Ada yang berubah.
Biasanya jika ada kiriman, setelah beres urusan penerimaan dan penimbangan belut, Dara membersihkan diri lalu menyelesaikan pekerjaan di kantor. Atau mengurung diri di kamarnya.
Waktu pertama kali ada kiriman ular, Dara tampak hampir pingsan. Tubuhnya beringsut mundur menjauh. Kemudian matanya membelalak, tampak hampir muntah karena mual.
Sekarang, dia tampak lebih antusias justru ketika ada kiriman ular. Dia bangun lebih awal dari waktunya. Sebentar-sebentar melongokkan kepala, matanya memandang gerbang berkali-kali, seolah berharap pintu itu segera membuka. Jelas sekali dia sedang mengharapkan seseorang datang.
Pak Wira mengamati tingkahnya. Sejak kiriman ular kedua, Pak Wira melihat Dara sering mengulum bibir, menahan agar tidak ada orang yang melihatnya tersenyum.
Namun, Pak Wira melihat semuanya.
Dan tadi, Pak Wira hampir tidak percaya melihatnya berdiri di luar gerbang. Apalagi setelah melihat banyak jejak cupang di lehernya, mata Pak Wira melotot sampai hampir keluar dari rongganya.
Dara pasti telah pergi ke luar sejak semalam, dan dia baru pulang pagi ini! Apalagi, Pak Wira menyadari, betapa janggal cara Dara berjalan.
Hati Pak Wira meradang. Kurang ajar! Kurang ajar! Kurang ajar!
Ia telah kecolongan lagi.
***
Besok dan besoknya lagi, Dara selalu menyelinap diam-diam ke tempat Damar setiap menjelang maghrib dan kembali ketika mendekati dini hari. Kecuali ketika ada kiriman belut, Dara terpaksa harus tinggal dengan gelisah. Tetapi jika kiriman itu bercampur ular, Dara lebih tenang, sebab ia tahu Damar pasti datang.
Setiap kali bertemu mereka selalu bercinta habis-habisan, sampai tubuh Dara terasa rontok, dan sekujur badannya selalu dipenuhi berbagai macam warna lebam. Anehnya, ketika melakukannya, Dara tidak takut hamil. Terpikir pun tidak.
Tetapi setelah kembali ke rumah, ketika menatap cermin dan menyusuri bilur-bilur di seantero tubuhnya, Dara yakin, jika hamil, ia akan dengan suka rela mengikuti Damar. Seumur hidup bersama dengannya. Ia tak lagi memikirkan ingin mendapatkan uang, tak lagi berminat membangun karir.
Ia hanya ingin bersama Damar, selamanya.
Dara seolah hidup dalam dua dunia.
Dunia dimana ia harus menjalani kehidupan sehari-hari di perusahaan belut, dengan Siti yang semakin terang-terangan memusuhinya. Dan Pak Wira yang sikapnya semakin kejam, terutama setelah memergokinya pulang subuh itu.
Dan dunia penuh gelora hasrat bersama Damar yang membuatnya mabuk kepayang.
Namun, Dara tidak peduli. Selagi Oom Bernard dan Tante Mir belum kembali, ia akan terus menyelinap menemui Damar. Bahkan ia telah lebih berani.
Suatu kali ketika Siti lagi-lagi melontarkan kalimat sinis dan mengejek, Dara berbalik dan menjawab, sambil menatapnya lekat-lekat.
“Bukan urusan lo. Lo bukan atasan gue. Gue yang akan diangkat anak sama Oom Bernard. Dan suatu hari perusahaan ini gue yang akan kelola. Jadi, lo yang akan jadi bawahan gue. Ngerti?!”
Siti sampai ternganga saking terkejut. Bahkan kata ganti aku-kamu yang biasa Dara gunakan, sekarang telah berganti menjadi lo-gue. Wajar Siti sampai mematung, terpana dan bengong.
Sejak itu, Siti sudah tidak lagi melemparkan komentar-komentar jahat. Mungkin masih, tetapi hanya memaki-maki dalam hati. Dan Dara merasa puas.
Dara sendiri tidak mengerti mendapat dorongan keberanian dari mana. Mungkin, karena merasa sekarang ia memiliki pendukung, Damar.
Meskipun menghabiskan waktu bersama setiap malam, aura misterius masih meliputi Damar. Setiap pagi, Dara masih selalu terbangun seorang diri.
Malam berikutnya ketika Dara bertanya, “Mengapa kamu selalu meninggalkan aku sendirian setiap pagi?”
