10. Ancaman

Lidah Dara menjilati bibirnya sendiri, tangannya meremas dadanya bergantian dan menggelitik puncaknya yang mengeras. Ia menggelinjang dan melenguh, merapatkan dan menggesek pahanya.

Dara tidak puas. Menyentuh tubuh sendiri hanya seperti menggaruk gatal dari atas sepatu. Ia butuh sebuah kekuatan yang akan membuatnya melambung. Yang akan menghentakkan dan mendorong tubuhnya hingga ia lemas.

Namun, tidak ada jalan lain. Saat ini, hanya inilah pilihannya. Dara terus membelai, meremas dan menggosok seluruh titik-titik sensitif di tubuhnya dengan tangannya sendiri.

Bibir kecilnya sesekali terbuka dan mengeluarkan desah. Matanya terpejam, membayangkan wajah lelaki surfer itu. Pinggulnya bergerak maju mundur, perlahan, lalu semakin cepat. Hingga akhirnya… Dara terkulai lunglai, dengan napas tersengal-sengal.

Perlahan, mata Dara terbuka, berpikir ‘Mungkin aku sudah gila. Bahkan nama lelaki itu pun aku tak tahu!’

Lelaki itu bahkan bukan sosok yang selama ini dibayangkan akan dijatuhi cintanya. Cinta? Ah, terlalu dini untuk menyimpulkan ini adalah cinta. Lalu apa? Hasrat? Nafsu? Bagaimana mungkin sebuah hasrat timbul hanya dari tatapan. Mereka bahkan belum pernah bertukar satu patah kata pun!

Mata Dara nyalang hingga pagi. Ketika alarm di ponselnya berbunyi, yang menunjukkan waktu pukul enam, Dara bangkit dari tempat tidur. Ia meraih gayung berisi peralatan mandi, menyampirkan handuk di pundak, mengenakan sandal jepit, lalu berjalan perlahan menuju kamar mandi di area belakang.

Hari ini agak mendung, sehingga suasana temaram. Rumput tinggi di taman yang bergoyang masih tampak bagai makhluk tak kasat mata yang menggapai-gapai. Rumah masih sunyi, karena tidak ada kiriman dan tidak ada boss, wajar jika para pekerja bermalas-malasan.

Dara bangun karena memang ia tak tidur semalaman, juga karena rasa tidak nyaman di antara kakinya. Ia ingin segera membersihkan area kewanitaannya.

Begitu tiba di bagian belakang rumah, dekat dapur dan kamar mandi untuk karyawan, lampu kuning yang semula masih menyala tiba-tiba mati. Dara membiasakan diri dengan kegelapan.

Dan, ia terpekik.

Hampir saja gayung berisi peralatan mandinya terlempar.

Di sana, ada sosok yang sedang duduk diam. Jantung Dara seketika bagai tambur yang digebuk kencang, bagai ombak mengamuk, napasnya memburu. Siapa itu… apakah manusia atau bukan?

Perlahan, matanya mulai terbiasa dengan kegelapan dan penglihatannya mulai lebih jelas. Sosok itu bangkit diam-diam, dan wajahnya bergerak, memunculkan sebuah raut.

Pak Wira.

Ada apa Pak Wira duduk diam di kegelapan? Membuat jantungnya hampir copot saja!

Dara hampir curiga Pak Wira memang berusaha membuatnya mati kaget.

Tapi hari ini tidak ada kiriman apa-apa, tidak ada pekerjaan apa-apa. Untuk apa Pak Wira datang? Bahkan duduk diam-diam di area belakang sini, yang tidak biasanya dihuni, hanya dilalui jika ada yang mandi atau mengambil minum ke dapur.

Pak Wira meraih kruknya dan berdiri, lalu melangkah mendekatinya.

Tanpa sadar, Dara melangkah menjauhinya. Satu langkah Pak Wira maju, satu langkah Dara mundur. Sampai akhirnya, punggung Dara membentur dinding, dan ia tak bisa lagi mundur.

Namun, Pak Wira masih terus mendekat. Bahkan kini, wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Dara. Sebelah matanya yang bekas terbakar melotot, bola matanya hampir keluar. Baru kali ini Dara melihatnya sejelas ini, membuat tubuhnya menggigil ngeri.

