16. Altar Dupa

Dara duduk di kamar tidurnya yang sederhana. Di tangannya, ada sebuah foto. Dara memandangi foto itu dengan kening berkerut.

Pagi ini, ia mendapati foto itu terselip di bawah pintu kamarnya. Entah siapa yang menyelipkannya, antara Siti atau Pak WIra. Apa maksud mereka menyelipkan foto ini ke kamarnya, ia juga tidak mengerti.

Jika diamati lebih dekat, itu sangat mirip dirinya. Tepatnya, mirip penampilannya saat masih muda, ketika ia masih duduk di bangku SMP, sekitar usia empat belas atau lima belas.

‘Siapa gadis ini? Mengapa dia sangat mirip denganku?’ Benak Dara melontarkan ribuan tanya. Teka-teki tentang siapa Damar yang misterius tetapi mampu membuatnya tergila-gila belum terjawab. Sekarang, ada gadis ini.

Dara semakin yakin, ada sesuatu di rumah ini yang perlu ia ketahui.

Mengapa Pak Wira sangat membencinya dan terus menerus berusaha mengusirnya, itu juga sebuah pertanyaan yang harus dijawab.

Di hari ia dipergoki Pak Wira ketika pertama kali kembali dari pondok Damar, Pak Wira mendekatinya saat ia sedang duduk di tepi bak belut. Berpikir, jika dilihat-lihat, belut-belut itu imut juga. Saling tumpang tindih, berguling-guling malas, seperti dirinya jika enggan bangun, hanya menggeliat di atas tempat tidur tanpa berniat bangkit.

Dara tersenyum simpul, sambil sesekali meringis merasakan perih di area intimnya, yang masih mengeluarkan cairan cinta sisa semalam. Itu adalah pengalaman pertamanya. Wajar jika ia masih meremang memikirkannya.

Karena itu, ia perlu pengalihan agar tidak melamunkan itu terus, atau ia akan kembali berlari ke pondok Damar untuk meminta dan memohon. Lagi pula, jika siang Damar selalu tidak ada, sepertinya pergi untuk bekerja di tempat lain.

Tiba-tiba saja Pak Wira telah berdiri di sisinya. Dara tidak mendengar suara ketukan kruk yang beradu dengan lantai semen. Sepertinya Pak Wira berjalan sepelan mungkin, dan alas kruknya yang lepas telah kembali dilapisi karet.

Tangan Pak Wira yang kasar dan kuat memegang lengannya, membuat Dara tersentak menoleh. Pak Wira hampir memaksanya untuk mendengarkan.

“Lo gak punya tempat di sini!” Suara Pak Wira sedingin es. Matanya yang hampir keluar menatap setajam pisau, dengan intensitas yang membuat Dara bergidik.

“Pak, saya hanya mencoba bekerja,” Dara berusaha tenang, meskipun jantungnya berdebar sangat kencang, seolah memberontak ingin keluar dari kungkungan tulang rusuknya.

“Huh!” Pak Wira mendengkus. “Bekerja lo bilang? Itu apa? Apa dipikir gak ada yang bisa lihat?!” Pak Wira menunjuk leher Dara, yang walaupun berusaha ditutupi dengan kaos berleher kura-kura, tetap tidak sepenuhnya menutupi jejak-jejak kemerahan di sana. Apalagi, Pak Wira sudah melihatnya dengan jelas dan terang benderang ketika ia kembali tadi.

Dara hanya bisa menunduk, tidak tahu harus bagaimana bereaksi.

“Jangan dikira lo cuma satu-satunya!” Kalimat sinis Pak Wira membuat Dara mendongak.

“Pak Wira… kenal…?” Dara hampir melontarkan nama Damar, sebelum ia menelannya kembali. Pak Wira boleh berprasangka, tetapi Dara tidak boleh mengonfirmasi. Agar pertemuan berikutnya dengan Damar tetap bisa dilakukan. Begitu pikir Dara.

Lagi pula, itu pertanyaan bodoh. Tentu saja Pak Wira kenal Damar, bukankah mereka adalah rekan kerja?