“Karena aku harus pergi.” Seperti biasa, kalimat Damar selalu singkat.
“Ke mana? Apakah ada pekerjaan lain selain di rumah Oom Bernard?”
Damar hanya tersenyum, lalu menciumnya dengan lapar, meraba dan meremas seluruh titik-titik kenikmatan yang membuat Dara merintih, menggelinjang dan melenguh. Sehingga Dara melupakan pertanyaan itu
‘Sudahlah, itu tidak penting. Yang penting, setiap malam aku masih bisa bersama denganmu.’ Dara bergumam dalam hati.
Ada sesuatu yang terus menerus menariknya, sesuatu yang membuatnya tidak bisa melepaskan diri. Meskipun ada banyak tanda tanya yang belum menemukan jawaban, Dara tidak pernah bertanya lagi.
Hubungan mereka semakin dalam, semakin penuh keintiman dan misteri. Dara seolah terjebak dalam jaring yang dipintal oleh Damar, semakin bergerak, jaring itu menjeratnya kian erat. Dara tidak bisa melepaskan diri.
Namun, di balik setiap pertemuan yang penuh gairah, ada kegamangan yang terus menghantui Dara. Sesuatu yang gelap, sesuatu yang berbahaya, yang bersembunyi di balik senyuman Damar. Entah apa. Dara hanya tahu, cepat atau lambat, ia harus menghadapi kebenaran. Dan sepertinya, itu bukan sesuatu yang menyenangkan.
Suatu malam, ketika berbaring dengan terengah-engah setelah mendaki puncak hasrat, Dara menatap Damar lekat-lekat, melingkar-lingkarkan jarinya di dada Damar yang telanjang.
“Kamu penuh misteri. Rahasia apa yang kamu sembunyikan?” Suaranya masih serak akibat berteriak-teriak menyerukan nama Damar tadi.
Damar menoleh padanya, dan lagi-lagi hanya tersenyum.
“Apakah suatu hari aku akan kehilanganmu?” Suara Dara penuh kekhawatiran.
Damar meremas tangan Dara yang menelusuri dadanya, dan menggeleng.
“Kamu bisa ikut denganku.” Lagi-lagi kalimat singkat yang tidak menjawab pertanyaan Dara.
“Benarkah? Aku bisa?” Dara mengangkat setengah tubuhnya dan meletakkan dagunya di dada Damar.
Damar mengangguk. “Katakan saja, kau ingin ikut denganku.”
Dara memekur, lalu menggeleng. “Saat ini, aku belum bisa. Lagi pula, kamu masih di sini bukan?”
"Aku di sini." Damar melahap bibirnya lagi, menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Dara. Lidah mereka saling mengait, saling menjelajahi seluruh rongga mulut. Hanya suara kecipak dua bibir yang terdengar di malam sunyi itu.
“Aku sangat suka menciummu. Aku ketagihan rasa bibirmu,” Dara berucap di tengah napasnya yang tersengal-sengal.
Mereka tidak pernah bercinta dengan lemah lembut, Damar selalu memperlakukannya bagai binatang buas yang kesetanan, walau awalnya kewalahan, Dara semakin menyukainya dan kian ketagihan, karena merasa dengan cara demikian bukan hanya tubuh mereka yang menyatu, melainkan jiwa mereka juga melebur jadi satu, tak terpisahkan.
Dan sikap Damar ketika mereka menyiapkan energi untuk hentakan-hentakan yang berikutnya, adalah kebalikannya. Dia memperlakukannya dengan lembut, seolah Dara adalah porselen halus yang mudah pecah.
Sikap panas dingin, ditambah kemisteriusan yang mengetuk rasa penasaran, telah membuat Dara makin tergila-gila. Bersama Damar, ia seolah kehilangan akal.
Damar telah mengatakan ia bisa ikut dengannya. Jalan mereka pasti tidak mulus, orang tuanya tidak mungkin bisa dengan mudah menerima Damar.
Namun, Dara telah memutuskan, ia siap menghadapi apapun yang akan terjadi. Bahkan jika ia kehilangan seluruh orang di dunia. Asalkan bukan Damar. Ia hanya butuh lelaki itu.
“Aku telah jatuh cinta padamu,” Dara berbisik lemah, setengah sadar karena menahan kantuk setelah pergumulan yang melelahkan.
“Damar, aku sangat mencintaimu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Reksa Nanta
waduhhh ... mulai tidak waras.
2024-10-09
0
Andriani
damar apa makhluk gaib
2024-09-19
0