“Heh, calon sarjana gagal!” Telunjuk Pak Wira teracung di depan wajah Dara, suaranya serak dan berat. “Kalau kepala lo ada isinya, pasti lo tahu pekerjaan di sini bukan buat lo. Cepetan mengundurkan diri, atau…”

Pak Wira sengaja menggantung kalimatnya. Matanya mengamati wajah Dara, seolah puas melihat gadis di hadapannya ketakutan, lalu tersenyum sinis. “Huh!”

Entah mendapat kekuatan dari mana, Dara penasaran dengan kelanjutan kalimat Pak Wira. “Aa… atau… aa… pa?” Terbata-bata, ia balik bertanya.

Pak Wira yang hampir pergi meninggalkannya, menghentikan langkah, lalu menolehkan sebelah wajahnya. Dari samping, profilnya tampak sangat buruk. Dara sekali lagi merinding.

“Atau… jangan menyesal kalo umur lo gak panjang.”

“Pak… Pak Wira… me… ngancam… saya? Akan saya… laporkan ke…”

“Lapor kalau berani!” Pak Wira berbalik cepat, lalu mencibir. “Gak akan ada yang percaya!”

Setelah itu, dia tertatih-tatih melangkah, suara kruknya berdetak-detak.

Dara tertegun di sana. Berpikir, apakah harus melaporkan ancaman ini? Pada siapa? Oom Bernard? Oom Bernard baru akan kembali ke Indonesia dua minggu lagi, apakah tidak terlalu lama menunda? Jangan-jangan, dalam dua minggu ia akan benar-benar telah menjadi mayat i dalam freezer box.

Papa. Ya, ia harus melapor pada Papa. Papa pasti punya jalan keluar. Dan itu bisa dilakukan segera.

Selesai mandi, Dara menelepon ke rumah.

“Papa, Dara takut. Di sini, semua orang bukan hanya tidak ramah sama Dara. Pagi ini, Dara juga dapat ancaman.” Tangisnya tak terbendung.

“Ancaman dari siapa? Bagaimana mengancamnya?” suara Papa terdengar waspada.

“Pak Wira. Dia… dia nyuruh Dara mengundurkan diri, atau bakal menyesal karena katanya umur Dara gak akan panjang.” Dara terisak-isak, menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi ranumnya.

“Apa Oom Bernard sudah menegaskan posisi Dara? Bahwa di sana, Dara bukan sekadar karyawan, tapi akan diangkat anak? Akan dijadikan penerus bisnis nantinya? Seharusnya para karyawan itu menghormati Dara.”

Dara menggeleng, lalu ketika menyadari Papa tidak melihat gelengan kepalanya, ia bersuara, “Enggak. Oom Bernard cuma mengenalkan Dara ke Tante Mir sama Siti. Cuma bilang kalau Dara akan pegang pembukuan. Gak ada pembicaraan tentang angkat anak atau dijadikan penerus bisnis.”

“Dara mau pulang. Huaa…” Tangis Dara pecah tanpa dapat ditahan. “Dara mau pulaaanngg…”

“Hm… begini saja, Papa akan cari sewaan mobil dan akan mengunjungi Dara ke sana. Papa juga akan bawa Mbak Halim buat menemani Dara di sana. Mereka harus memandang Dara dengan hormat, Dara bukan karyawan biasa. Dara tenang dulu ya?” Papa membujuk.

Mbak Halim telah bekerja hampir seusia Dara. Dialah yang mengasuh Dara dan kedua adiknya sejak kecil.

“Iya Papa, jangan lama-lama. Dara takut.”

“Sudah-sudah. Jangan menangis… Papa usahakan datang secepatnya.” Papa menutup telepon.

Dengan Papa berjanji akan datang, Dara agak sedikit tenang.

Yang tidak Dara ketahui, Pak Wira belum pergi. Diam-diam, dia menajamkan pendengaran, menguping di luar jendela kamar Dara. Pak Wira menangkap semua kata-kata yang Dara ucapkan pada ayahnya.

