Saat yang dinanti akhirnya tiba, akan ada kiriman belut berikut ular subuh nanti. Mata Dara menolak terpejam sepanjang malam.
Dara sangat gelisah. Ia duduk, lalu berdiri, berjalan mondar-mandir di dalam kamar, kembali duduk. Jari-jarinya dingin, telapak tangannya berkeringat, hatinya berdebar-debar, antara penantian dan harap-harap cemas.
Semoga ia tidak kecewa lagi. Ia telah bertekad, kali ini, jika lelaki surfer itu datang, Dara akan nekat menyapanya. Ia tak mau lagi ditinggalkan begitu saja dan kehilangan lagi. Ia bisa gila karena penasaran membayangkan rasa bibir dan sentuhan tangannya.
Mata Dara memejam, meremas tangannya. Sekarang saja, perutnya telah terasa geli, seolah ada ribuan kupu-kupu mengepakkan sayapnya di dalam sana.
Aneh, setiap kali membayangkan lelaki surfer itu, keinginannya untuk pulang lenyap sudah. Dara sungguh terobsesi, ingin segera melakukan hal-hal mesum dengannya. Sebenarnya ia heran, belum pernah ia merasa seperti ini pada lelaki mana pun. Padahal yang lebih ganteng banyak.
Pintu kamarnya akhirnya digedor. Dara hampir terloncat karena kaget. Ia membuka pintu dengan sekali sentak, sampai Siti hampir terjerembab. Siti menyumpah sambil memelototinya.
“Sial! Pelan-pelan dooong… Kasar amat jadi cewek!” Siti merotasi matanya.
Dara tidak mengindahkannya, tergesa-gesa melangkah ke luar, melayangkan pandang menembus gelap langit subuh.
Dalam pendar lampu neon, ia melihat bayangan lelaki surfer itu. Akhirnya! Jantungnya seketika berdetak sepuluh kali lebih cepat, sampai ia khawatir orang-orang akan melihat degup di balik dadanya. Napas Dara memburu.
Lelaki surfer itu sedang bersandar di tiang kayu, di bawah temaram lampu pijar. Matanya yang kuning tampak bercahaya. Dara merasa ingin segera berlari dan menjatuhkan diri dalam pelukannya. Akalnya benar-benar sudah hilang, ia tak lagi mampu berpikir.
Namun, suara bentakan Pak Wira menahan langkahnya. “HEH, BANGUN! Jangan jalan sambil tidur!”
Dara memejamkan mata untuk menenangkan emosi, mengembuskan napas, sekilas melirik ke arah lelaki surfer itu. Dia masih bersandar di tiang, tersenyum, tetapi tidak menghampirinya.
‘Tahu dirilah, Dara,’ bisik hatinya. ‘Dia saja bisa menahan diri, masa kamu tidak!’
Ia memang bertekat ingin menghampiri lelaki surfer itu. Tetapi ketika dia ada di hadapannya, Dara tiba-tiba merasa malu. Antara antusiasme dan harga diri, langkahnya yang ingin segera berlari padanya akhirnya tertahan. Apalagi di sini banyak orang, semua mondar-mandir.
‘Nanti saja, setelah semuanya beres.’ Dara berkata dalam hati, lalu berjalan ke dekat Siti sambil membawa buku catatan timbangan.
Kegiatan menimbang belut subuh itu terasa sangat lambat. Meski berusaha tidak terus menoleh ke tempat lelaki surfer itu berdiri, Dara harus sekuat tenaga menahan senyum yang terus menarik bibirnya.
Ia tak ingin ada orang yang tahu. Terutama Pak Wira. Apalagi Siti.
Selesai urusan logistik belut, Dara membersihkan diri. Ketika menyabuni tubuhnya di kamar mandi, Dara menimbang-nimbang, kapan waktunya untuk mendekati lelaki surfer itu dan menanyakan namanya. Kembali ke kamar, kantuk malah menghampiri. Mungkin jiwanya tenang karena mengetahui lelaki surfer itu ada di sini.
Dara terlelap tanpa suara, membayar hutang tidurnya setelah gelisah bermalam-malam.
Sentuhan dingin di pipinya membuat mata Dara tersentak terbuka. Belum sadar sepenuhnya, Dara mengerjap. Sebuah bayangan tubuh terbentuk. Lelaki surfer itu ada di hadapannya. Menyentuhnya!