“Gua kerja hampir dua puluh tahun di sini, hampir seumuran lo! Apa yang gua gak tahu?” Pak Wira kemudian menunjuk wajah Dara, hampir di depan hidungnya. “Kalau ada apa-apa, jangan bilang lo gak pernah dikasih peringatan.” Nadanya mengancam.

Lalu dia melengos, meninggalkan Dara yang termangu. Bukannya menjawab semua tanda tanya di kepalanya, Pak Wira justru semakin menambah kabut di teka-teki yang kusut, membuatnya kian karut.

Walaupun demikian, Pak Wira tidak melakukan apa-apa. Selain kata-kata tajam, dia tidak pernah memperlakukan Dara dengan kasar. Karena itu, Dara mengabaikannya, tetap pergi menemui Damar setiap malam. Dorongan untuk berjumpa dengan lelaki itu lebih kuat dari apa pun, Dara tidak mampu menepisnya.

Dan kini, foto di tangannya ini, Dara yakin pasti diselipkan Pak Wira. Pasti. Karena dari interaksi hampir dua bulan ini, sikap Siti lebih menunjukkan iri. Tetapi Pak Wira, sangat jelas berusaha membuatnya angkat kaki dari sini.

‘Tapi mengapa dengan cara menyelipkan foto?’ Dara berpikir keras. Mematung di tepi tempat tidurnya tanpa bergerak.

Tiba-tiba, entah sebuah ide dari mana, seolah ada bisikan gaib yang berbisik agar ia melangkah, Dara bangkit.

Kakinya bergerak ke arah rumah utama. Gedung mewah dimana biasa Oom Bernard dan Tante Mir tinggal. Selama ini, Dara hanya pernah berada di ruang makannya, ketika Oom Bernard memasak dan mengajak ia dan Siti makan bersama.

Dara tiba di gedung itu, mengedarkan pandangan. Ruang makannya terbuka, setelah itu adalah ruang tamu atau ruang keluarga. Dara melangkah masuk, di sekitar ruang keluarga, ada beberapa pintu yang tertutup. Sepertinya itu kamar-kamar tidur.

Tiba-tiba, seolah ada sebuah aroma yang memasuki penciuman Dara. Semacam bau dupa. Bukan semacam, ini memang bau dupa!

Mata Dara menelusuri tempat itu, dan berhenti di sebuah altar di ujung ruang keluarga. Meskipun Oom Bernard dan Tante Mir tidak ada, ada tiga dupa yang masih menyala di antara sisa-sisa batang dupa yang telah habis terbakar.

Itu baru dinyalakan. Siapa yang menyalakannya?

Dara mendekat.

Ia melihat, di balik buah-buahan persembahan, ada foto seorang gadis. Gadis yang sama dengan foto yang diselipkan di bawah pintunya.

Dara bingung. Bukankah Oom Bernard dan Tante Mir tidak memiliki anak? Lalu, siapa gadis itu? Dan mengapa diletakkan di altar? Apakah berarti gadis itu telah meninggal? Mengapa tidak ada yang pernah membahas atau memberitahunya?

Baiklah, yang lain tidak perlu memberitahunya. Tapi Oom Bernard, mengapa juga tidak pernah bercerita apa-apa tentang gadis itu? Apakah Oom Bernard ingin mengangkatnya sebagai anak karena ia mirip dengannya?

Tapi… jika gadis itu adalah anak mereka, mengapa Tante Mir bukannya menyambut dengan sukacita, malah selalu meliriknya dengan sinis?

Beribu pertanyaan berputar-putar di kepala Dara tanpa ia tahu harus bertanya pada siapa.

Dara membalikkan tubuh, mulai berjalan ke pintu-pintu tertutup itu. Mencoba mendorong salah satunya, tetapi terkunci. Ia beralih ke pintu yang lain. Dan ternyata, itu terbuka!

Haruskah ia masuk? Bukankah tidak sopan memasuki kamar seseorang tanpa izin, apalagi ketika pemiliknya sedang tidak ada?

Dara mematung di depan pintu itu. Ia sungguh bimbang.

