Pak Wira mengayunkan langkah. Kruk kayunya yang beradu dengan lantai semen menimbulkan suara detak. Ia lupa melapisi lagi karet yang terlepas di bagian bawah kruknya. Ia sebal suara detak itu membuat orang menoleh, lalu biasanya ia akan menemukan sorot yang bermakna beribu macam. Membuatnya ingin memelototi mereka satu persatu agar enyah.
‘Huh.’ Ia menggerutu dalam hati, ‘Aku tak butuh belas kasihan kalian. Apalagi tatapan penghinaan!’
Ia mendorong gerbang tempatnya bekerja hampir delapan belas tahun ini. Sejak ia masih muda dan semua anggota tubuhnya masih utuh. Bahkan Tuan belum menikah dengan Miranti.
Ia mendengar, Tuan telah merekrut satu gadis muda lagi. Katanya calon sarjana yang terpaksa berhenti kuliah, dan cantik. Ia ingin melihat, secantik apa gadis ini, sampai Siti merasa perlu memberitahunya secara khusus dengan nada dengki. Gadis itu pasti sangat mengancam keberadaannya, padahal Nyonya sangat menyayangi Siti, meskipun Tuan tidak. Jadi seharusnya posisi Siti tidak terancam.
Langkah Pak Wira terhenti. Ia tertegun. Di tepi salah satu bak belut itu, berjongkok seorang gadis. Sedang mengulur-ulurkan tangan, mencoba meraih belut dari dalam bak. Rambutnya yang hitam lebat dan panjang bergelombang, menutupi sebagian wajahnya.
Hati Pak Wira berdesir. Gadis itu memiliki wajah kekanakan. Butiran keringat menghiasi hidung kecilnya yang tidak terlalu mancung. Meski mata gadis itu membelalak, tak menutup kenyataan bahwa kedua mata itu sipit.
Gadis itu mengenakan baju berlengan panjang, tetapi dari raut wajah dan lehernya, Pak Wira sudah menyimpulkan kulit gadis itu pasti putih bersih, bagai kulit para putri yang sering mandi susu.
“HEI, SIAPA KAMU?!” Pak Wira membentak.
Gadis itu terkejut dan menoleh, lalu mengulurkan tangan padanya. “Sa… saya Dara.” Dia berkata gugup.
Melihat wajah gadis itu, Pak Wira terkesiap, jantungnya berdetak kencang, dan rasa dingin merambat di tulang belakangnya. Ia mengabaikan tangannya yang terulur.
‘Pantas saja Siti merasa cemburu,’ pikirnya. ‘Bukan hanya pekerjaannya akan direbut, tetapi dari segi penampilan, jelas dia kalah telak.’
“Pak Wira, itu Dara. Dibawa Tuan kemari untuk mengurus pembukuan. Tidak ada urusan dengan belut.” Suara teriakan Siti dari jendela kantor membuyarkan pikirannya.
‘Jadi, namanya Dara.’ Pak Wira berkata dalam hati, menatap gadis itu beberapa jenak.
Pak Wira mendengus kesal, mengibaskan tangan ke arah Dara. Kemudian ia membalikkan badan dan berjalan pergi. Membiarkan Dara dengan kerut di tengah kening, dan bibir kecil merah muda tanpa pewarna miliknya setengah terbuka.
Dalam sepuluh tahun ini, telah beberapa kali Tuan merekrut gadis muda. Tuan selalu suka wajah-wajah model Dara. Sudah ada berapa orang? Pak Wira menghitung, tiga, Dara adalah yang keempat.
Yang seperti Siti tidak apa-apa, dengan kulit kehitaman dan hidung yang melesak sehingga sejajar dengan tulang pipinya, dan ketika mulutnya terkatup tampak sangat judes. Pak Wira memperkirakan, justru karena dia jelek makanya Nyonya menyayanginya, karena dianggap tidak akan ‘menggoda’ iman Tuan.
Namun, yang seperti Dara itu bahaya. Seharusnya sekarang Tuan sudah tahu. Kapan yang terakhir? Pak Wira mengingat-ingat. Mungkin dua tiga tahun yang lalu. Rupanya Tuan sudah lupa.
‘Aku harus mengusirnya.’ Pikir Pak Wira, ‘Jika tidak…’
“Dia pernah kuliah, orang pintar, calon sarjana, jadi Tuan mengambil pekerjaanku buat dia pegang.” Suara Siti yang mengulang informasi yang telah disampaikan di telepon tadi, membuyarkan pikiran Pak Wira.
Siti memutar bola matanya. Bibirnya tertarik ke bawah, suara sinis yang keluar dari kerongkongannya menunjukkan ini bukan sekadar informasi. Apalagi Siti mengucapkannya dengan lantang, sengaja agar Dara mendengarnya. Jelas dia marah, dan tentu saja iri.
“Sekarang malah aku disuruh ikut menimbang belut!” Siti menambahkan dengan geram, hampir menghentakkan kaki.
Rupanya Siti membenci gadis itu. ‘Bagus!’ Pikir Pak Wira. Siti bisa menjadi bala bantuan untuknya mendesak Dara untuk segera angkat kaki dari sini!
Gadis-gadis semacam Dara tidak akan membawa manfaat. Sebaliknya, hanya akan membawa kekacauan dan bencana. Terutama untuknya.
Tiga yang sebelumnya hanya mirip sekilas, dan ia berhasil mengusirnya dengan cara kasar atau halus.
Tetapi Dara…
Dia benar-benar lain. Seolah jelmaan seseorang. Pak Wira bahkan hampir pingsan ketika melihatnya pertama kali tadi. Sejenak Pak Wira sempat mengira itu adalah dia yang kembali.
Pak Wira mengusap kaki kanannya yang buntung. Menyentuh ujung buku-buku jarinya yang hilang sebagian. Dan kelopak mata kirinya yang terbakar hingga ia tak bisa memejam penuh, sehingga bahkan ketika tidur, ia tampak melotot sebelah.
‘Mungkin aku akan kehilangan salah satu anggota tubuhku lagi.’ Ia berpikir dengan getir.
Ia memang kehilangan satu per satu anggota tubuhnya di sini. Sejak kedatangan gadis-gadis yang direkrut Tuan.
Tetapi itu tidak masalah baginya. Ia akan terus mengusir gadis-gadis model Dara, tak peduli bahkan hingga seluruh tubuhnya habis. Sampai Tuan sadar dan tidak lagi merekrut gadis-gadis berwajah serupa.
Namun, hanya Pak Wira yang mengetahui alasan mengapa ia harus mengusir gadis-gadis itu. Alasan yang ia simpan sendiri. Ia tidak mungkin memberitahukan pada orang lain, dan tak bisa mengatakannya pada siapapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Reksa Nanta
ngeri sekali ya misteri dibalik perekrutan para karyawati cantik.
2024-10-09
0
Watiyah Watiyah
penasaran
2024-09-26
1
Imaz Ajjah
seru,banyak misteri,JD bikin penasaran..
2024-09-20
1