Sontak Dara terduduk. Tatapan mata mereka terkunci. Lelaki surfer itu mengulurkan tangan, mengelus pundaknya yang telanjang. Terasa dingin, tetapi tubuh Dara membara, seolah dipanggang api.
Dara memejamkan mata. Rumah terasa sepi, entah ke mana orang-orang. Apakah semua telah pulang?
Persetan semuanya.
Lelaki surfer itu ada di sini. Di depannya. Wajahnya mendekat. Napas Dara memburu. Ia baru akan membuka mulut untuk menanyakan namanya, ketika ia merasa bibir lelaki itu menempel di bibirnya. Terasa lunak tapi dingin. Mungkin karena dia berdiri lama di bawah terpaan angin, dan seperti biasa tidak mengenakan pakaian.
Dara melenguh. Ia tidak menjauh, tubuhnya memperpendek jarak, kini kedua dada mereka melekat.
Tanpa sadar Dara membuka bibir. Lidah lelaki itu masuk dan mengait lidahnya, membuka mulutnya lebih lebar. Kedua lidah mereka saling terjalin. Itu terasa janggal, sekaligus nikmat, menimbulkan rasa meledak-ledak di dalam hatinya.
Lidah lelaki itu terjulur kian dalam, menyusuri seluruh rongga mulutnya. Dara merasa kehabisan napas. Namun ia tak ingin meminta lelaki itu berhenti. Ia mengangkat tangannya dan meletakkan di dada kencang lelaki itu, mengusapnya naik dan turun dengan malu-malu tetapi penuh gairah.
Dara membiarkan lelaki itu mengusap pahanya, menyingkapkan dasternya hingga batas pinggang. Inilah yang ia bayangkan bermalam-malam. Telapak tangannya yang dingin di kulitnya yang hangat. Memberikan sensasi yang membuat Dara ingin berteriak.
“Hmh…” Dara mendesah.
Ia menggerakkan pinggul, merapatkan kedua kakinya karena area di antaranya telah mulai terasa basah.
Dara membuka matanya yang sejak tadi terpejam, menatap iris kekuningan lelaki itu. Jantungnya bergetar, tubuhnya gemetar. Tangan lelaki itu bergerak ke balik segitiga yang menutupi kewanitaannya. Menyentuhnya di sana.
Dara terkesiap, tetapi alih-laih menjauh, ia semakin memangkas jarak tubuh mereka. Ketika jari lelaki itu mengusap intinya, Dara merintih.
Tetapi lelaki itu menyumbat mulutnya untuk meredam suaranya dengan melumat bibirnya lagi. Dara kembali memejamkan mata. Pasrah pada apa pun yang akan lelaki itu perbuat padanya.
Ia masih perawan, tetapi telah siap menyerahkannya pada lelaki tak bernama. Otaknya sungguh telah dipenuhi kabut nafsu. Tak mampu menelaah dengan jernih.
Segitiga pelindung kewanitaannya telah dilepaskan, kini lelaki itu meloloskan gaun dasternya. Dara tidak mengenakan bra. Dan payudara mudanya yang kencang, yang belum tersentuh tangan siapa pun, terpampang jelas dengan puncaknya yang berwarna merah muda telah mengeras.
Lelaki itu mengusapnya, meremas dan memutar-mutar di sekitar areolanya. Lalu mendekatkan bibir dan mengulumnya bergantian. Tubuh Dara tersentak.
‘Ya Tuhan… ternyata senikmat ini rasanya,’ hanya itu yang ada di kepalanya, merasa mabuk dan melayang.
Lelaki itu mendorong tubuh Dara yang telah polos tanpa terbungkus apa pun, hingga berbaring. Dara menyambut tubuh lelaki itu yang mengungkungnya. Lelaki itu tersenyum. Dara terpana sesaat, ketika tersenyum ternyata lelaki itu sangat tampan. Dara membalas senyumnya, membuka mulut hendak menanyakan namanya.
Namun, lidah lelaki itu telah memasuki mulutnya lagi, sementara di bawah sana, kejantanannya telah siap memasuki lorong surgawi.
Lelaki itu mendorong, rasanya sukar dijabarkan. Campuran kesakitan dan kenikmatan. Dara merasa tubuhnya terempas, masuk ke dalam kumparan gairah tanpa ujung. Semakin dalam. Kian dalam…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yuli a
siluman ular kali ya...
2024-12-29
2