Terpopuler

Comments

Susi Akbarini

Susi Akbarini

mungkim karena ank tirinya

2024-12-29

1

lihat semua
Episodes
1 1. Dara
2 2. Tante Miranti
3 3. Ditinggalkan Oom Bernard
4 4. Pak Wira
5 5. Hari Pertama Kerja
6 6. Hampir Mati
7 7. Lelaki Misterius
8 8. Oom Bernard Kembali
9 9. Kiriman Ular
10 10. Ancaman
11 11. Obsesi
12 12. Penyelidikan Dara
13 13. Kecanduan
14 14. Jejak-Jejak Cinta
15 15. Kejanggalan Dara
16 16. Altar Dupa
17 17. Terjebak
18 18. Rawa Hutan Bambu
19 19. Ajal
20 20. Delapan Belas Tahun Yang Lalu
21 21. Misi Menjerat Majikan
22 22. Menyerahkan Diri
23 23. Siasat Licik
24 24. Rayuan Miranti
25 25. Malaikat Kecil
26 26. Awan Murni Yang Bersih
27 27. Rival
28 28. Anak Baru
29 29. Sesal
30 30. Damar
31 31. Kata-kata Tajam
32 32. Luka
33 33. Rencana Untuk Pergi
34 34. Mencari Kebenaran
35 35. Nasihat Bijak
36 36. Kecewa
37 37. Cinta Monyet
38 38. Kamu Di Mana?
39 39. Kehilangan Jejak
40 40. Pengakuan
41 41. Kasmaran
42 42. Hari-Hari Bersamamu
43 43. Buah Terlarang
44 44. Buah Dosa
45 45. Di Bawah Langit dan Disaksikan Bulan
46 46. Petaka
47 47. Manusia Hanya Bisa Berencana
48 48. Takdir Memang Tidak Adil
49 49. Tidak Akan Pernah Kembali
50 50. Rahasia Yang Terpendam
51 51. Teror
52 52. Gadis-Gadis Di Rumah Itu
53 53. Patah Arang
54 54. Benang Merah (Bab Ekstra 1)
55 55. Benang Merah (Bab Ekstra 2)
56 56. Benang Merah (Bab Ekstra 3)
57 57. Benang Merah (Bab Ekstra 4)
Episodes

Updated 57 Episodes

1
1. Dara
2
2. Tante Miranti
3
3. Ditinggalkan Oom Bernard
4
4. Pak Wira
5
5. Hari Pertama Kerja
6
6. Hampir Mati
7
7. Lelaki Misterius
8
8. Oom Bernard Kembali
9
9. Kiriman Ular
10
10. Ancaman
11
11. Obsesi
12
12. Penyelidikan Dara
13
13. Kecanduan
14
14. Jejak-Jejak Cinta
15
15. Kejanggalan Dara
16
16. Altar Dupa
17
17. Terjebak
18
18. Rawa Hutan Bambu
19
19. Ajal
20
20. Delapan Belas Tahun Yang Lalu
21
21. Misi Menjerat Majikan
22
22. Menyerahkan Diri
23
23. Siasat Licik
24
24. Rayuan Miranti
25
25. Malaikat Kecil
26
26. Awan Murni Yang Bersih
27
27. Rival
28
28. Anak Baru
29
29. Sesal
30
30. Damar
31
31. Kata-kata Tajam
32
32. Luka
33
33. Rencana Untuk Pergi
34
34. Mencari Kebenaran
35
35. Nasihat Bijak
36
36. Kecewa
37
37. Cinta Monyet
38
38. Kamu Di Mana?
39
39. Kehilangan Jejak
40
40. Pengakuan
41
41. Kasmaran
42
42. Hari-Hari Bersamamu
43
43. Buah Terlarang
44
44. Buah Dosa
45
45. Di Bawah Langit dan Disaksikan Bulan
46
46. Petaka
47
47. Manusia Hanya Bisa Berencana
48
48. Takdir Memang Tidak Adil
49
49. Tidak Akan Pernah Kembali
50
50. Rahasia Yang Terpendam
51
51. Teror
52
52. Gadis-Gadis Di Rumah Itu
53
53. Patah Arang
54
54. Benang Merah (Bab Ekstra 1)
55
55. Benang Merah (Bab Ekstra 2)
56
56. Benang Merah (Bab Ekstra 3)
57
57. Benang Merah (Bab Ekstra 4)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!