Terpopuler

Comments

Ridho Widodo

Ridho Widodo

pp Dara go blok

2024-09-09

0

lihat semua
Episodes
1 1. Dara
2 2. Tante Miranti
3 3. Ditinggalkan Oom Bernard
4 4. Pak Wira
5 5. Hari Pertama Kerja
6 6. Hampir Mati
7 7. Lelaki Misterius
8 8. Oom Bernard Kembali
9 9. Kiriman Ular
10 10. Ancaman
11 11. Obsesi
12 12. Penyelidikan Dara
13 13. Kecanduan
14 14. Jejak-Jejak Cinta
15 15. Kejanggalan Dara
16 16. Altar Dupa
17 17. Terjebak
18 18. Rawa Hutan Bambu
19 19. Ajal
20 20. Delapan Belas Tahun Yang Lalu
21 21. Misi Menjerat Majikan
22 22. Menyerahkan Diri
23 23. Siasat Licik
24 24. Rayuan Miranti
25 25. Malaikat Kecil
26 26. Awan Murni Yang Bersih
27 27. Rival
28 28. Anak Baru
29 29. Sesal
30 30. Damar
31 31. Kata-kata Tajam
32 32. Luka
33 33. Rencana Untuk Pergi
34 34. Mencari Kebenaran
35 35. Nasihat Bijak
36 36. Kecewa
37 37. Cinta Monyet
38 38. Kamu Di Mana?
39 39. Kehilangan Jejak
40 40. Pengakuan
41 41. Kasmaran
42 42. Hari-Hari Bersamamu
43 43. Buah Terlarang
44 44. Buah Dosa
45 45. Di Bawah Langit dan Disaksikan Bulan
46 46. Petaka
47 47. Manusia Hanya Bisa Berencana
48 48. Takdir Memang Tidak Adil
49 49. Tidak Akan Pernah Kembali
50 50. Rahasia Yang Terpendam
51 51. Teror
52 52. Gadis-Gadis Di Rumah Itu
53 53. Patah Arang
54 54. Benang Merah (Bab Ekstra 1)
55 55. Benang Merah (Bab Ekstra 2)
56 56. Benang Merah (Bab Ekstra 3)
57 57. Benang Merah (Bab Ekstra 4)
Episodes

Updated 57 Episodes

1
1. Dara
2
2. Tante Miranti
3
3. Ditinggalkan Oom Bernard
4
4. Pak Wira
5
5. Hari Pertama Kerja
6
6. Hampir Mati
7
7. Lelaki Misterius
8
8. Oom Bernard Kembali
9
9. Kiriman Ular
10
10. Ancaman
11
11. Obsesi
12
12. Penyelidikan Dara
13
13. Kecanduan
14
14. Jejak-Jejak Cinta
15
15. Kejanggalan Dara
16
16. Altar Dupa
17
17. Terjebak
18
18. Rawa Hutan Bambu
19
19. Ajal
20
20. Delapan Belas Tahun Yang Lalu
21
21. Misi Menjerat Majikan
22
22. Menyerahkan Diri
23
23. Siasat Licik
24
24. Rayuan Miranti
25
25. Malaikat Kecil
26
26. Awan Murni Yang Bersih
27
27. Rival
28
28. Anak Baru
29
29. Sesal
30
30. Damar
31
31. Kata-kata Tajam
32
32. Luka
33
33. Rencana Untuk Pergi
34
34. Mencari Kebenaran
35
35. Nasihat Bijak
36
36. Kecewa
37
37. Cinta Monyet
38
38. Kamu Di Mana?
39
39. Kehilangan Jejak
40
40. Pengakuan
41
41. Kasmaran
42
42. Hari-Hari Bersamamu
43
43. Buah Terlarang
44
44. Buah Dosa
45
45. Di Bawah Langit dan Disaksikan Bulan
46
46. Petaka
47
47. Manusia Hanya Bisa Berencana
48
48. Takdir Memang Tidak Adil
49
49. Tidak Akan Pernah Kembali
50
50. Rahasia Yang Terpendam
51
51. Teror
52
52. Gadis-Gadis Di Rumah Itu
53
53. Patah Arang
54
54. Benang Merah (Bab Ekstra 1)
55
55. Benang Merah (Bab Ekstra 2)
56
56. Benang Merah (Bab Ekstra 3)
57
57. Benang Merah (Bab Ekstra 4)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!