Dhina ♑
Tambah lagi
2021-08-15
0
alien
jejak
2021-01-25
0
Fibrins Higa
jejak 🐾
2020-11-02
1